Temu Ireng atau temu hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.) adalah sejenis tumbuhan rimpang yang dimanfaatkan sebagai campuran obat atau jamu. Temu ireng masih termasuk satu famili bersama anggota temu lainnya, seperti temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb), kunyit (Curcuma domestika Val), kencur (Kaempferia galangal), lengkuas (Lengkuas galaga), dan jahe (Zingiber officanale Rosc).
Dalam bahasa daerah, tanaman ini dikenal dengan beberapa nama, antara lain temu hitam (Minang), koneng hideung (Sunda), temu ireng (Jawa), temu ereng (Madura), dan temu erang (Sumatra). Dalam sejarahnya, tanaman ini berasal dari Burma dan menyebar ke daerah-daerah tropis lainnya terutama di wilayah Indo-Malaya termasuk Indonesia.
Baca juga: Rempah Kapulaga Penghasil Minyak Atsiri
Tanaman asli kawasan Asia Tenggara ini tergolong ke dalam tumbuhan semak. Tumbuhan yang dapat hidup secara liar di hutan jati ini juga dapat tumbuh di daerah tropis dan subtropis (Asia Selatan dan Tenggara). Temu ireng merupakan tanaman berbatang lunak tahunan yang biasa hidup di bawah naungan tanaman lain. Habitat yang paling sesuai adalah daerah yang tidak terkena sinar matahari secara langsung dan memiliki kelembapan tinggi.
Secara morfologi tumbuhan ini berbatang semu, berwarna hijau, dan agak lunak. Tingginya mencapai 1,5 sampai 2 meter. Rimpang berwarna gelap dan memiliki aroma khas. Tanaman ini berbunga pada umur lima bulan. Bunganya ungu dengan tangkai berwarna hijau.
Jika dipotong melintang, rimpang terlihat berwarna putih dan berbentuk cincin. Jika diiris, rimpang akan tampak seperti cincin berwarna biru atau kelabu. Kulit rimpang yang tua umumnya berwarna putih kotor dan dagingnya kelabu. Rimpang cukup harum dan berasa getir.
Selain berkhasiat untuk membangkitkan nafsu makan, temu ireng juga berguna untuk melancarkan keluarnya darah kotor setelah melahirkan, penyakit kulit seperti kudis dan borok, perut mules (kolik), sariawan, batuk, sesak napas, encok, dan kegemukan badan (Setiawan, 2005).
Baca juga: Murbei, Tanaman Tropis dari Himalaya
Rimpang temu ireng mengandung saponin, minyak atsiri, kurkuminoid, zat pahit, damar, lemak, mineral, minyak, dan saponin. Kandungan minyak atsiri terbesar terdapat pada irisan temu ireng. Menurut Martha Tilaar Innovation Center (MTIC), kadar minyak atsiri temu ireng sebanyak 2 persen.
Di samping itu, tanaman ini juga mengandung flavonoid dan polifenol (Nugrahaningtyas et al., 2005). Berdasarkan sumber kajian ilmiah lain, rimpang temu ireng juga menjadi salah satu tanaman obat tradisional yang dapat dimanfaatkan sebagai obat cacing (anthelmintik).
Penulis: Sarah R. Megumi