Jika mendengar kata bersisik, hewan apa yang pertama kali muncul di benak Anda? Pasti mayoritas orang akan menjawab ikan. Namun, tahukah Anda jika di dunia ini ada satwa darat yang juga memiliki sisik? Ya, hewan tersebut adalah Trenggiling atau Tenggiling.
Tenggiling adalah sejenis mamalia yang berasal dari ordo Pholidota. Mereka dikenal dengan bagian badannya yang keras dan bersisik, serta mampu menggulungkan tubuhnya saat merasa terancam.
Di luar Asia dan Afrika, nama hewan yang satu ini mungkin tidak begitu populer. Namun di kedua benua tersebut, trenggiling dianggap sebagai satwa endemik dengan jumlah spesies yang beragam.
Secara garis besar, ada delapan spesies tenggiling yang berhasil diidentifikasi oleh ahli di dunia. Empat di antaranya berasal dari Asia, sedang empat spesies lain berasal dari benua Afrika.
Spesies dan Peta Persebaran Trenggiling
Penentuan nama spesies trenggiling sendiri biasanya mangacu pada area persebarannya. Nama ilmiah mereka juga diambil berdasarkan habitat dan lokasi tempat tinggalnya, seperti:
- Tenggiling Tiongkok: Manis pentadactyla
- Tenggiling India: Manis crassicaudata
- Tenggiling Filipina: Manis culionensis
- Tenggiling Indonesia: Manis javanica
- Tenggiling Pohon Perut Hitam: Phataginus tetradactyla
- Tenggiling Tanah Raksasa: Smutsia gigantea
- Tenggiling Tanah: Smutsia temminckii
- Tenggiling Pohon Perut Putih: Phataginus tricuspis
Masing-masing kelompok besar trenggiling ini juga tersebar lagi ke berbagai daerah. Sehingga, pada suatu negara kita bisa saja menemukan dua sampai tiga spesies tenggiling yang sama, misalnya:
- Manis pentadactyla menyebar di wilayah Butan, Tiongkong, Hongkong, Indonesia, Laos, Myanmar, Nepal, Taiwan, Thailand dan Vietnam.
- Manis crassicaudata menyebar di wilayah India, Nepal, Pakistan, Sri Lanka, dan Bangladesh (kemungkinan sudah punah).
- Manis culionensis menyebar di wilayah Filipina (Pulau Palawan, Pulau Busuanga, Pulau Coron, Pulau Dumaran, dan Pulau Balabac).
- Manis javanica menyebar di wilayah Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Singapura, Thailand, Vietnam, dan Indonesia (Pulau Jawa, Sumatera, serta Kalimantan).
- Phataginus tetradactyla menyebar di wilayah Kamerun, Republik Afrika Tengah, Kongo, Republik Demokratik Kongo, Pantai Gading, Guinea Khatulistiwa (daratan), Gabon, Ghana, Liberia, Nigeria, dan Sierra Leone.
- Smutsia gigantea menyebar di wilayah Kamerun, Republik Afrika Tengah, Kongo, Republik Demokratik Kongo, Pantai Gading, Guinea Khatulistiwa (Bioko dan Guinea Khatulistiwa (daratan)), Gabon, Ghana, Guinea, Guinea-Bissau, Liberia, Senegal, Sierra Leone, Republik Persatuan Tanzania, serta Uganda.
- Smutsia temminckii menyebar di wilayah Botswana, Republik Afrika Tengah, Chad, Kenya, Malawi, Mozambik, Namibia, Rwanda, Afrika Selatan, Sudan Selatan, Republik Persatuan Tanzania, Uganda, Zambia, Zimbabwe, dan Swaziland (kemungkinan sudah punah).
- Phataginus tricuspis menyebar di wilayah Angola, Benin, Kamerun, Republik Afrika Tengah, Kongo, Republik Demokratik Kongo, Pantai Gading, Guinea Khatulistiwa (Bioko dan Guinea Khatulistiwa (daratan)), Gabon, Ghana, Guinea, Guinea-Bissau, Kenya, Liberia, Nigeria, Rwanda, Sierra Leone, Sudan Selatan, Republik Persatuan Tanzania, Togo, Uganda, serta Zambia.
