Penyu Hijau atau Chelonia mydas merupakan salah satu spesies terbesar yang berasal dari keluarga Cheloniidae (penyu-penyuan). Meski terkenal memiliki usia yang panjang, sayangnya populasi mereka saat ini begitu kritis bahkan terancam punah.
Bila kita lihat dari habitatnya, hewan bergenus Chelonia ini menyebar di sekitar perairan tropis hingga subtropis. Mereka banyak hidup di area laut Samudra Atlantik serta Samudra Pasifik.
Di Tanah Air, peta persebaran Chelonia mydas terbilang sangat merata. Mereka bisa kita temukan di hampir seluruh wilayah Indonesia, terutama pada kawasan perairan yang dangkal.
Menurut pakar, spesies penyu hijau dapat hidup hingga usia 80-90 tahun. Hanya saja, populasi mereka terus mengalami penurunan seiring tingginya aktivitas perburuan satwa di alam liar.
Morfologi dan Ciri-Ciri Penyu Hijau
Chelonia mydas atau yang lebih terkenal sebagai Green Turtles oleh publik internasional adalah hewan bertempurung punggung (karapas), dengan karaktersitik bersisik yang tidak tumpang tindih.
Mulanya masyarakat awam mengira, pemberian nama ‘penyu hijau’ berdasar pada warna karapas yang mereka memiliki. Padahal corak karapas di dorsal tukik (anak penyu) sejatinya berwarna hitam.
Lantas, bagaimana kata ‘hijau’ bisa tersemat pada nama fauna laut ini? Ternyata, urusan penamaan tersebut diadaptasi dari lemak pada jaringan tubuh mereka yang berwarna hijau.
Warna tempurung green turtles sendiri bervariasi. Ketika masih remaja, warna karapas umumnya terlihat agak cokelat dengan bercak kekuningan yang menyebar.
Namun, perbedaan terbesar antara spesies penyu hijau dan penyu lainnya justru terletak pada sepasang sisik prefrontal dan empat buah sisik postorbital pada area kepala mereka.
Chelonia mydas dapat berbiak sepanjang 0,9-1,5 m, dengan bobot tubuh rerata mencapai 190 kg.
Mereka memiliki cakar yang tajam pada kaki depannya. Masing-masing flipper (sirip tangan) penyu mempunyai satu kuku, dengan ukuran flipper depan lebih panjang daripada bagian belakang.
Makanan, Habitat dan Pola Reproduksi Penyu Hijau
Tidak cuma ilmiah, klasifikasi penyu hijau juga bisa kita identifikasi berdasarkan makanan, habitat dan pola reproduksinya. Agar lebih mengenal fauna laut menakjubkan ini, simak jabaran berikut:
1. Makanan Penyu Hijau
Melansir jurnal Universitas Udayana, tukik hijau memangsa kepiting kecil, ubur-ubur, dan jenis sponge sebagai santapan. Namun saat dewasa, pola makannya mulai berubah jadi lebih herbivor.
Di laut lepas, green turtles hidup dengan memakan rumput laut dan macam-macam ganggang. Itu sebabnya, kedua flora ini banyak bertumbuhan di sekitar habitat mereka.
2. Habitat Penyu Hijau
Kawasan laguna dan pesisir adalah lokasi pertumbuhan alga dan rumput laut. Ahli pun mereken spesies Chelonia mydas sangat senang berada di sekitar area ini.
Begitu pekik hijau menetas dan masuk ke lautan, jarang ada yang kembali ke daratan. Mereka memilih tinggal di sekitar pantai dan menetap di perairan laut dangkal hingga musim kawin.
3. Pola Reproduksi
Menurut pakar, penyu hijau mampu memproduksi sekitar 115 telur di sarangnya. Tiap telur yang mereka hasilkan membutuhkan waktu inkubasi selama 60 hari sebelum akhirnya dapat menetas.
Saat penyu betina berkembang biak, mereka akan melakukan migrasi panjang ke pantai atau lokasi-lokasi yang mereka sukai untuk melahirkan bayi-bayinya.
Perkawinan antara dua penyu dewasa dewasa sendiri terjadi di lepas pantai satu atau dua bulan sebelum peneluran pertama pada musim kawin.
Populasi dan Status Konservasi Chelonia mydas
Lembaga International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) memasukkan spesies penyu hijau ke dalam daftar merah mereka dengan status genting atau Endangered.
Di Indonesia sendiri, pemerintah telah mengeluarkan maklumat perlindungan spesies Chelonia mydas melalui UU No. 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Namun, masih ada saja masyarakat yang berburu telur penyu untuk diperjualbelikan dan dikonsumsi. Perburuan liar merupakan salah satu faktor terbesar penyebab kepunahan jenis green turtles.
Para pemburu menilai satwa ini memiliki nilai ekonomis tinggi karena cangkak atau karapasnya dapat menjadi aksesoris, seperti gelang, liontin, hingga diawetkan menjadi pajangan.
Tidak cuma itu, masifnya pembangunan kawasan pesisir pantai dan aktivitas perikanan di laut juga memengaruhi kelangsungan hidup fauna yang satu ini.
Maka dari itu, untuk melestarikan keberadaan Chelonia mydas di habitatnya sejumlah daerah dimanfaatkan sebagai tempat pembiakkan, salah satunya di kawasan Kepala Burung, Papua Barat.
Wilayah tersebut merupakan pusat peneluran penyu belimbing, penyu sisik, penyu lekang, dan penyu hijau di Pasifik Barat. Warga dan pemerintah pun mengontrol kegiatan ini secara intensif.
Taksonomi Penyu Hijau
Referensi:
Laman Loka Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut Sorong
Dharmadi Dharmadi dan Ngurah Nyoman Wiadnyana, Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia
Maulid Dio Suhendro, Universitas Udayana
Penulis: Yuhan Al Khairi, Putu Wiena Vedasari