Tidak sulit menemukan hewan kelinci, sebab satwa mamalia itu sering diperjualbelikan sebagai hewan potong hingga peliharaan. Namun lain halnya dengan kelinci Sumatra. Populasinya terhitung sangat sedikit, sehingga didaulat sebagai spesies kelinci paling langka di dunia.
Kelinci Sumatra berasal dari keluarga Leporidae dan genus Nesolagus. Spesiesnya memiliki nama latin Nesolagus netscheri, tetapi lebih dikenal sebagai kelinci belang Sumatra atau kelinci Sumatra telinga pendek.
Secara taksonomi, kelinci belang Sumatra masih memiliki kekerabatan dengan kelinci belang Annam. Spesies tersebut merupakan satu dari tiga kelinci belang di dunia, yang baru ditemukan pada tahun 2000.
Selain kelinci Annam dan Sumatra, dulunya kita mengenal jenis kelinci belang lain yang disebut N. sinensis. Namun eksistensi kelinci tersebut sudah tidak ditemukan, sehingga dianggap sebagai spesies punah.
Morfologi dan Ciri-Ciri Kelinci Sumatra
Seperti julukannya, kelinci Sumatra bisa kita kenali dari telinganya yang pendek. Tubuhnya dapat berkembang hingga sepanjang 40 cm, dengan bobot pejantan maupun betina berkisar 1–1,5 kg saja.
Spesies N. netscheri cukup tersohor dengan corak bulunya yang unik. Kelinci ini memiliki warna bulu cokelat kekuningan dengan garis hitam di sepanjang tubuh atasnya, sementara di bagian perut berwarna putih.
Di sekitar mata, sisi kepala bagian belakang mata, serta pangkal telinga berwarna hitam. Sedangkan ekornya lebih pendek dibandingkan kelinci kebanyakan, serta mempunyai corak berwarna cokelat kemerahan.
Ekor kelinci ini tumbuh sepanjang 17 mm. Ukuran kaki belakang sekitar 67–87 mm, sementara telinganya 34–45 mm. Bulu-bulu mereka terasa lembut tapi padat, tidak mengembang seperti kelinci pada umumnya.
Hewan berordo Lagomorpha itu tergolong sebagai binatang nokturnal. Mereka aktif pada malam hari untuk mencari makanan, yakni berupa pucuk daun muda maupun tumbuhan berukuran pendek lainnya.
Habitat dan Distribusi Kelinci Sumatra
Spesies N. netscheri merupakan hewan endemis yang berasal dari Pulau Sumatra, Indonesia. Sejak 1972, eksistensinya terhitung baru dua kali tertangkap oleh camera trap, yakni pada tahun 2000 dan 2007.
Karena itu, belum bisa dipastikan berapa total populasi hewan tersebut di alam liar. Bahkan, situs IUCN Red List sendiri mengategorikan kelinci itu ke dalam kategori “data deficient” atau kekurangan data.
Meski sulit dideteksi, populasi kelinci Sumatra dinilai terus berkurang. Ini mengacu pada tingginya tingkat deforestasi atau perambahan hutan di Sumatra, yang notabene menjadi rumah bagi spesies tersebut.
Secara umum, spesies N. netscheri hidup di dalam hutan pada kawasan pegunungan Sumatra. Mereka pakar sinyalir tersebar di hutan Gunung Kerinci, Bukit Barisan, hingga Taman Nasional Gunung Leuser.
Kelinci ini diketahui bermukim di daerah berketinggian 600–1400 meter di atas laut. Kelompok yang tinggal di penangkaran memiliki menu diet berbeda, sebab mampu memakan biji-bijian dan buah-buahan.
Populasi dan Konservasi Kelinci Sumatra
Di awal kemunculannya, warga setempat tidak mempunyai nama untuk kelinci Sumatra. Mereka bahkan tidak mengetahui jika spesies tersebut ada, serta menganggap kelinci ini “berbeda” dari kelinci kebanyakan.
Hingga saat ini pun, upaya memulai rencana konservasi tidak didukung dengan dana yang cukup. Hal itu dikarenakan oleh kurangnya informasi distribusi dan kelimpahan yang dapat diandalkan para ilmuwan.
Pemerintah Indonesia sebenarnya telah memasukkan spesies ini dalam daftar hewan dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018.
Akan tetapi, upaya edukasi terhadap masyarakat agaknya belum terlalu masif dilakukan. Sehingga kasus perusakan hutan masih terus terjadi, yang mana secara tidak langsung memengaruhi populasi satwa.
Pada tahun 2022, seorang petani secara kebetulan menangkap kelinci Sumatra setelah banjir bandang. Kelinci tersebut lalu dijual lewat laman Facebook, tetapi kemudian berhasil dicegah oleh otoritas setempat.
Taksonomi Nesolagus Netscheri
Penulis : Yuhan al Khairi