Baca juga: Pohon Cengkeh, Flora Kaya Guna yang Diburu Berbagai Bangsa
Morfologi, Habitat dan Makan Trenggiling
Dikarenakan jumlah spesiesnya yang cukup banyak, identifikasi terhadap karakteristik (morfologi, habitat, dan makanan) tenggiling tak bisa kita lakukan secara bersamaan.
Untuk mempermudah Anda dalam memahami hewan nokturnal ini, Greeners akan merangkum karakteristik trenggiling melalui salah satu spesies terpopulernya, yakni Manis javanica.
Morfologi atau Ciri Fisik
Melansir jurnal United States Agency International Development, ciri fisik tenggiling Jawa bisa kita identifikasi berdasarkan ukuran kepalanya yang lebih panjang dari tenggiling Tiongkok dan Filipina.
Jumlah sisiknya sendiri sebenarnya juga lebih banyak daripada tenggiling India. Namun jika dibandingkan dengan spesies Manis culionensis, sisik spesies javanica terhitung lebih minim.
Sisik tersebut terbentuk dari keratin yang juga terdapat pada rambut dan kuku manusia. Saat lahir lapisan sisik terbilang masih lembut dan pucat, namun ia akan mengeras dalam waktu dua hari.
Habitat Trenggiling
Sama seperti hewan lainnya, tenggiling memilih lokasi tempat tinggalnya berdasarkan ketersediaan pangan. Maka dari itu, biasanya lokasi-lokasi tersebut dipenuhi oleh koloni semut dan juga serangga.
Berdasarkan penelitian di Taman Nasional Gungung Halimun Salak, lokasi kehadiran Manis javanica didasarkan pada ketinggian tempatnya yakni berkisar 895–1.170 mdpl.
Berdasarkan struktur tegakkan hutannya, mereka cenderung memilih hutan sekunder tua sebagai habitat. Lokasi ini banyak ditumbuhi pohon manii, puspa, ki endog, ki jebug, hingga pohon rasamala.
Pola Makan
Ya, semut dan rayap merupakan santapan utama spesies trenggiling. Mereka memiliki lidah yang lengket dan sangat panjang, hal ini membantu saat menyusup dan menangkap semut di sarangnya.
Jika diukur dari pangkal ke ujung, panjang lidah tenggiling mencapai sepertiga panjang tubuhnya. Diperkirakan, Manis javanica dewasa sanggup menyantap lebih dari 70 juta semut per tahunnya!
Jangan khawatir, semut-semut tersebut tidak akan masuk ke dalam mulut, hidung, atau telinga mereka kok. Sebab, tenggiling memiliki otot khusus yang melindungi organ-organ tubuhnya.
Status Konservasi Hewan Trenggiling
Harimau, macan, anjing hutan, dan ular sanca adalah predator alami hewan trenggiling. Namun manusia lah yang menjadi ancaman utama terhadap kelangsungan hidup mereka.
Pemburu satwa liar mengincar tenggiling untuk diperdagangkan, baik dalam keadaan hidup maupun mati. Satwa ini diburu untuk diambil daging, kulit hingga sisiknya, lalu diperdagangkan secara luas.
Vietnam dan Cina merupakan pangsa pasar terbesar penjualan tenggiling. Daging hewan tersebut diperdagangkan sebagai bahan masakan mewah atau makanan masyarakat warga setempat.
Dalam industri produk olahan, kulit tenggiling digunakan sebagai bahan pembuat sepatu. Sementara bagian sisiknya, acap kali publik manfaatkan sebagai bahan baku kosmetik, obat, dan aphrodisiac.
Perburuan yang tidak terkendali dan rusaknya habitat asli trenggiling berakibat pada penurunan angka populasi mereka. IUCN bahkan memasukkan satwa ini ke dalam status terancam punah.
Di Tanah Air, tenggiling dikategorikan sebagai hewan dilindungi sejak tahun 1931. Keputusan ini dikukuhkan melalui UU No. 5/1990 tentang Konsevasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Berdasarkan peraturan tersebut, orang yang dengan sengaja memburu serta memperdagangkan fauna ini akan dijerat denda sebesar Rp100.000 juta dan pidana penjara paling lama 5 tahun.
Referensi:
Sa’ Diya Chalimatus, Universitas Diponegoro
Afroh Manshur, dkk., Institut Pertanian Bogor
Penulis: Yuhan Al Khairi