Tidak seperti pohon peneduh pada umumnya, sakaki dikenal sebagai salah satu tanaman paling suci yang ada di Negeri Sakura. Nama pohon ini tercatat dalam kitab kuno Kojiki. Eksistensinya terbilang penting karena diyakini “terlibat” dalam pembentukan peradaban Jepang.
Sakaki mempunyai nama ilmiah Cleyera japonica. Pohon ini sejatinya berasal dari sejumlah daerah meliputi Jepang, Taiwan, Tiongkok, Myanmar, Nepal, sampai ke utara India.
Melalui klasifikasinya, dapat diketahui bahwa C. japonica berasal dari famili Pentaphylacaceae dan genus Cleyera. Genus ini membawahi 21 spesies yang tersebar dari Meksiko, Amerika Tengah, dan Asia Timur.
Secara harfiah, nama “sakaki” berasal dari kata ki yang bemakna “kayu” atau “pohon,” dan kami yang berarti “dewa” atau “roh.” Flora ini terlibat dalam berbagai upacara dan ritual bagi para pemeluk agama Shinto.
Morfologi dan Ciri-Ciri Pohon Sakaki
Pohon sakaki dapat kita tandai dari daunnya yang berbentuk lonjong, berwarna hijau, serta memiliki permukaan yang cukup halus. Tanaman ini tergolong berukuran sedang, sebab dapat berbiak setinggi 10 meter.
Jika diukur, panjang daunnya sendiri berkisar 6–10 cm. Permukaannya berwarna hijau kekuningan, sedangkan batangnya berwarna cokelat kemerahan tua dengan permukaan yang licin bila disentuh.
Flora ini menghasilkan bunga berukuran kecil pada awal musim panas. Aromanya tercium sangat wangi saat mekar, dengan warna putih krem dan berbentuk seperti mangkuk atau lonceng.
Bunga-bunga cantik ini muncul dari ketiak daun. Pertumbuhannya terjadi secara soliter atau dalam kelompok kecil (2–5 kuntum), yang diikuti oleh pertumbuhan buah beri berwarna merah dan hitam.
Di daerah asalnya, spesies C. japonica tumbuh di kawasan yang hangat dan bersuhu lembap. Mereka membutuhkan sinar matahari penuh untuk berbiak, dengan karakteristik media tanah berdrainase baik.
Manfaat dan Kegunaan Pohon Sakaki
Kayu dan batang sakaki diolah menjadi berbagai macam peralatan, salah satunya adalah sisir. Selain itu, bagian ini juga berguna sebagai kayu bakar hingga material bangunan berkualitas tinggi.
Namun, spesies C. japonica sendiri dikenal sebagai salah satu flora yang dilindungi karena “kesuciannya.” Bahkan untuk menebang pohon ini, kita harus meminta izin dulu kepada Dewa Gunung Yama-tsumi.
Di kuil Shinto, tumbuhan berordo Ericales itu ditanam bersama pohon suci (shinboku) lainnya, seperti hinoki dan kansugi. Mereka tidak cuma berfungsi sebagai ornamen, tetapi juga pagar penjaga kuil.
Cabang-cabang dari pohon ini juga berguna untuk membuat tamagushi. Itu merupakan persembahan dari para pendeta kepada dewa, yang digunakan dalam upacara perkawinan, kematian, dan sebagainya.
Belum dapat dipastikan apakah buah dan daun tanaman ini dapat diolah menjadi makanan. Namun pemanfaatannya sendiri memang terpusat pada praktik keagamaan, bukan kebutuhan komersial.
Pohon Sakaki dalam Kepercayaan Shinto
Para pemeluk agama Shinto memang tidak bisa dilepaskan dari nama pohon sakaki. Ini merupakan pohon yang dibawa oleh para dewa untuk membujuk Dewi Matahari yang sedang bersembunyi di dalam gua.
Dalam kitab Kojiki, dahulu kala hiduplah sepasang orang suci bernama Izanagi dan Isanami. Mereka melahirkan banyak keturunan, yang kemudian dikenal sebagai dewi dan dewa bagi masyarakat Jepang.
Susanoo, anak laki-laki Izanagi dan Isanami, dikenal sebagai Dewa Badai. Sedangkan anak perempuannya Amaterasu, dikenal sebagai Dewi Matahari yang lahir dari mata kiri sang ayah.
Susanoo ditugaskan untuk memimpin lautan. Namun sebelum pergi, ia justru menghancurkan lingkungan sekitar hingga menyebabkan tempat tinggal Amaterasu porak-poranda.
Melihat tempat tinggalnya hancur, Amaterasu merasa sangat kesal dan menutup diri ke dalam gua. Ini membuat dunia menjadi gelap, sehingga dewa-dewa lain harus memancingnya ke luar dengan pohon sakaki.
Taksonomi Spesies Cleyera Japonica
Penulis : Yuhan al Khairi