Suweg (Amorphophallus paeoniifolius) merupakan salah satu tanaman langka dari kerabat bunga bangkai raksasa (Amorphophallus titanum) dan iles-iles (Amorphophallus muelleri). Tanaman unik ini masuk ke dalam keluarga Araceae yang memiliki batang semu sehingga menghasilkan umbi batang yang dapat diolah untuk dimakan.
Suweg termasuk tanaman terna dan dwimusim karena fase vegetatif dan generatifnya muncul tidak bersamaan. Perkembangbiakan suweg secara generatif dengan biji sedangkan secara vegetatif dengan anakan umbi. Fase vegetatif tampak sebagai dedaunan bercabang-cabang dengan “batang” lunak. Batang sejati tidak ada tetapi berupa umbi yang selalu berada di bawah permukaan tanah.
Bunga akan terbentuk apabila simpanan energi berupa tepung di umbi sudah mencukupi untuk pembungaan. Sebelum bunga terbentuk, seluruh daun termasuk tangkainya akan layu. Bunga tersusun majemuk berupa struktur khas talas-talasan, yaitu bunga-bunga tumbuh pada tongkol yang dilindungi oleh seludang bunga.
Kuntum bunga tidak sempurna, berumah satu, berkumpul di sisi tongkol, dengan bunga jantan terletak di bagian distal (lebih tinggi) daripada bunga betina. Struktur generatif ini pada saat mekar mengeluarkan bau bangkai yang memikat lalat untuk membantu penyerbukannya.
Suweg bersifat anti inflamasi, antiracun, mencegah pendarahan, dan mengobati luka. Umbi suweg yang masih segar memiliki khasiat sebagai obat bisul dan luka. Selain itu, umbi suweg juga mampu menurunkan kadar gula darah pada penderita penyakit kencing manis.
Umbi suweg juga memiliki kandungan serat yang cukup tinggi. Konsumsi serat pangan dalam jumlah tinggi akan memberi pertahanan pada tubuh manusia terhadap munculnya berbagai penyakit, seperti kanker usus besar, divertikular, kardiovaskular, kegemukan, dan kolesterol tinggi dalam darah.
Tanaman yang tidak memiliki batang sejati ini banyak dijumpai di hutan-hutan tropis di Asia Tenggara dan hutan-hutan kawasan Malesia, Filipina, serta India tropik (bagian selatan). Karena mengeluarkan bau tak sedap, tanaman suweg jarang untuk dibudidayakan.
Akibat jarang dibudidayakan, suweg sudah sulit ditemukan di alam. Maka dari itu, Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional (HCPSN) yang diperingati setiap tanggal 5 November, memilih suweg dan beo nias sebagai maskot HCPSN tahun ini. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat dapat mengenal keragaman hayati Indonesia yang sudah mulai langka agar bersama-sama melestarikannya.
Penulis: Ahmad Baihaqi/Indonesia Wildlife Photography