Kunang-kunang (Pyractomena borealis) menggunakan cahaya kelap-kelip yang dihasilkannya untuk mencari pasangan. Keindahan cahaya kunang-kunang dipengaruhi oleh kualitas oksigen. Kadar oksigen yang kian menipis menyebabkan hewan ini sukar ditemukan di sekitar kita. Agar tetap bisa menikmati keindahan cahaya kelap-kelipnya maka kita harus menjaga lingkungan dan kualitas oksigen pun tetap terjaga.
Oleh Feri ferdinan | Artikel ini diterbitkan pada edisi 05 Vol. 2 Tahun 2007
Malam ini bulan bersinar lebih terang, langit yang cerah membuat cahaya dari satelit Bumi itu jatuh dengan sempurna. Melihat hal itu, saya bergegas memadamkan lampu yang menyinari halaman belakang rumah. Kemudian saya kembali untuk menikmati bulan purnama yang akhir-akhir ini jarang terjadi. Ditemani secangkir teh hangat, riak air kolam di taman dan angin yang melambai lembut membuat saya tak ingin melepaskan keindahan malam ini.
Bintang pun tak ingin ketinggalan, mereka tersebar menghias angkasa nan luas berkelap-kelip seolah saling bersahutan satu sama lain. Namun tak lama berselang, segumpal mega yang berjalan lunglai sedikit demi sedikit menutupi bulan dan akhirnya lingkungan sekeliling saya menjadi gelap. Kecewa, tentu saja, pemandangan yang begitu indah harus sirna dengan alasan yang tak bisa kita cegah. Tetapi, di dalam kegelapan itu perhatian saya mulai tertuju pada benda di sekitar tetumbuhan liar yang hidup di samping kolam ikan. Benda itu memiliki cahaya yang berkedap-kedip, kemudian melayang-layang. Lalu yang paling membuat saya tertarik adalah jumlah mereka yang banyak.
Rasa penasaran itu membuat saya mendekatinya seraya memerhatikan dengan seksama. Ternyata benda bercahaya yang saya lihat tadi adalah kunang-kunang. Keistimewaannya adalah mereka mampu mengeluarkan cahaya sendiri, karena cahayanya itu binatang yang cukup familiar ini dianggap sering muncul dalam kegelapan. Jika kita menangkap salah satu dari mereka, lihatlah bagian perutnya yang mengeluarkan cahaya kelap-kelip. Hebat bukan?Cahaya yang dihasilkan kunang-kunang konon berfungsi untuk alat komunikasi, salah satunya digunakan untuk mencari pasangan. Teori ini kemudian diperkuat oleh para ilmuwan dalam Journal Behavioral Ecology edisi terbaru yang dikutip Kompas bahwa cahaya kelap kelip dari hewan bernama latin Pyractomena borealis ini ternyata digunakan pejantan untuk menarik perhatian betinanya, seperti halnya burung merak jantan menggoda sang betina dengan bulu-bulu moleknya.
Harun Yahya.com juga menyatakan bahwa kunang-kunang jantan menyalakan dan memadamkan cahayanya untuk mengirim pesan kepada sang betina. Pesan ini berisi kode tertentu. Kunang-kunang betina pun menggunakan kode yang sama untuk mengirim pesan balasan kepada sang jantan. Sebagai hasil dari pesan timbal-balik ini, sang jantan dan betina mendekat satu sama lain. Kemudian mereka akan melanjutkan kepada proses reproduksi untuk menghasilkan keturunan.
Kunang-kunang jantan yang mampu mengeluarkan sinar dalam waktu lebih lama akan mendapat kesempatan “berkencan” lebih banyak dan akhirnya akan cenderung menghasilkan keturunan lebih banyak pula. Hal senada diungkapkan oleh Profesor biologi di Tufts University, Sara Lewis dan tim-nya. Selain itu, serangga ini juga menunjukkan frekuensi seksual yang tinggi dalam masa dewasanya seperti halnya burung, rusa atau manusia.
Temuan lain yang cukup menarik adalah kunang-kunang betina yang kawin dengan kunang-kunang jantan yang bercahaya kuat akan memiliki lebih banyak keturunan. Hal itu membuahkan kesimpulan bahwa pancaran cahaya yang kuat berbanding lurus dengan nutrisi yang dimiliki kunang-kunang.
”Nutrisi yang disebut sebagai spermatophore ini menjadi semacam hadiah perkawinan bagi kunang-kunang betina,” jelas Lewis. “Spermatophore adalah paket berisi sperma dan protein yang ditransfer ke kunang-kunang betina. Makin banyak protein dan sperma yang dikandungnya, makin banyak pula telur yang dihasilkan betinanya.
Kunang-kunang hidup sebagai larva selama dua tahun. Dalam fase ini larva menghabiskan waktunya hanya untuk makan lalu tumbuh besar menjadi kunang-kunang. Setelah itu, kunang-kunang dewasa mempunyai waktu kurang lebih selama dua minggu untuk kawin dan bertelur, usai masa indah yang singkat itu kunang-kunang lalu mati.
“Kunang-kunang jantan menyalakan dan memadamkan cahayanya untuk mengirim pesan kepada sang betina”