Jamblang kini termasuk buah lokal yang langka. Faktor kelangkaan tersebut disebabkan karena minimnya pembudidayaan dan pengetahuan masyarakat terhadap manfaat buah berwarna kehitaman ini. Padahal ia berguna sebagai sumber antioksidan alami bagi tubuh.
Syzigium cumini (L.) atau jamblang, dikenal juga dengan nama Duwet. Buahnya memiliki rasa sepat masam dan berwarna ungu kehitaman. Di beberapa daerah, jamblang memiliki nama yang berbeda. Misalnya, di Aceh disebut jambee kleng, di Gayo, Aceh, bernama jambu kling, di Riau, Sumatera, jambu koliong, di Flores, Nusa Tenggara Timur, jambulan, dan di Ternate, Maluku, jambula.
Baca juga: Kayu Susu, Tanaman Obat yang Mulai Langka
Di dataran rendah, jamblang dapat tumbuh di ketinggian 500 hingga 1.800 meter di atas permukaan laut. Dengan tingkat curah hujan merata atau lebih dari 1.000 milimeter per tahun, pertumbuhannya cukup subur. Di berbagai negara seperti Asia dan Australia, buah ini juga dikembangkan. Persebaran alaminya berada di Himalaya bagian subtropis, India, Sri Lanka, termasuk Indonesia.
Kandungan buah jamblang terdiri dari antosianin yang berperan sebagai penangkal radikal bebas. Di dalam tubuh, radikal bebas bertindak dalam proses terjadinya beberapa penyakit. Paparannya cukup luas dalam kehidupan, mulai dari polusi hingga makanan yang tidak sehat (Winarsi, 2007). Sedangkan kulitnya mengandung berbagai zat seperti vitamin C, vitamin A, Riboflavin, kolin, asam folat, dan asam amino. Ekstrak buah digunakan sebagai obat hipolipidemia untuk menurunkan kadar kolesterol berlebih dalam darah.
Mengonsumsi buah ini dapat mengurangi penumpukan kolesterol pada tubuh. Pada dosis 20 mg/200 gram dan 40 mg/200 gram buah jamblang dapat mencegah kenaikan tekanan darah dalam kondisi stres akut. Dosis tersebut juga setara dengan efek vitamin E atau antioksidan komersial.
Penulis: Ridho Pambudi