Kepiting Kenari (Birgus latro) adalah fauna arthropoda darat terbesar yang ada di dunia. Meski menyandang nama ‘kepiting’ atau ‘ketam,’ nyatanya hewan berkaki banyak tersebut justru masuk dalam genus Coenobita atau spesies Umang-Umang Darat.
Ketam kenari sendiri terkenal karena tubuh yang besar serta kemampuannya dalam memanjat pohon kelapa. Biasanya, mereka mengambil buah pohon tersebut sebagai panganan.
Itu sebabnya, jangan heran jika sebagian masyarakat Indonesia dan dunia mengenal hewan tersebut sebagai Kepiting Kelapa, Kepiting Pencuri, Terrestrial Hermit Crab, hingga Coconut Crab.
Melihat peta persebarannya, kepiting pencuri tergolong sangat unik dan sulit awam temukan. Fauna ini hanya bisa kita jumpai di wilayah Indo-Pasifik dan terbatas di pulau-pulau yang tidak berpenghuni.
Meski begitu, keberadaan kepiting kenari di habitatnya sebenarnya sudah mengkhawatirkan. Hewan ini tergolong sebagai satwa langka dan rawan akibat aktivitas perburuan liar manusia.
Habitat, Kebiasaan dan Persebaran Ketam Kenari
Ahli mencatat, ketam atau kepiting kenari sebagai hewan soliter, sehingga mereka biasanya hidup atau bersarang sendirian di bawah tanah maupun celah-celah bebatuan.
Satwa yang satu ini menggali tempat persembunyiannya di pasir ataupun tanah yang gembur. Hal ini mereka lakukan untuk melindungi diri panasnya matahari, sekaligus menjaga kelembapan tubuhnya.
Benar sekali, meski banyak hidup di kawasan tropis nyatanya hewan tersebut lebih menyukai udara lembap bersuhu sedang. Pada malam hari, ketam kenari aktif mencari makan selama 11 jam.
Kisaran suhu yang ideal untuk coconut crab antara 23-29 Celsius. Oleh karena itu, fauna ini biasanya melapisi tempat persembunyian mereka dengan sabut kepala untuk menjaga kelembapan sarang.
Kawasan Samudra Hindia hingga Samudra Pasifik Tengah merupakan habitat asli kepiting kenari. Populasi terbesar hewan tersebut yakni di Pulau Christmas area Samudra Hindia.
Di Indonesia sendiri, keberadaan umang-umang darat ini bisa kita temukan di Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi, serta kawasan Kepulauan Maluku.
Dulunya, terrestrial hermit crab masih bisa kita jumpai di sekitar Pulau Kalimantan dan Pulau Papua. Namun, tingginya kasus perburuan satwa di sana membuat fauna tersebut berangsur-angsur punah.
Morfologi dan Ciri-Ciri Kepiting Kenari
Para ahli mengklaim, bobot terberat katam kenari bisa mencapai 4-5 kg. Panjang tubuh hewan ini berkisar 40 cm, dengan cakupan bentang kaki sekitar 90-200 cm.
Sang betina umumnya berukuran tubuh lebih kecil daripada pejantan. Selayaknya dekapoda lain, tubuh mereka terbagi menjadi bagian depan (kepala-dada) dengan 10 kaki dan perut (abdomen).
Sepasang kaki terdepan mempunyai capit besar yang berguna untuk mengupas kelapa. Ada pula bagian cakar kenari yang mampu mengangkat beban hingga seberat 29 kg.
Pada bagian belakang tubuhnya tersedia kaki jalan dengan ukuran besar dan kuat, yang berfungsi untuk membantu kepiting kenari memanjat secara vertikal sampai ketinggian 6 m.
Pasangan kaki keempat biasanya berukuran lebih kecil, dengan bentuk cakar mirip seperti pingset.
Pada usia muda, kaki ini berguna untuk berpegangan pada kulit keong atau batok kelapa sebagai langkah perlindungan. Sedang di usia dewasa, bagian ini membantu kenari untuk memanjat.
Selain kaki-kaki tersebut, ada juga pasangan terakhir yang berukuran sangat kecil kaki kecil terakhir dan kerap digunakan sebagai pembersih organ pernapasan.
Perlu diketahui, masa hidup ketam kenari bisa mencapai 30-60 tahun. Hewan ini tergolong sebagai invertebrata berpertumbuhan lambat, karena organ reproduksinya baru matang di usia 4-8 tahun.
Baca juga: Outlook 2021: ICEL Nilai Perlindungan Lingkungan Hidup Berpotensi Melemah
Status Konservasi dan Pelestarian Kepiting Kenari
Sudah jadi rahasia umum, perburuan kepiting kenari di tanah air terjadi secara masif. Sebagian kecil masyarakat Indonesia bahkan menjadikan fauna ini sebagai komoditi dagang dan juga konsumsi.
Contohnya saja di Pulai Siompu, bagian selatan Pulau Buton, aktivitas perburuan terhadap kepiting kelapa masih terjadi dan telah berlangsung selama bertahun-tahun secara turun-temurun.
Bukan tanpa pencegahan, langka pelestarian Birgus latro sendiri telah pemerintah canangkan lewat PP No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Satwa.
Di dalam peraturan tersebut, spesies kepiting kenari digolongkan sebagai fauna endemik yang haram dieksploitasi karena berstatus rawan, dilindungi serta dijaga kelestariannya oleh negara.
Namun minimnya sosialisasi oleh pemerintah, serta lemahnya pengawasan terhadap aktivitas perburuan membuat aktivitas perburuan kepiting ini masih terjadi hingga sekarang,
Bahkan berdasarkan status konservasi IUCN Redlist (daftar merah IUCN), populasi satwa nocturnal tersebut masuk dalam kelompok kurang informasi atau Data Deficient (DD).
Melansir laman Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, upaya konservasi juga sudah BBKSDA Papua Barat canangkan bersama CI Raja Ampat dan BLUD Konservasi Kawasan Laut.
Langkah kolaborasi tersebut terwujud dalam bentuk sosialisasi peraturan tumbuhan dan satwa liar dilindungi di Kampung Fam, Saukabu dan Saupapir, Kepulauan Fam, Kabupaten Raja Ampat.
Pemerintah berharap sosialisasi ini mampu merubah perspektif masyarakat tentang Kepiting Kenari. Ke depannya, perlu strategi khusus untuk menggantikan nilai ekonomi hewan tersebut.
Hal ini agar masyarakat tidak lagi mencari keram pencuri untuk perdagangan ataupun konsumsi. Nantinya, penangkapan fauna ini hanya bagi kebutuhan penelitan saja.
Referensi
Yuyun Abubakar dan Ma’sitasari, Universitas Khairun
Laman Kementerian Kelautan dan Perikanan
Laman Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Penulis: Yuhan Al Khairi, Sarah R. Megumi