Buah yang berduri identik dengan buah durian, nah untuk predikat hewan berduri diberikan pada ‘landak’. Duri pada landak itu sebenarnya bagian dari rambut landak yang bertekstur keras dan fungsinya sendiri adalah sebagai alat pertahanan.
Landak termasuk ke dalam jenis mamalia pengerat atau rodentia terbesar ketiga setelah kapibara dan berang-berang. Satwa ini termasuk ke dalam ordo rodentia yang memiliki 28 spesies. Landak terbagi menjadi dua famili, yaitu Erithizontidae dan Hystricidae. Erithizontidae merupakan famili landak yang ditemukan di Amerika, sedangkan Hystricidae lebih banyak ditemukan di daerah tropis seperti di Afrika dan Asia Selatan. Landak yang banyak ditemukan di Indonesia termasuk dalam famili Hystricidae.
Indonesia dikenal memiliki lima jenis landak yaitu landak raya (Hystrix brachyura), landak sumatra (H. sumatrae), landak jawa (H. javanica), landak butun (H. crassipinis), dan landak angkis/ ekor panjang (Trichis fasciculata) (Corbet & Hill 1992). Berdasarkan PP RI Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, terdapat dua jenis landak yang dilindungi di Indonesia, yaitu landak raya dan landak jawa.
Landak Jawa (Hystrix javanica) atau dalam bahasa Inggris disebut sunda porcupine tergolong satwa Indonesia yang menjadi aset keanekaragaman hayati yang vital. Ditinjau dari siklus hidupnya, landak hidup secara nokturnal dan merupakan binatang herbivora.
Berdasarkan berbagai sumber penelitian ilmiah, landak yang hidup di daerah tropis dapat hidup pada kelembapan 35 persen dengan kelembapan terbaik sekitar 45%-60%. Landak biasanya hidup dalam suatu koloni yang terdiri dari 6-8 individu. Mereka umumnya ditemukan di semua tipe hutan, perkebunan, area, berbatuan, padang rumput, gunung, padang pasir dan tempat yang mempunyai ketinggian 3.500 meter di atas permukaan laut.
Meskipun landak termasuk hewan nokturnal, landak dapat didorong untuk aktif pada siang hari dengan cara menyembunyikan pakan landak untuk mendorongnya mencari makan. Landak yang dikandangkan mempunyai siklus cahaya yang aktif 13-14 jam pada siang hari dan 10-11 jam pada malam hari.
Pada musim dingin landak mengonsumsi daun cemara jarum, lapisan kambium dan kulit pohon. Selama musim semi dan musim panas landak mengonsumsi tunas, ranting, akar, batang, daun bunga, biji, buah, kacang-kacangan dan vegetasi lainnya. Landak juga menyukai garam dan sisa tulang atau tanduk karena kandungan mineralnya yang tinggi.
Dari informasi yang didapat, landak jawa mampu bertahan hidup hingga 27 tahun. Secara morfologi landak jawa berukuran besar. Panjang tubuhnya 37-47 cm, panjang ekor 23-36 cm, dengan berat badan 13-27 kg, tubuh landak tertutup oleh rambut yang keras di bagian separuh badan ke muka dan bagian bawah, sedangkan di bagian punggung belakang sampai ekor tampak rambut (Safrudin, 2010).
Ekor pendek landak terdiri dari dua tipe duri, yaitu pertama adalah duri lancip, panjang, berwarna hitam dan putih; kedua adalah duri yang menggerincing, yang didalamnya berlubang, ujungnya terbuka dan berbentuk silinder (Suwelo et al., 1978). Landak jawa mempunyai mata sempit berwarna hitam dan bentuk telinga seperti kepingan uang logam (Safrudin, 2010).
IUCN memasukkan landak dalam kategori least concern atau tidak terlalu diperhatikan karena jumlah populasinya yang masih banyak di berbagai benua dengan famili yang beragam. Namun seperti dilansir pada cnnindonesia.com, berdasarkan penuturan Kepala LIPI yang menjabat saat itu yaitu Prof. Dr. Iskandar Zulkarnain, hingga kini perburuan liar landak dari alam untuk tujuan konsumsi dan perdagangan masih banyak terjadi. Hal ini menyebabkan populasi landak terus menurun.
Adapun menurut kepercayaan masyarakat di beberapa daerah, daging landak jawa mempunyai banyak khasiat, salah satunya menyembuhkan penyakit asma. Selain itu landak juga sering menjadi incaran para ‘pemburu batu geliga’ yang terdapat pada tubuh landak karena dipercaya dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit ganas seperti kanker (Coubout 2015).
Dahulunya keberadaan landak kerap meresahkan bagi petani karena dianggap mengganggu dan merusak tanaman, sehingga kerap diburu dan dimusnahkan. Dilansir pada laman mongabay.co.id, sekarang justru landak menjadi hewan yang dicari petani. Para petani ini mengincar batu mustika (geliga) yang ada pada tubuh landak. Batu ini dipercaya dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit seperti kanker, tumor, hipertensi, demam berdarah, lever, diabetes dan berbagai penyakit mematikan lainnya. Harga batu mustika tersebut berkisar antara Rp500ribu – Rp1 juta per gram. Padahal, hingga saat ini keberadaan serta khasiat dari batu geliga pada landak belum dapat dibuktikan secara medis.
Disamping itu, penyebab lain berkurangnya populasi landak adalah semakin berkembangnya pembukaan hutan untuk lahan pertanian, pertambangan dan pemukiman yang berdampak pada kian menyempitnya habitat landak, terutama bagi landak Jawa.
Penulis: Sarah R. Megumi