Orang lebih banyak mengenal tanaman hias lidah mertua (Sansevieria) sebagai tanaman yang ampuh menyerap zat polutan. Namun nyatanya tidak hanya lidah mertua yang memiliki khasiat menyerap polutan, ada tanaman hias lain berasal dari suku paku-pakuan memiliki keunggulan yang sama, yakni Nephrolepis exaltata atau dikenal sebagai “Paku Pedang”.
Paku Pedang yang tergolong tumbuhan herba ini mampu menyerap zat polutan dan menetralisir polutan seperti formaldehida, xylene, dan karbon monoksida dari udara.
Tanaman ini efektif menyerap karbon monoksida di udara sekitarnya akibat pembakaran tidak sempurna seperti asap rokok, asap kendaraan bermotor serta asap kebakaran hutan dan lahan. Ia juga mampu menyerap bau cat tembok dan kayu yang sangat menyengat.
Dalam menetralkan zat polutan, tanaman paku pedang mengubah zat berbahaya tersebut menjadi oksigen melalui proses fotosintesis, sehingga menghasilkan udara yang aman untuk dihirup makhluk hidup lainnya.
Secara umum, tumbuhan paku telah banyak dimanfaatkan antara lain sebagai tanaman hias, sayuran dan bahan obat-obatan. Tumbuhan paku turut memberikan manfaat dalam memelihara ekosistem hutan antara lain dalam pembentukan tanah, pengamanan tanah terhadap erosi, serta membantu proses pelapukan serasah hutan.
Dari asal usulnya, Paku Pedang (Nephrolepis exaltata) merupakan tanaman pendatang berasal dari Amerika, Meksiko, India Barat, dan Afrika. Paku pedang banyak ditemukan di daerah hutan dan rawa-rawa, namun juga banyak dipelihara di dalam rumah maupun di kebun.
Tidak membutuhkan banyak pemupukan, dan berkembang lebih baik di daerah sejuk, agak lembab, dan terkena cahaya secara tidak langsung, sehingga membuat tanaman ini mudah dipelihara.
Paku Pedang mudah beradaptasi dengan lingkungannya karena bersifat epifit (tumbuh menumpang pada tumbuhan lain) serta memiliki rhizoma (rimpang) atau batang menjalar yang tahan kering dan menjalar kemana-mana.
Secara morfologi, berdasarkan situs ksdae.menlhk.go.id, Paku Pedang memiliki ‘ental’ atau daun yang tumbuh dengan proses yang khas tumbuhan paku. Daunnya memanjang berbentuk seperti pedang. Tepi daunnya sedikit bergerigi dan memiliki batang yang menjalar diatas atau dibawah permukaan tanah.
Umumnya tumbuhan paku dibedakan menjadi dua bagian utama yaitu organ vegetatif yang terdiri dari akar, batang, rimpang, dan daun. Sedangkan organ generatif terdiri atas spora, sporangium, anteridium, dan arkegonium.
Paku Pedang mempunyai kandungan minyak esensial yang tinggi. Komponen ini merupakan antioksidan dan agen anti inflamasi yang dapat dimanfaatkan dalam melawan stres oksidasi dan inflamasi akibat inhalasi bahan kimia (inhalasi adalah proses di mana manusia menghirup udara ke paru-paru).
Dari keunggulannya, tanaman Paku Pedang juga dipakai dalam pembuatan masker herbal untuk memproteksi saluran pernafasan. Seperti dalam Laporan Hasil Penelitan oleh Arindran Adi Rahardja, Program Pendidikan Sarjana Kedokteran, Universitas Diponegoro (2017), yang menyebutkan bahwa Paku Pedang mempunyai kemampuan sebagai filter paparan bahan kimia terutama volatile organic compound (VOC), sebagai antioksidan.
VOC dapat berasal dari berbagai hal seperti cat, pemutih, bensin, gas buang, pembakaran, dan lain lain. Potensi tersebut dapat dimanfaatkan dalam bentuk ‘masker herbal’ untuk mencegah terjadinya gangguan imunitas akibat paparan bahan kimia di lingkungan kerja.
Dalam laporan penelitian Arindran (2017), menjelaskan ‘masker herbal’ dibuat dengan cara menghaluskan tanaman paku pedang menggunakan alat blender, kemudian dicampur dengan lem kanji. Adonan dimasukkan ke dalam air dan bagian-bagian yang masih kasar seperti batang dipisahkan dengan cara disaring menggunakan rem kawat. Bagian adonan yang tersaring kemudian dipadatkan dan dikeringkan. Lembaran masker herbal kemudian diolah sedemikian rupa sehingga terbentuk masker yang mudah dipakai.
Penulis : Sarah R. Megumi