Sungai Mahakam merupakan sungai terpanjang dan terbesar di Provinsi Kalimantan Timur dan menjadi habitat dari pesut (Orcaella brevirostris). Pesut mahakam juga dikenal dengan istilah ‘irrawaddy dolphin’. Tidak seperti mamalia air lain seperti lumba-lumba dan ikan paus yang hidup di laut, pesut mahakam hidup di sungai-sungai daerah tropis.
Populasi satwa yang berstatus ‘Rentan’ bahkan tergolong kritis ini hanya terdapat di tiga sungai besar, yakni Sungai Irrawaddy di Myanmar, Sungai Mekong di Kamboja dan Laos, dan area Delta Mahakam di Indonesia. Hingga saat ini masih banyak orang awam yang salah menafsirkan antara pesut mahakam dengan ikan. Terkadang satwa ini sering disebut ‘ikan pesut’ padahal pesut mahakam termasuk lumba-lumba, dan golongan lumba-lumba adalah mamalia, bukan ikan.
Pesut mahakam lebih menyukai perairan di dekat pesisir dan muara, termasuk perairan yang sangat berlumpur dan perairan keruh yang terdapat agak ke pedalaman di sungai-sungai besar, tenang dan tidak mencolok. Beberapa catatan menyebutkan bahwa habitat pesut mahakam pernah terlihat di Sungai Kapuas (Kalimantan Barat), Sungai Barito (Kalimantan Selatan), Sungai Kahayan (Kalimantan Tengah), Sungai Kumai (di sekitar Tanjung Puting), dan ada juga yang melaporkan bahwa pesut mahakam ditemukan di wilayah Jawa, Sumatera serta Papua.
Ketika membahas tentang lumba-lumba irrawaddy di Indonesia, terdapat dua kelompok besar yakni kelompok individu yang hidup di perairan laut pesisir pulau-pulau di Indonesia (pesut) dan kelompok lainnya yang hidup di perairan tawar Sungai Mahakam Kalimantan Timur (pesut mahakam).
Kelompok yang hidup di Sungai Mahakam adalah satu-satunya kelompok lumba-lumba air tawar yang ada di Indonesia hingga saat ini. Sementara yang ada di pesisir merupakan pesut laut dan bukan pesut air tawar. Oleh karena itu, jika ada lumba-lumba irrawaddy (pesut) di sungai-sungai lainnya, maka itu bukanlah lumba-lumba air tawar melainkan lumba-lumba laut pesisir yang menjelajah masuk ke perairan sungai dan tidak menetap di sungai-sungai tersebut.
Dari segi morfologinya, satwa dari ordo Cetacea ini mempunyai panjang tubuh maksimal 2,75 meter dengan berat 90-200 kg. Tubuh pesut mahakam mirip torpedo. Bagian sirip punggungnya rendah, triangular, sedikit berbentuk sabit. Pada kepalanya berbentuk melon (tumpul dan membulat), tidak bermoncong, memiliki lipatan leher yang khas dan jelas.
Garis mulut pesut yang naik ke atas membuat mamalia ini terlihat seperti sedang tersenyum. Tubuhnya berwarna abu-abu dan pada bagian bawahnya berwarna pucat. Ekornya memiliki median notch (tonjolan di batang ekor) yang dangkal dengan tepi yang meruncing, sebagai alat pertahanan utama pada tubuh yang berguna untuk memperdaya musuh.
Berdasarkan sumber yang didapat dari kajian ilmiah, pesut mahakam termasuk mamalia yang hidup berkelompok antara 3-7 ekor. Setiap satu atau dua menit mereka akan muncul ke permukaan untuk bernapas. Selain itu, aktivitasnya adalah bermain dan makan. Perilaku makan pesut mahakam adalah dengan menyemprotkan air dari dalam mulutnya, yang berguna untuk melemaskan ikan sebagai mangsanya.
Pesut mahakam ditetapkan sebagai Spesies Prioritas untuk kelompok mamalia di Indonesia, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 57 Tahun 2008 tentang Arahan Strategis Konservasi Spesies Nasional 2008-2018 (Kemenhut, 2008).
Berkurangnya populasi pesut mahakam dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya akibat jaring insang yang dipasang oleh nelayan. Pesut mahakam memiliki kecenderungan untuk memangsa ikan-ikan yang terjerat di jaring insang (Kreb, 2004). Nelayan sering menggunakan keberadaan pesut mahakam sebagai indikator waktu dan lokasi bagi mereka untuk menangkap ikan, sehingga banyak dari mamalia laut ini ikut terjebak atau terjaring oleh nelayan. Apabila terjerat dan tidak mampu melepaskan diri lagi maka satwa ini akan mati karena tidak bisa ke permukaan untuk bernafas.
Ditambah lagi, seperti yang diberitakan oleh Greeners edisi 12 Mei 2016, Sungai Kedaung Kepala yang merupakan sungai kedua habitat utama pesut mahakam diduga terganggu oleh aktivitas transpor ponton.
Menurut studi yang dilakukan oleh Yayasan Konservasi RASI dari tahun 1999 hingga sekarang, populasi pesut telah diambang kepunahan dengan jumlah populasi kurang dari 90 ekor. Studi lain juga menunjukkan bahwa hanya tersisa tiga dari lima anak sungai yang dulunya dapat dipergunakan oleh pesut tanpa gangguan ponton batubara, namun saat ini hampir tidak ditemukan lagi populasinya di tiga anak sungai tersebut.
Penulis: Sarah R. Megumi