Familiar dengan fauna bernama Surili? Surili (Presbytis comata) adalah spesies primata endemik dari Jawa Barat, khususnya menjadi fauna identitas kabupaten Bogor. Surili Jawa dalam bahasa Inggris dinamai dengan beberapa nama seperti Javan Surili, Grizzled Leaf Monkey, Java Leaf Monkey, dan Javan Grizzled Langur, adapun dalam penamaan lokal mereka dikenal dengan nama Lutung Surili Jawa.
Surili biasa dijumpai di kawasan hutan Jawa Barat dan ditemukan pada ketinggian rata-rata 25 meter di kanopi hutan bagian atas (Melisch dan Dirgayusa, 1996). Salah satu keistimewaan primata berekor panjang ini adalah pernah menjadi maskot Pekan Olahraga Nasional (PON) Jawa Barat di tahun 2016. Hal tersebut merupakan bentuk apresiasi dari pemerintah terhadap satwa endemik yang terancam punah (Supriatna dan Wahyono, 2002).
Surili merupakan spesies yang paling waspada di lingkungannya, mereka sensitif terhadap kehadiran predator dan manusia, bila dibandingkan dengan Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) dan Owa Jawa (Hylobates moloch).
Dilansir blog alamendah.org, surili adalah fauna herbivora yang menyukai daun muda, kuncup bunga, buah-buahan dan biji-bijian, serta sesekali memakan serangga, jamur dan tanah. Sesekali surili jawa turun ke tanah untuk memakan tanah guna membantu proses pencernaannya.
Secara morfologi, Surili berukuran kecil dan mempunyai ekor yang panjang. Perubahan warna terjadi mulai dari anak yang baru lahir menuju dewasa. Warna tubuh surili dewasa yaitu hitam atau coklat dan keabuan, mulai dari kepala sampai bagian punggung. Sedangkan untuk warna rambut jambul dan kepala berwarna hitam. Kemudian bagian rambut yang tumbuh di bawah dagu, dada dan perut (ventral), lanjut ke bagian datum lengan dan kaki dan ekor, keseluruhan berwarna putih.
Warna kulit muka surili dan telinganya berwarna hitam pekat agak kemerahan. Surili memiliki iris mata coklat gelap dan rambut alis yang tumbuh mengarah ke depan. Untuk anak surili yang baru lahir akan berwarna putih dan memiliki garis hitam mulai dari kepala hingga bagian ekor.
Untuk berat tubuh surili rata-rata berbobot 6.5 kg, dengan panjang tubuh betina dan jantan hampir sama yaitu berkisaran 430-600 mm dan memiliki panjang ekor 560-720 mm. Surili termasuk binatang diurnal yaitu aktif pada siang hari. Sebagian besar aktifitasnya, termasuk tidur, dilakukan di atas pohon (arboreal).
Surili termasuk satwa dilindungi berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 247/1979, UU RI No. 5/1990, SK Menteri Kehutanan No. 301/1991, dan PP RI No. 7/1999. Satwa ini juga terdaftar sebagai satwa terancam punah oleh IUCN dan Apendix II CITES karena populasinya diperkirakan berjumlah kurang dari 2.500 individu dewasa (Nijman & Richardson 2008). Perburuan liar disinyalir menjadi faktor utama spesies ini semakin terancam keberadaanya di alam.
Berdasarkan penelitian Hilmi (2016), Fakultas Sains dan Teknologi-UIN Sunan Gunung Djati, menjelaskan bahwa Kawasan Cagar Alam Situ Patengan termasuk kawasan yang dihuni oleh primata, salah satunya adalah surili. Habitat surili mulai terganggu karena adanya aktivitas manusia di kawasan wisata yang berdampingan dengan Kawasan Cagar Alam. Dikhawatirkan aktivitas manusia tersebut dapat berdampak terhadap kelangsungan hidup populasi surili.
Penulis: Sarah R. Megumi