Apabila membahas tanaman kina (Cinchona), maka yang akan muncul adalah keunggulan-keunggulannya yang dapat digunakan sebagai tanaman obat. Umumnya ekstrak serta rebusan dari kulit batang tanaman kina dapat mengobati berbagai macam penyakit, seperti menurunkan demam, melindungi kulit dari serangan jamur (memiliki sifat anti jamur), mengobati influenza, mengatasi diare dan juga yang paling terkenal adalah mengobati penyakit malaria. Lalu, senyawa apakah yang terkandung dalam tanaman kina sehingga mempunyai beragam manfaat kesehatan?
Kina merupakan tanaman khas yang hidup di wilayah hutan hujan tropis. Kina dipercaya berasal dari lereng pegunungan Andes (sekitar Peru dan Ekuador) di Amerika Selatan. Nama ilmiah Cinchona diambil dari nama seorang putri kerajaan sekaligus istri dari seorang raja muda Peru, yaitu putri Chinchon. Sang putri terkena penyakit malaria pada tahun 1638. Berkat ramuan herbal dari kulit kayu “quinquina”, putri tersebut tertolong dan sembuh dari penyakit malaria.
Menurut pakar dan para ahli, kina termasuk kedalam kelas Magnoliopsida. Terdapat 25 jenis kina yang umumnya berasal dari lembah pegunungan Andes. Kina tergolong pohon yang selalu berdaun hijau, tingginya lebih kurang 5-15 meter (MMI. 1980). Tidak semua jenis kina dapat memproduksi kinin (senyawa alkaloid), malahan banyak yang sebenarnya tidak mengandung kinin sama sekali (Higuchi, 1961).
Di Indonesia terdapat 11 spesies kina, namun baru dua spesies yang memiliki nilai ekonomi dan keunggulan seperti Cinchona succirubra (tahan terhadap penyakit akar) dan Cinchona Ledgeriana Moens (memiliki kandungan kinin yang tinggi), dimana mempunyai 25 macam kandungan senyawa alkaloid (Dalimoenthe (2013), dari Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung).
Alkaloid yang sudah dimanfaatkan sampai saat ini adalah kinin (C2OH24O2N2), kinidin (C2OH24O2N2), sinkonin (C19H22ON2), dan sinkonidin (C19H22ON2). Empat jenis alkoloid tersebut banyak ditemukan di dalam kulit batang sedangkan pada bagian lain ditemukan dalam jumlah relatif sedikit.
Kinin digunakan sebagai bahan tonik, intermediet pembuat vitamin B, dan bahan baku untuk pembuatan obat pil kina yang berkhasiat sebagai obat antimalaria. Sedangkan kinidin digunakan sebagai obat pengatur irama denyut jantung. Disamping itu, senyawa ini juga sering digunakan dalam industri farmasi, kosmetik, makanan, minuman dan agro-kimia lainnya.
Berdasarkan tulisan Nofrizal Jhon (2012) pada Jurnal Penelitian Universitas Jambi, bahwa tanaman kina memiliki peranan penting meningkatkan penerimaan devisa negara Indonesia, diluar minyak gas dan bumi (MIGAS). Indonesia mengekspor tamanan kina dalam bentuk garamnya dan dalam bentuk kulit kina kering.
Di Indonesia, saluran pemasaran kina melalui satu jalur dan proses produksinya ditangani oleh dua unit produksi, yang mana kedua unit produksi itu masing-masingnya berdiri sebagai perusahaan terpisah. Perkebunan-perkebunan kina menjadi unit yang bertugas menghasilkan kulit kina kering, sedangkan untuk garam kina berasal dari kulit kina kering yang diolah dan diproduksi oleh unit PT Kimia Farma Bandung dan di ekspor ke mancanegara.
Penelitian yang dilakukan oleh Dalimoenthe (2013) dari Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung, adalah melakukan penyambungan (grafting) pada jenis Cinchona succirubra dan Cinchona Ledgeriana Moens dengan teknik penyambungan ‘mikrografting’. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa teknik mikrografting dapat digunakan untuk memperbanyak tanaman kina.
Penulis: Sarah R. Megumi