Bagi pecinta kuliner Jepang, pasti sudah tidak asing dengan tanaman wasabi. Tumbuhan ini memiliki cita rasa pedas yang berbeda dengan sambal biasa. Olahannya sering dicampurkan pada berbagai jenis makanan seperti sushi, sashimi, soba, dan sebagainya.
Wasabi dikenal juga sebagai Japanese horseradish. Tanaman ini memiliki nama ilmiah Wasabia japonica, sehingga masih berkerabat dengan tumbuhan lobak dan kubis dari famili Brassicaceae.
Secara klasifikasi, setidaknya ada 350 marga (genus) dan 3.000 spesies yang tergabung dalam famili tersebut. Anggota famili ini adalah flora berbunga yang hidup di zona iklim sedang hingga daerah tropika.
Contohnya spesies W. japonica, tanaman ini tumbuh di daerah beriklim sejuk atau wilayah dataran tinggi Jepang. Mereka tidak dapat berbiak di sembarang tempat, sehingga cukup sulit dibudidayakan secara luas.
Morfologi dan Ciri-Ciri Tanaman Wasabi
Tanaman wasabi dapat kita identifikasi melalui bunga, buah, rimpang, dan daunnya. Rimpang tanaman itulah yang banyak diolah sebagai penyedap, ia diparut lalu dijadikan sebagai pasta pedas.
Rimpang atau rizomanya memiliki warna hijau terang, berbentuk bulat panjang dan mengecil di bagian bawah. Bagian daun berkembang dari rimpang tersebut, tangkainya panjang dengan daun yang melebar.
Bentuk daun itu sangat mirip dengan jantung, diameternya berkisar 10 cm. Bunga akan keluar pada saat musim semi. Batangnya muncul dari permukaan rizoma, tetapi daunnya sendiri berukuran lebih kecil.
Bunga keluar di bagian ujung tangkai pada akhir bulan Februari hingga Maret. Waktu pertumbuhan sendiri tidak berbarengan, tetapi bagian ini biasanya terdiri atas empat kelopak daun berwarna putih bersih.
Buah spesies W. japonica berbentuk bulat dan permukaannya sedikit bergelombang. Bagian ini berwarna cokelat, serta dapat menampung sebanyak 4–6 biji oval berwarna gelap yang sangat kecil.
Habitat dan Budi Daya Tanaman Wasabi
Seperti yang telah disebutkan, tanaman wasabi berkembang biak di daerah beriklim sejuk, terutama sekitar lembah pinggiran sungai atau di tengah air bersih yang mengalir secara perlahan (berarus tenang).
Suhu rata-rata kawasan tersebut mencapai 10–17 derajat Celsius. Ini paling banyak dijumpai di Pulau Honshu, Kyushu dan Shikoku, Jepang, meski telah terdistribusi hingga Tiongkok, Taiwan, dan Selandia Baru.
Ketiga daerah tersebut memiliki karakteristik lingkungan yang cocok dengan habitat Japanese horseradish. Mereka bahkan turut mengimpor tanaman itu ke negara asalnya, untuk memenuhi produksi lokal.
Berdasarkan tempat penanamannya, spesies W. japonica terbagi atas dua jenis; wasabi air (sawa wasabi) yang ditanam di anak sungai, serta wasabi ladang (hatake wasabi) yang ditanam di ladang.
Tanaman ladang dimanfaatkan untuk kebutuhan komersial dan pabrik. Sedangkan tanaman air diperuntukkan bagi budi daya kecil-kecilan, yang mana pengolahannya masih dilakukan secara tradisional.
Manfaat dan Kandungan Tanaman Wasabi
“Sambal” dari tanaman wasabi memiliki aroma harum dan rasa tajam yang menyengat hingga ke hidung. Karakteristiknya tidak sama dengan sambal cabai, sebab tidak meninggalkan sensasi menggigit di lidah.
Menurut penelitian, rasa pedas tersebut berasal dari unsur kimia isotiosianat seperti 6-methylthiohexyl isothiocyanate, 7-methylthioheptyl isothiocyanate, dan 8-methylthiooctyl isothiocyanate.
Keempat senyawa itu diketahui mempunyai sifat antimikroba, sehingga dapat dicampurkan dengan irisan daging segar. Selain senyawa di atas, spesies W. japonica juga mengandung beragam nutrisi penting.
Olahannya disinyalir menyimpan sejumlah serat, lemak, protein, karbohidrat, natirum, zat besi, kalsium, kalium, magnesium, fosfor dan folat, yang tentunya sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia.
Dengan mengonsumsi Japanese horseradish secara rutin, tubuh akan terhindar dari serangan bakteri, dapat meredakan peradangan, serta mengurangi risiko terjadinya anemia dan pertumbuhan sel kanker.
Taksonomi Spesies Wasabia Japonica
Penulis : Yuhan al Khairi