Lalat, umumnya gemar hinggap tempat-tempat yang kotor dan banyak sampah. Tidak heran kehadiran serangga ini pun sangat meresahkan manusia. Akan tetapi tidak semua lalat mengganggu manusia lho, seperti si “Lalat Tentara Hitam” yang ternyata memiliki manfaat.
Lalat Tentara Hitam (Hermentia Illucens), atau dalam bahasa Inggris Black Soldier Fly (BSF) merupakan jenis lalat dari sekian banyak jenis yang paling bermanfaat bagi manusia. Lalat ini gemar mengonsumsi sampah organik.
Pemanfaatan lalat jenis ini dapat menjadi salah satu inovasi penanganan dan pengolahan sampah organik di Indonesia. Larva Lalat Tentara Hitam biasanya dimanfaatkan untuk mengolah sampah organik, juga untuk bahan pakan ternak. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian bahwa Lalat Tentara Hitam dapat mengurangi bakteri jahat yang ada di sampah, di antaranya Salmonella dan E. coli.
Berdasarkan kajiian ilmiah, Lalat Tentara Hitam memiliki beberapa karakter diantaranya: 1) dapat mereduksi sampah organik; 2) dapat hidup dalam toleransi pH yang cukup tinggi; 3) tidak membawa gen penyakit; 4) mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi (40-50%); 5) masa hidup sebagai larva cukup lama (± 4 minggu); dan 6) mudah dibudidayakan (Jurnal BIOSFER, J.Bio. & Pend.Bio, 2017).
Lalat Tentara Hitam tersebar hampir di seluruh dunia. Umumnya, mereka ditemukan hampir di semua daerah beriklim tropis. Famili lalat ini yaitu Stratiomydae, merupakan kelompok yang cukup besar dengan sekitar 260 spesies yang telah dikenal di Amerika Utara. Famili ini tidak termasuk golongan hama, dan umumnya sering ditemukan di bunga-bungaan.
Penyebarannya memang hampir diseluruh wilayah, namun tidak di temukan pada habitat dan makanan manusia, sehingga larva Lalat Tentara Hitam atau dikenal dengan belatung atau “maggot” lebih higienis jika di bandingkan dengan lalat rumah (Musca sp) atau lalat hijau (Challipora sp).
Lalat Tentara Hitam menyukai aroma media yang khas sehingga tidak semua media dapat dijadikan tempat bertelur bagi lalat ini (Jurnal BIOSFER, J.Bio. & Pend.Bio, 2017).
Hingga saat ini maggot lalat jenis ini tidak terdeteksi sebagai penyebab penyakit. Salah satu alasannya juga dikarenakan lalat ini tidak memiliki mulut. Mereka hanya memiliki alat pengecap untuk memperoleh cairan dari tempat yang lembab. Berbeda dengan lalat yang lain yang memiliki mulut untuk memakan sampah, kebiasaan makan sampah inilah yang menyebabkan kebanyakan lalat menjadi sumber penyakit.
Lalat ini termasuk ke dalam ordo Diptera. Serangga-serangga yang tergolong dalam ordo ini bermetamorfosis sempurna (holometabola). Dalam siklus hidupnya lalat ini mengalami fase telur, larva, pupa, dan imago. Secara morfologi lalat dewasa berukuran sedang besar, tampak seperti lebah (wasplike), dan hanya membutuhkan air untuk mempertahankan hidup.
Jenis lalat ini menghasilkan kelompok telur (juga biasa disebut ovipositing). Lalat betina meletakkan sekitar 400 hingga 800 telur di dekat bahan organik yang membusuk dan memasukkannya ke dalam rongga-rongga yang kecil, kering, dan terlindung. Betina tersebut akan mati tidak lama setelah bertelur.
Telur-telur diletakkan dekat dengan bahan organik yang membusuk supaya saat menetas nanti larva-larvanya dapat dengan mudah menemukan sumber makanan di sekitar mereka.
Larva yang baru menetas berukuran hanya beberapa millimeter, kemudian segera mencari makan dan memakan sampah organik di sekitarnya. Larva akan memakan bahan organik yang membusuk tersebut dengan rakus, sehingga ukuran tubuhnya yang awalnya hanya beberapa millimeter itu akan bertambah panjangnya menjadi 2,5 cm dan lebarnya 0,5 cm, sedangkan warnanya menjadi agak krem.
Sampah organik yang dikonsumsi oleh larva atau maggot lalat ini kemudian dikumpulkan dan dijadikan pakan untuk unggas dan ikan lele. Maggot serangga ini juga memiliki nilai kandungan protein, asam amino dan mineral yang tinggi, oleh karenanya cocok menjadi pakan ternak.
Penulis : Sarah R. Megumi