Secang (Caesalpinia sappan L.) merupakan tanaman yang sudah lama banyak digunakan sebagai obat tradisional. Secara konvensional, pemanfaatan tanaman secang oleh masyarakat juga cukup luas. Selain daun, buah, dan biji, bagian yang sering digunakan adalah potongan atau serutan kayunya.
Secang tumbuh liar di daerah pegunungan berbatu yang tidak terlalu dingin, tetapi kadang juga ditanam sebagai pembatas kebun. Tanaman ini menyenangi tempat terbuka dan dapat ditemukan hingga ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut. Cara mengembangkannya dapat diperbanyak dengan biji.
Baca juga: Avicennia marina, Sumber Pangan dan Obat Masyarakat Pesisir
Pertumbuhan secang tersebar di India, Malaysia, dan Indonesia. Pada setiap daerah tanaman herbal ini mempunyai nama yang berbeda, antara lain seupeueng (Aceh), sepang (Gayo), sopang (Batak), cang (Bali), sepel (Timor), kayu sema (Manado), sapang (Makassar), roro (Tidore) (Dalimartha, 2009).
Secang termasuk jenis perdu dengan ketinggian lima sampai sepuluh meter. Batangnya bulat dan berwarna hijau kecokelatan. Ciri daunnya majemuk menyirip ganda dengan panjang 25 hingga 40 sentimeter. Sementara jumlah anak daun sebanyak 10 sampai 20 pasang dan letaknya berhadapan. Anak daun tidak bertangkai, berbentuk lonjong, berujung bulat, dan berwarna hijau.
Buah secang termasuk buah polong dengan panjang delapan sampai sepuluh sentimeter, lebar tiga hingga empat sentimeter. Ujung buahnya ibarat paruh dan berisi tiga sampai empat biji. Apabila masak warnanya akan berubah menjadi hitam. Biji secang berwarna kuning kecokelatan dan berbentuk bulat memanjang. Panjangnya antara 15-18 mm, lebar 8-11 mm, dan tebal 507 mm (Herbie, 2015). Bunga secang merupakan bunga majemuk berbentuk malai yang keluar dari ujung tangkai dengan panjang 10-40 cm. Sedangkan mahkota bunga berbentuk tabung dan berwarna kuning.
Kayu secang memiliki rasa sedikit manis dan hampir tidak berbau. Sering juga digunakan sebagai obat untuk berbagai macam penyakit seperti luka, batuk berdarah (muntah darah), darah kotor, penawar racun, sipilis, penghenti pendarahan, pengobatan pasca bersalin, demam berdarah, dan katarak mata. Kayu secang mengandung komposisi yang memiliki kemampuan sebagai antioksidan dan antimikroba (Sundari et al., 1998).
Baca juga: Manfaat Tanaman Senggugu untuk Pengobatan Tradisional
Secara kimia, kayu secang mengandung brazilin, brazilein, asam galat, tanin, resin, resorsin, dan d-α-phellandrene. Daun dan rantingnya mengandung tetraacetylbrazilin, proesapanin A, 0,16 hingga 0,20 persen minyak atsiri yang berbau enak dan hampir tidak berwarna (Dalimartha, 2009).
Jika dilarutkan atau direbus dalam air, kayu secang akan menghasilkan warna merah muda. Pigmen merah ini disebut antosianin dan bersifat mudah larut dalam air panas. Warna tersebut juga dapat digunakan untuk bahan pengecatan, pewarna pada bahan anyaman, kue, minuman, atau tinta.
Di Sulawesi, teh secang dikenal karena memberi warna pada air minum. Kayu secang juga merupakan salah satu ramuan yang digunakan dalam pembuatan minuman tradisional Betawi seperti bir pletok (Sasmito, 2017).
Penulis: Sarah R. Megumi