Purun tikus atau Eleocharis dulcis merupakan tumbuhan khas lahan rawa. Rumput dari tanaman ini banyak dijumpai di daerah pasang surut yang bertanah sulfat masam. Purun tikus sering dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan tangan berupa tas, tikar, dan banyak lagi.
Tumbuhan ini tergolong dalam family Cyperaceae. Purun tikus mempunyai nama lain Waterchestnut (Inggris), Matai dan Biqi (Canton), dan Haeo (Thailand). Purun tikus merupakan tanaman yang berasal dari lahan basah di Asia Tenggara. Tanaman ini merupakan tanaman yang menyukai air dan tumbuh pada kondisi genangan air. Eleocharis dulcis mempunyai beberapa manfaat baik di lahan budidaya maupun diambil sebagai bahan baku produk olahan.
Purun tikus dapat menjaga tanaman para petani dari serangan hama serangga. Tanaman ini berfungsi sebagai pengendali alami hama penggerek batang padi putih (Scirpophaga innotata). Ia dapat tumbuh sepanjang tahun, terutama pada lahan yang selalu berair seperti tepi sungai dan saluran tersier. Tumbuhan ini mempunyai rimpang pendek dengan stolon memanjang berujung bulat gepeng, berwarna kecoklatan sampai hitam. Batangnya tegak, tidak bercabang, berwarna keabuan hingga hijau mengilap dengan panjang 50−200 cm dan tebal 2−8 mm.
Baca juga: Longkida, Tanaman Rawa yang Tak Hanya Unggul Merehabilitasi Lahan
Daun purun tikus berwarna cokelat kemerahan sampai lembayung, tanpa lidah daun. Bunganya bulir majemuk, terletak pada ujung batang dengan panjang 2−6 cm dan lebar 3−6 mm. Umumnya, terdiri atas banyak buliran berbentuk silinder dan bersifat hermafrodit. Buahnya berbentuk bulat telur sungsang, berwarna kuning mengilap sampai cokelat (Steenis, 2003).
Fungsi tanaman purun tikus yakni sebagai sumber bahan organik dan biofilter yang mampu menyerap unsur beracun atau logam berat seperti besi (Fe), sulfur (S), merkuri (Hg), timbal (Pb), dan kadmium (Cd) (Asikin dan Thamrin, 2011). Berdasarkan tulisan Ramadhani Kurnia Adhi, dalam kajian ilmiah Balai Besar Pelatihan Pertanian Binuang (2018), purun tikus bermanfaat sebagai tanaman penyerap limbah industri kelapa sawit.
Industri pengolahan kelapa sawit menghasilkan limbah dengan kandungan timbal (Pb) dan Cadmium (Cd) yang tinggi. Apabila limbah ini langsung dibuang ke lingkungan, akan menyebabkan polusi bagi lingkungan. Purun tikus mampu menyerap timbal pada limbah cair industri kelapa sawit melalui akar dan disimpan pada akar sebesar 0,32−0,54 ppm dan pada batang 0,24−0,27 ppm (Astuti, 2008).
Purun tikus juga berpotensi sebagai penyerap logam berat Cadmium sehingga kandungannya di dalam air dapat berkurang. Penyerapan logam timbal dan Cadmium oleh purun tikus dapat mengurangi pencemaran oleh limbah cair industri kelapa sawit. Purun tikus juga dapat digunakan sebagai biofilter untuk membersihkan merkuri pada perairan.
Selain unggul sebagai tanaman penjaga kualitas air dan penghasil bahan baku produk olahan, tanaman ini juga merupakan penghasil sayuran. Sudah sejak lama umbi purun tikus dimanfaatkan masyarakat China sebagai sayuran. Bagian tanaman yang diambil adalah umbinya.
Baca juga: Cucak Rawa, Burung Kicauan yang Mudah Stres
Umbi purun tikus dapat dimakan sebagai sayuran mentah atau dimasak. Pengolahannya dapat dibuat omelet, sayur berkuah, salad, masakan dengan daging atau ikan, bahkan dibuat kue. Jika dimakan mentah, rasanya sedikit manis dan renyah. Umbi purun tikus dapat dimasak dengan cara diiris tipis dalam sup, dicincang sebagai bahan gulung telur, atau ditumis bersama kacang polong, minyak kelapa, dan jahe.
Umbi tanaman ini adalah bahan utama makanan pencuci mulut. Di Thailand terkenal dengan sebutan tabtim krob. Sementara di Barat mereka kadang-kadang dibungkus dengan bacon strip sebagai hors d’oeuvre.
Di alam, purun tikus bisa jadi berperan sebagai gulma, tetapi karena keunikan bentuknya, ia juga dimanfaatkan sebagai tanaman hias. Purun tikus mempunyai keunggulan di antaranya mudah diperbanyak, dirawat, ditata dalam pot berisi air atau kolam.
Penulis: Sarah R. Megumi