Lahir dengan nama latin Solanum Tuberosum ialah sejenis umbi-umbian yang dapat diolah menjadi berbagai santapan lezat. Namun tak hanya lezat, kentang –julukan Indonesianya– dapat menjadi pilihan tepat asupan pengganti bagi penderita autis.
Oleh Trinanti Sulamit | Artikel ini diterbitkan pada edisi 05 Vol. 3 Tahun 2008
Tanaman kentang pertama kali dikembangbiakan pada masyarakat Andes, Amerika Latin. Jenis tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada dataran tinggi (500-3.000 m dpl) dengan ketinggian yang paling cocok pada 1.300 m dpl dengan suhu relatif 20°C.
Keistimewaan kentang yang menjadi pembahasan kali ini adalah fungsinya sebagai bahan pangan substitusi bagi penderita autis. Selain perhatian dan cinta kasih, penderita autis memerlukan perhatian khusus atas pilihan asupan makanannya. Hal ini berawal dari ketidakmampuan tubuh seorang penderita autis untuk menguraikan sejumlah protein. Sebuah hasil penelitian Universitas Florida menemukan bahwa peptides dengan aktivitas opiate terdapat pada urin sebagian besar anak-anak autis. Peptides merupakan hasil protein yang rusak. Hal ini mempengaruhi perkembangan otak dan perilaku menarik diri (autistik) pada penderitanya. Dua jenis protein yang menyebabkannya antara lain gluten dan kasein.
Baca Juga: Diet Bebas Gluten: Apakah Bermanfaat untuk Anda?
Prof. HM Hembing Wijayakusuma dalam Human Medicine menjelaskan ada tiga reaksi akibat pengonsumsian gluten dan kasein. Pertama, alergi yang berwujud pada perilaku hiperaktif dan agresif. Kedua, tidak toleran dan sensitif terhadap makanan yang terwujud dalam gejala sakit perut, sakit kepala, menangis berlebihan, sensitif pada suara tertentu hingga depresi. Ketiga, ketika gluten dan kasein berubah menjadi pecahan protein tidak sempurna (peptida), kemudian melalui aliran darah peptida masuk ke otak dan kemudian ditangkap reseptor opioid; gejala ini tampak seperti orang yang baru saja mengonsumsi obat-obat opioid (misal heroin dan morfin).
Alergi terhadap susu sapi harus diatasi dengan menghindari segala jenis bahan asupan yang mengandung susu sapi, seperti skim, dried, susu evaporasi maupun susu kondensasi. Penderita lactose intolerance mengalami kelainan sejak lahir dalam sistem pencernaan dengan sekresi laktase yang tidak mencukupi atau tidak dihasilkan sama sekali. Akibatnya, laktosa tidak dapat dicerna dan dalam konsentrasi yang cukup besar menyebabkan diarrhoea.
Kasein merupakan jenis protein yang terdapat dalam susu sapi. Sementara itu, gluten merupakan jenis protein yang terkandung dalam sejumlah makanan pokok seperti gandum (wheat dan oats), gandum hitam (rye), dan gandum yang kerap digunakan untuk membuat bir (barley). Bagi penderita autis, makanan dengan komposisi kedua jenis protein ini haruslah dihindari. Memang diperlukan perhatian khusus untuk mengenali detil-detil komposisi setiap makanan pantangan bagi anak autis.
“Selain perhatian dan cinta kasih, penderita autis memerlukan perhatian khusus atas pilihan asupan makanannya.“
Diet Gluten dan Kasein
Diet gluten dan kasein ini populer dikenal dengan istilah GF-CF (Gluten Free-Casein Free). Pelaksanaan diet ini hendaknya dilakukan secara bertahap. Dapat dilakukan dengan mulai mengenalkan variasi masakan kudapan yang bebas gluten dan kasein, berlanjut pada menu makan siang, makan malam dan seterusnya. Menghindari kasein berarti menghindari segala asupan susu hewani baik dalam bentuk susu bubuk, susu kental, susu skim, dan susu cokelat. Selain itu, kita juga perlu teliti dalam melihat komposisi produk yang mengandung kasein seperti mentega, keju, cokelat, kopi instan, sosis, baking powder, laktose, yoghurt, hot dog, puding dan lain-lain. Dalam label produk, kandungan susu dapat tertulis sebagai berikut: Na caseinate, sodium caseinate, dry milk powder atau hydrolyzed protein. Maka kejelian dalam memilih produk makanan amat diperlukan.
Lalu bagaimana menjamin asupan gizi yang diperlukan tubuh tetap cukup? Selain menghindari kasein dan gluten, perlu pula pengetahuan bagaimana menyiasati kebutuhan gizi tubuh yang tidak dapat dikompromikan. Bagaimanapun diet gluten dan kasein bukanlah perkara mudah. Selain soal selera, ada juga persoalan kandungan gizi yang mau tak mau harus dipenuhi. Seorang anak dengan diet gluten dan kasein mungkin saja kekurangan asupan kalsium, serat, vitamin A, D, B kompleks dan kalori. Pada saat inilah konsumsi pengganti kasein-gluten diperlukan. Jus jeruk, susu kedelai, susu beras, susu almond, dan susu kentang dapat menjadi alternatif akan kebutuhan vitamin D dan kalsium yang biasa diperoleh dari susu.
“Kandungan kasein pada susu kentang rendah, pun begitu karbohidratnya tak kalah tinggi dibandingkan susu sapi.”
Susu Kentang
Susu kentang relatif lebih aman karena beberapa anak yang bermasalah dengan susu sapi dapat juga bereaksi terhadap susu kedelai; sementara susu beras mengandung gula yang tinggi jika dikonsumsi dalam jumlah besar. Susu kentang dapat diperoleh di outlet-outlet yang menyediakan asupan bagi anak-anak autis. Susu kentang memang menjadi alternatif untuk anak-anak yang alergi terhadap susu sapi. Pada susu sapi, kandungan kaseinnya tinggi dan bagi anak-anak tertentu hal ini bisa menyebabkan ketidakfokusan. Seorang ibu bernama Hendrin Hariati Sawitri (49), bercerita mengenai pilihannya atas susu kentang bagi sang buah hati, “Saya pilih susu kentang karena aromanya hampir sama dengan susu sapi, kalau susu kedelai anak-anak biasanya kurang suka aromanya.” Kandungan kasein pada susu kentang rendah, pun begitu karbohidratnya tak kalah tinggi dibandingkan susu sapi.
Baca Juga: Sapi Perah Penghasil Susu Kualitas Terbaik
Penyajiannya yang mudah seperti susu sapi biasa memudahkan konsumsi susu pada anak dengan kebutuhan khusus. Susu kentang diedarkan dalam bentuk bubuk juga disertai dengan serat dan berbagai macam vitamin. “Susu kentang dapat disajikan seperti susu sapi biasa, tidak memerlukan tambahan gula,” Hendrin melanjutkan. Baginya, terasa sekali beda konsumsi susu kentang bagi anaknya jika dibandingkan dengan susu sapi. Penderita autis perlu mendapat dukungan penuh dari keluarga. Selain disiplin makanan, konsultasi dengan dokter dan ahli gizi juga penting dalam pemilihan-pemilihan asupan. Hendrin juga mengisahkan bahwa anaknya yang kini duduk di kelas 6 SD sudah jauh lebih baik. (mi2t)