Sejarah tanaman jarak berasal dari Afrika, pada masa 4.000 tahun sebelum Masehi (SM). Bijinya sering ditemukan di makam-makam Mesir yang kemudian dibudidayakan oleh Raja Firaun. Berawal dari negara Mesir, kemudian tanaman ini menyebar sepanjang Mediterania dan diseluruh wilayah Asia beriklim tropis.
Tanaman jarak merupakan tanaman liar setahun (annual) dan umumnya dapat dijumpai di hutan, tanah kosong, di daerah pantai, terkadang juga tanaman ini dibudidayakan dalam perkebunan. Jarak tergolong tanaman perdu, memiliki daun tunggal menjari antara 7-9, berdiameter 10-40 cm.
Soenardi, yang dikutip dari laman http://balittas.litbang.pertanian.go.id, menyatakan, tanaman jarak umumnya mulai panen pada umur 3 bulan. Selama musim kemarau dapat dipanen terus dengan selang waktu sekitar dua minggu, walaupun tanpa pengairan (dengan catatan curah hujan dalam tiga bulan pertama merata dan tidak kurang dari 100 mm per bulan). Sehingga keunggulan dari tanaman ini pada iklim yang sangat kering, tidak ada tanaman lain yang mampu tumbuh dan menghasilkan selain dari tanaman jarak.
Pada bijinya mengandung 40-60% minyak yang dapat digunakan sebagai minyak pelumas (lubricant), kosmetik, minyak maupun bahan cat, pestisida, campur bahan furnitur, plastik, sabun, bahan pembantu proses tekstil. Adapun minyak dari tanaman jarak digunakan sebagai industri pesawat terbang dan roket.
Berdasarkan laman Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat, pada masa pendudukan Jepang minyak jarak diolah menjadi minyak pelumas persenjataan yang andal karena sangat kental. Berat jenisnya ± 0,96 dan sangat sukar untuk dilarutkan, sehingga mudah dibedakan dari minyak lain. Sebagian besar produksinya dipergunakan sebagai pelumas untuk mesin yang berputar cepat. Salah satu keuntungan dari minyak jarak ini adalah bahwa dia tidak menetes, tidak meninggalkan sisa bakar dan tidak larut dalam bensin, sifat-sifat serupa itu sangat besar artinya dalam keperluan penerbangan.
Selain itu, biji jarak kaya akan enzim lipase yang dapat menguraikan lemak dan minyak menjadi asam-asam lemak yang bebas dan glycerin. Asam lemak tersebut dapat dipergunakan oleh pabrik lilin, dan setelah dinetralisir dengan soda atau kalium karbonat (potas), menghasilkan sabun keras atau lunak. Di perusahaan-perusahaan batik, minyak jarak berperan juga dalam pewarnaan kain katun yang akan diberi warna dengan mengkudu.
Komoditas ekspor
Selama kurun waktu 1991-1995, Indonesia sebagai negara pengekspor menempati posisi ke 7 pada tahun 1994. Adapun lima negara pengekspor utama biji jarak adalah Cina, Pakistan, Paraguay, Perancis dan Amerika Serikat, serta lima negara pengekspor utama minyak jarak adalah Jerman, Belanda, Brazilia, Thailand dan Amerika Serikat.
Di Indonesia terdapat berbagai jenis tanaman jarak, antara lain jarak kepyar (Ricinus communis), jarak bali (Jatropha podagrica), jarak ulung (Jatropha gossypifolia L.), dan jarak pagar (Jatropha curcas). Diantara jenis tanaman jarak tersebut yang memiliki potensi sebagai sumber bahan bakar alternatif adalah jarak pagar.
Jarak pagar (Jatropha curcas) atau dalam bahasa Inggris disebut ”Physic Nut”, seringkali salah diidentifikasi dengan tanaman jarak kepyar (Ricinus communis) yang dalam bahasa Inggris disebut ”Castor Bean”. Tanaman jarak pagar dan jarak kepyar ini sama-sama banyak ditemukan di daerah tropis seperti Indonesia dan dapat diperoleh ekstrak minyak dari bijinya.
Hanya saja, tanaman jarak kepyar seringkali terkait dengan produksi ”ricin” yaitu racun yang berbahaya dan banyak digunakan untuk penelitian terapi penyakit kanker, sedangkan tanaman jarak pagar menghasilkan racun ”krusin” tetapi lebih banyak terkait dengan informasi ”biodiesel” atau ”biofuel”. Kedua tanaman ini berbeda baik dalam bentuk morfologi tanaman maupun minyak yang dihasilkannya.
Gagal dikembangkan
Sejak kenaikan BBM akhir tahun 2005, isu tentang prospek budidaya jarak pagar menjadi bahan pembicaraan menarik di mana-mana. Jarak pagar dianggap sebagai tanaman penghasil biodisel yang akan menjadi solusi bagi kelangkaan BBM. Sehingga munculah kebijakan untuk mengembangkan jarak pagar secara nasional yang didukung dengan dana APBN. Isi dari kebijakan itu meliputi pengembangan areal budidaya jarak pagar, pemberdayaan masyarakat pekebun jarak pagar, pengembangan industri pengolahan biji jarak pagar.
Sebagaimana yang ditulis dalam laman Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat, tanaman jarak pagar ini telah berkembang cukup luas di tahun 2008-2009, termasuk di Jawa Barat. Investasi pun telah banyak ditanam pada perkebunan jarak pagar, serta produksinya mulai melimpah. Tetapi ketika para petani akan memasarkan hasilnya, ternyata tidak ada pasar yang dapat menyerap sebagaimana yang dijanjikan pada saat sosialisasi di awal pengembangannya.
Kasus pengembangan budidaya jarak pagar yang dimulai pada tahun 2006-2007 pun hingga kini tidak ada kelanjutannya, terutama dalam hal pengembangan teknologi pengolahannya. Sehingga yang sekarang terjadi di beberapa daerah pengembangan para pekebun jarak pagar mulai membuang tanaman tersebut dan menggantikannya dengan komoditas lain.
Penulis: Sarah R. Megumi