Pakar botani LIPI Made Sri Prana, seperti dikutip dalam laman biotek.lipi.go.id, menyatakan, “Talas merupakan plasma nutfah yang penting karena merupakan salah satu jenis ubi-ubian asli Indonesia dan sudah teruji serta terbukti beradaptasi dengan baik”.
Talas umumnya dijumpai baik liar maupun ditanam hampir di seluruh kepulauan, tanaman ini pun tersebar di tepi pantai sampai pegunungan di atas 1.000m dpl. Talas memiliki berbagai nama unik di seluruh dunia seperti taro, old cocoyam, abalong, taioba, arvi, satoimo, tayoba dan yu-tao. Tidak kalah seperti di luar, di Indonesia talas juga mempunyai penamaan yang berbeda di setiap daerah, seperti eumpeu (Aceh), talo (Nias), bete (Manado dan Ternete), kaladi (Ambon), talak (Tolitoli), paco (Makassar), komo (Tidore) dan masih banyak lagi. Oleh karena itu talas tidak hanya tanaman khas Bogor, namun tanaman ini memang tumbuh dan tersebar hampir di seluruh penjuru Nusantara.
Tanaman talas (Colocasia esculentum (L) Schott) sangat mudah dibudidayakan di daerah tropik dan sub-tropik, termasuk Indonesia. Umbi talas kaya akan karbohidrat di mana kandungannya mencapai 13-29 persen. Bahkan produksi talas dalam kalori per hektare per hari (46×1 juta kalori per ha per hari) relatif lebih tinggi daripada padi (33×1 juta kalori per ha per hari). Sedangkan kandungan nutrisi lainnya seperti protein dan vitamin juga tidak kalah dibanding ubi dan singkong. Hal ini yang membuat talas dapat digunakan sebagai sumber energi yang potensial bagi manusia melalui berbagai proses modifikasi.
Secara morfologi, talas termasuk dalam golongan tanaman monokotil yang berumur tahunan dengan tinggi tanaman sekitar 50-150 cm. Berakar serabut yang dangkal, tersusun dari sekelompok akar adventif. Akar adventif adalah akar yang tumbuh tidak pada tempatnya. Memiliki batang yang pendek dan terbungkus oleh pelepah daun. Batang talas tumbuh dengan arah tegak.
Tanaman talas mempunyai daun lengkap yang terdiri dari helaian daun, tangkai daun dan pelepah. Jumlah daun 2 sampai 5 helai dan tergolong daun tunggal. Tangkai daun berwarna hijau dan bergaris. Helaian daun berukuran 6 sampai 60 cm dengan lebar 7 sampai 53 cm, berbentuk bulat oval seperti perisai dengan ibu tulang daun yang besar. Daunnya mengandung 23 persen protein (berat kering), kaya kalsium, fosfor, besi, vitamin (C, tiamina, riboflavin, dan niacin).
Terdapat 4 macam jenis talas yaitu talas pandan, talas ketan, talas banteng dan talas lahun anak (dikutip pada laman faunadanflora.com). Talas pandan yaitu talas yang apabila sudah direbus memiliki bau seperti pandan wangi, memiliki warna sedikit ungu dan pada bagian pangkal pelepahnya memiliki warna agak merah. Talas ketan, atau yang dijuluki talas Bogor, yaitu talas yang agak lengket seperti ketan yang sudah direbus, memiliki warna hijau muda dan sering membuat anakan sangat banyak.
Talas banteng yaitu talas yang memiliki ukuran umbi yang besar namun rasanya tidak enak, memiliki tangkai berwarna ungu. Talas lahun anakan yaitu talas yang memiliki banyak anakan namun ukurannya kecil-kecil.
Tanaman talas selama ini memang menjadi ikon kota Bogor selain julukannya sebagai kota hujan. Pasalnya, tanaman ini sudah terkenal sebagai bahan dalam olahan kue sejenis bolu atau brownis yang kemudian dijual di gerai-gerai oleh-oleh yang biasa dibeli oleh wisatawan jika hendak berkunjung ke Bogor. Adapun talas yang masih mentah banyak dijual dipinggiran jalan. Talas mentah biasa diolah menjadi hidangan cemilan berupa keripik talas atau talas goreng.
Meski bisa dikonsumsi, namun umumnya talas tidak dapat dikonsumsi secara langsung tanpa diolah terlebih dahulu. Hal ini disebabkan kalsium oksalat yang terkandung di dalamnya dapat menyebabkan rasa gatal pada mulut, lidah dan tenggorokan. Namun, beberapa teknologi pengolahan talas bisa menurunkan kadar asamnya hingga 50 persen.
Melihat dari manfaat dan tingginya kandungan gizi yang terkandung dalam talas, maka tanaman talas perlu dikembangkan menjadi pangan alternatif nasional selain beras dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan nasional.
Dikutip pada laman biotek.lipi.go.id, Indonesia menjadi daerah terpenting perkembangbiakan talas. Dari kegiatan eksplorasi Kelompok Peneliti Talas Puslit Bioteknologi LIPI di wilayah Lampung, Jawa, Bali, dan Sulawesi Selatan, dibawalah 713 sampel. Hasil studi morfologi dan biokimia (isozymes) menyebutkan, tidak kurang ada 180 morfotipe talas. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, di Kepulauan Mentawai ada 150 kultivar talas lokal. Hal ini menguatkan dugaan bahwa sekitar 30 tahun yang lalu Indonesia memiliki lebih dari 300 talas berikut variannya.
Selain itu, tim LIPI pun berhasil memperoleh 20 jenis talas lokal potensial. Uji provenan terhadap 20 talas tersebut didapatkan hasil, antara lain jenis talas Kaliurang (talas LIPI) lebih unggul, produktivitasnya tinggi, dapat ditanam di dataran rendah dan tinggi, tahan serangan hama, umbinya enak dan tahan penyakit atau Taro Leaf Blight (TLB).
Penulis: Sarah R. Megumi