Meski disebut petai cina atau dalam bahasa Jawa disebut lamtoro, tanaman ini nyatanya berasal dari Amerika Tengah dan Meksiko. Tanaman ini hidup di daerah tropis maupun subtropis seperti di kepulauan Karibia, Asia Selatan, Asia Tenggara, dan di daerah pasifik termasuk New Guinea, Australia dan Hawaii.
Lamtoro adalah salah satu jenis polong-polongan serbaguna yang paling banyak ditanam dalam pola pertanaman campuran (wanatani). Tanaman dengan nama latin Leucaena leucocephala ini banyak ditemukan diberbagai tempat di Indonesia. Tanaman ini biasa dimanfaatkan sebagai pohon peneduh, sumber bahan kayu dan bahan pakan ternak. Biji buahnya juga umum dijadikan isian hidangan botok.
Lamtoro memiliki keunggulan yaitu mudah ditanam, cepat tumbuh, produksinya tinggi dan memiliki komposisi asam amino yang seimbang. Secara morfologi lamtoro adalah tanaman semak dengan tinggi pohon 18 m, bercabang banyak dan kuat. Batang pohonnya keras dan berukuran tidak besar. Kulit batang berwarna abu-abu dan terdapat lubang-lubang kecil pada batang tumbuhan sebagai tempat keluar masuknya karbondioksida dan oksigen (lentisel) yang jelas.
Buahnya mirip buah petai (parkia speciosa) tetapi ukurannya jauh lebih kecil dan berpenampang lebih tipis dan pipih. Jumlah bijinya cukup banyak, terdiri antara 15-30 butir. Bentuk buahnya bulat telur dengan panjang 8 mm dan lebar 5 mm. Warna buah coklat kehijauan atau coklat tua, licin mengkilap.
Pada bagian tangkai daunnya terdapat daun majemuk terurai. Bentuknya menyirip genap, ganda dua sempurna. Anak daunnya kecil-kecil terdiri dari 5-20 pasang, bentuknya lanset dengan ujung runcing. Bunga majemuk terangkai dalam karangan berbentuk bongkol yang bertangkai panjang dan berwarna putih kekuningan atau sering disebut cengkaruk.
Lamtoro mengandung zat aktif yang berupa alkaloid, saponin, flavonoid, mimosin, leukanin, protein, lemak, kalsium, fosfor, besi, vitamin A dan vitamin B. Tanaman ini juga digunakan sebagai tanaman obat tradisional yang berfungsi mengobati beberapa penyakit seperti kencing manis, cacingan, bengkak (oedem), radang ginjal, bisul, patah tulang, abses paru, luka terpukul, insomnia dan meluruhkan haid.
Di luar khasiatnya, tanaman ini bermanfaat sebagai pencegah erosi, karena fungsinya sebagai tanaman penutup tanah (cover crops). Dilansir pada laman forda-mof.org, hasil kajian Nining Wahyuningrum, peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan DAS Surakarta, menjelaskan bahwa dalam hal mencegah erosi, tanaman penutup tanah mampu melindungi tanah dari percikan air hujan maupun terpaan angin. Adanya tanaman ini membuat tanah menjadi lebih stabil sekaligus terhindar dari gerusan aliran air dipermukaan tanah.
Nining juga menjelaskan bahwa selain mencegah erosi, terdapat tujuh manfaat tanaman penutup tanah yang diantaranya: 1) memperbaiki struktur tanah, 2) memberi tambahan bahan organik, 3) menekan pertumbuhan gulma, 4) menjaga kelembaban tanah, 5) menyedian unsur hara, 6) sumber tanaman pangan, dan 7) menambah biodiversitas.
Penulis: Sarah R. Megumi