Selain pinang dan matoa, terdapat tanaman asli Papua yang tidak kalah terkenal bernama mahkota dewa. Bernama latin Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl, tanaman ini termasuk ke dalam famili Thymelaceae. Mahkota dewa dapat ditemukan di pekarangan sebagai tanaman hias atau di kebun sebagai tanaman peneduh.
Sebagai perdu, tanaman ini tumbuh subur di ketinggian 10 sampai 1.200 meter di atas permukaan laut (Altaf et al., 2013; Soeksmanto et al., 2007). Pohonnya akan tumbuh dengan baik jika ditanam di tanah yang gembur dan mengandung bahan organik tinggi.
Tanaman ini juga dikenal dengan nama God’s Crown, simalakama, makutadewa, makuto rajo, makuto ratu, dan makuto mewo (Nur et al., 2014). Mahkota dewa merupakan pohon yang lengkap karena memiliki batang, daun, bunga, dan buah. Tingginya berkisar antara 118 meter dengan batang berwarna cokelat dan kayu berona putih. Umur produktif dari tanaman ini sekitar 10-20 tahun (Altaf et al., 2013).
Baca juga: Waru, Tumbuhan Peneduh yang Mengandung Zat Antiseptik
Secara morfologi mahkota dewa memiliki batang yang bulat, berpermukaan kasar, berwarna cokelat, berkayu, bergetah, dan bercabang simpodial atau terbagi menjadi dua. Tanaman ini memiliki daun tunggal yang letaknya berhadapan. Tangkainya pendek, berbentuk lanset atau jorong dengan ujung runcing, dan bertepi rata. Pertulangan tangkainya menyirip dengan permukaan licin, berwarna hijau tua, dan memiliki panjang 7-10 sentimeter serta lebar 3-5 sentimeter.
Bunga mahkota dewa keluar sepanjang tahun atau tak kenal musim, tetapi paling banyak muncul pada musim hujan. Letak bunganya tersebar di batang atau ketiak daun. Bentuknya seperti tabung yang berukuran kecil, berwarna putih, dan harum.
Sedangkan buahnya berstruktur bulat dengan diameter 3 sampai 5 sentimeter. Permukaannya licin, beralur, dan ketika muda bercorak hijau dan merah setelah masak. Ukurannya pun bervariasi, dari sebesar bola pingpong sampai apel merah.
Daging buah mahkota dewa berwarna putih, berserat, dan berair. Bijinya bulat, keras, dan berwarna cokelat. Sedangkan akarnya tunggang bercorak kuning kecokelatan. Mahkota dewa dapat dikembangkan secara vegetatif dan generatif (Kurniasih, 2010).
Buah dan bijinya memiliki berbagai macam peran biologis yang dimanfaatkan dalam bentuk ekstrak seperti antimikroba, antiinflamasi, dan antioksidan (Alara et al., 2016). Secara kimia, tanaman marga atau genus Phaleria ini pada umumnya memiliki aktivitas antimikroba.
Baca juga: Katang-Katang, Tanaman Pesisir untuk Meredakan Nyeri
Buah mahkota dewa biasanya digunakan untuk mengobati berbagai penyakit mulai dari flu, rematik, paru-paru, sirosis hati sampai kanker. Selain itu, buah mahkota dewa dianggap mampu untuk mengurangi kadar minyak berlebih pada wajah. Caranya dengan mengonsumsi buah mahkota dewa yang diekstrak menjadi teh.
Dalam Jurnal Ilmiah Biodiversitas, Pusat Penelitian Bioeknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (2007) menyebutkan bahwa di dalam kulit buah mahkota dewa terkandung senyawa alkaloid, saponin, dan flavonoid. Bijinya dianggap beracun sehingga hanya digunakan sebagai obat luar untuk menyembuhkan penyakit kulit. Batang tanaman mahkota dewa yang bergetah digunakan untuk memulihkan sakit kanker tulang. Oleh karena itu hanya akar dan bunganya saja yang jarang dipergunakan sebagai obat (Harmanto, 2002).
Penulis: Sarah R. Megumi