Bagi teman-teman penyuka film Harry Potter pastinya tahu betul binatang yang hampir selalu muncul di tiap adegan film bertemakan penyihir ini. Bahkan binatang inipun diceritakan menjadi sahabat dari si pemeran utama. Ada yang bisa menebak? Bukan yang tikus loh. Yak, binatang yang dimaksud adalah burung hantu. Burung hantu identik sebagai burung yang aktif di malam hari (nokturnal). Nah, apakah keberadaan burung unik ini juga terdapat di Indonesia? Mari cari tahu!
Burung hantu merupakan burung menetap, burung yang setia dengan rumah dan lingkungannya. Burung hantu juga tidak akan berpindah selama dirasa aman dan selama makanan di wilayah tersebut masih tersedia. Apabila sulit mendapatkan tikus burung hantu akan bermigrasi atau pindah mencari makan ke daerah yang masih ada tikus namun sifatnya hanya sementara dan akan kembali ke tempat semula.
Secara umum, burung hantu memiliki peranan penting dalam keseimbangan lingkungan disekitarnya. Burung hantu termasuk kedalam jenis burung pemangsa atau raptor dimana diantaranya dapat mengendalikan jumlah populasi hewan yang dimangsa seperti ular, tikus, ataupun serangga. Penurunan populasi burung hantu di alam diakibatkan oleh beberapa faktor, seperti adanya pola deforestasi hutan dan kurangnya informasi terkait hewan tersebut yang kurang diketahui oleh masyarakat secara baik, sehingga banyak yang memanfaatkannya sebagai hewan peliharaan (Yayasan Margasatwa).
Berdasarkan berbagai sumber, burung hantu tersebar hampir di seluruh dunia. Jumlah jenisnya diperkirakan mencapai 141 spesies atau lebih. Di Indonesia saja, sedikitnya terdapat 54 spesies burung hantu asli atau endemik, seperti Beluk Jampuk, Beluk-watu Gunung, Beluk Ketupa, Pungguk Kokodok, Celepuk Rajah, Celepuk Siau, Serak Jawa, dan lain-lain. Salah satu jenis burung hantu yang berstatus Least Concern (berdasarkan IUCN) atau belum ditemukan ancaman secara langsung terhadap spesiesnya di alam adalah Serak Jawa.
Burung Hantu Serak Jawa atau Tyto alba dikenal juga dengan nama Barn Owl. ‘Tyto alba’ sendiri sebenarnya adalah nama latin dari burung hantu berukuran besar ini. Serak Jawa sebenarnya sudah lama dikenal di dunia ini, tetapi baru dideskripsikan oleh seorang naturalis berkebangsaan Italia yang bernama Giovanni Scopoli pada tahun 1769.
Burung ini tidak membuat sarang seperti burung berkicau. Serak Jawa biasanya menggunakan sarang yang sudah ada atau mengambil alih sarang yang ditinggalkan. Burung hantu ini juga bersarang pada bangunan, gedung yang tinggi, serta lubang pohon.
Ciri-ciri khusus Serak Jawa (Setiawan, 2004) seperti kepala besar dan membulat, wajah berbentuk hati berwarna putih dengan tepi kecoklatan, mata menghadap ke depan sehingga mudah dikenali, iris mata berwarna hitam, paruh tajam menghadap kebawah dan warna keputihan. Pada sayap dan punggung terdapat tanda mengkilap. Sayapnya didominasi warna kelabu, sawo matang dan berwarna putih. Kakinya panjang dan sangat kokoh serta mempunyai daya cengkeram yang kuat untuk mencengkram mangsanya.
Serak Jawa yang sudah dewasa memiliki panjang tubuh sekitar 34 cm. Burung betinanya cenderung memiliki ukuran tubuh yang lebih besar (lebih besar sekitar 25%) dibandingkan dengan jenis jantan. Bulunya yang dominan putih membuat Serak Jawa menjadi spesies burung hantu yang paling mudah dikenali diantara burung jenis lainnya. Terlebih lagi bentuk wajahnya yang putih bersih dan menyerupai bentuk hati terlihat begitu khas.
Strategi perburuan Serak Jawa sangat berbeda dengan jenis-jenis burung predator yang lain. Burung-burung predator lain, umumnya mengandalkan kecepatan dan kejutan untuk mendatangi dan menangkap mangsa. Sedangkan perburuan mangsa, Serak Jawa sangat bergantung pada cara terbangnya yang tanpa suara dan pada pendengarannya yang sangat tajam.
Suara yang timbul akibat pergerakan sayap, diredam oleh semacam lapisan yang tampak seperti beludru pada permukaan bulu-bulu sayapnya. Selain itu, tepi sayap Serak Jawa memiliki jumbai-jumbai yang sangat halus yang juga berfungsi untuk meredam bunyi kepakan sayap. Cara terbang yang tanpa suara ini menyebabkan mangsa tidak mampu mendengar pergerakan Serak Jawa dan juga membantu pendengaran burung hantu ini sendiri.
Penulis: Sarah R. Megumi