Kuskus Waigeo atau ahli sebut juga sebagai Kuskus Scham-Scham adalah sejenis hewan marpusial yang berasal dari Pulau Waigeo, Papua Barat. Akibat rendahnya distribusi hewan tersebut, populasinya terhitung sangat terbatas dan semakin terancam.
Seperti kuskus pada umumnya, scham-scham pakar identifikasi berasal dari keluarga Phalangeridae. Mereka tergolong sebagai spesies kuskus bertutul, sehingga tergabung di dalam genus Spilocuscus.
Berdasarkan corak dan pola bulunya, hewan kuskus memang ahli bedakan dalam dua genus besar yakni Spilocuscus untuk spesies kuskus bertutul, serta Phalanger bagi kuskus tanpa tutul.
Kuskus Waigeo sendiri terbilang sangat unik, meski bertutul tampilan fisik pejantan dan betinanya terlihat sama. Berbeda dengan spesies Spilocuscus lain yang bisa kita identifikasi dari gendernya.
Morfologi dan Ciri-Ciri Kuskus Waigeo
Secara morfologi, tampilan kuskus Waigeo dan Kuskus Tutul Hitam (Spilocuscus rufoniger) memang cukup mirip. Kuskus tutul hitam merupakan spesies Phalangeridae terbesar setelah Kuskus Beruang.
Hewan ini memiliki corak putih atau kekuning-kuningan pada bagian bawah tubuhnya. Sedang bagian tungkai mereka biasanya berwarna karat mahkota dengan corak hitam di area punggung.
Begitu pula dengan kuskus Waigeo, dominasi warna putih pada bulu mereka dihiasi dengan corak tutul berwarna hitam. Karena itu, spesies ini publik kenal juga dengan nama Kuskus Tutul Waigeo.
Baik kuskus Waigeo, tutul hitam dan biasa, semuanya memiliki DNA yang berbeda. Melalui Permen No.P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018, ketiganya ahli identifikasi dengan nama ilmiah berbeda.
Melansir berbagai sumber, ciri fisik Spilocuscus papuensis (nama ilmiah kuskus tutul Waigeo) dapat kita lihat dari pupil matanya yang mempunyai celah vertikal dengan bola mata berwarna merah.
Pola tutul yang terdapat pada bulu scham-scham juga tidak terlalu jelas. Bobot rerata tubuh mereka biasanya mencapai 2,65 kg dengan panjang 497 – 560 mm (jantan) dan 472 mm (betina).
Habitat dan Kebiasaan Kuskus Waigeo
Merujuk laman Balai Karantina Pertanian Jayapura, dapat kita ketahui bahwa habitat asli kuskus Waigeo adalah wilayah-wilayah berketinggian 1.200 m di atas permukaan laut (mdpl).
Tidak cuma di Pulau Waigeo, sebagian kecil spesies scham-scham nyatanya bisa kita temukan di bagian utara Pulau Papua seperti Raja Ampat dan pulau-pulau kecil lain di Papua Barat.
Di alam liar, spesies S. papuensis sebenarnya tergolong sebagai hewan pemalu. Ia cukup jarang menampakkan wujudnya, bahkan cenderung menghindari konflik jika tidak merasa terancam
Apabila merasa terancam, agresivitas scham-scham seketika berubah. Mereka menjadi sangat konfrontatif sehingga siap untuk menggaruk, menggigt serta menendang predatornya.
Kuskus Waigeo mencari makan pada malam hari dan tidur di siang hari. Spesiesnya dapat kita kategorikan sebagai satwa yang soliter, sebab cenderung melakukan segala aktivitas sendirian.
Mereka menandai wilayahnya dengan bebauan dari tubuh dan ekskresi kelenjar aroma. Saat bersantai, lokasi favorit scham-scham adalah cekungan pohon, akar pohon, atau area bebatuan.
Reproduksi, Makanan dan Populasi Kuskus Waigeo
Waktu perkawinan kuskus terjadi sepanjang tahun dengan masa kemahilan berkisar 13 hari. Saat sudah lahir, anak kuskus biasanya disimpan oleh sang induk di dalam kantung selama 6 – 7 bulan.
Sekali melahirkan ibu kuskus dapat menghasilkan tiga ekor anakan. Walau di dalam kantungnya terdapat empat puting susu, hanya dua puting saja yang biasa digunakan oleh induk tersebut.
Ketika lahir bobot tubuh anakan rerata tidak lebih dari 1 g. Jangka waktu hidup mereka tergolong cukup panjang (mencapai 11 tahun), dengan tingkat kematangan seksual di usia satu tahun.
Di habitatnya scham-scham hidup dengan mengonsumsi berbagai tumbuhan-tumbuhan. Ia pun pakar ketahui memakan binatang-binatang kecil, telur, hingga beragam jenis bunga-bungaan.
Meski masih sering masyarakat temukan, populasi kuskus Waigeo ahli sinyalir mengalami penurunan. Berdasarkan IUCN Red List, status konservasi fauna tersebut berada di level rentan atau Vulnerable.
Taksonomi Spilocuscus Papuensis
Penulis : Yuhan Al Khairi