Selain menjijikkan, bagi kebanyakan orang –bahkan beberapa di antaranya begitu fobia padanya, kecoak dituding sebagai penyebar bakteri dan penyakit. Serangga yang dekat di sekitar kita ini, juga dituduh menyebabkan gangguan pernapasan dan memicu asma serta mengontaminasi makanan.
Artikel ini diterbitkan pada edisi 08 Vol. 1 Tahun 2006
Di ruang keluarga yang tampak bersih, terdapat empat anggota keluarga yang sedikit-sedikit mengeluarkan tawa bahkan kadang sampai terbahak-bahak. Rupanya mereka sedang menonton acara televisi bertema komedi. Kelucuan dari tingkah Rowan Atkinson dalam serial Mr. Bean cukup membuat perut keluarga itu terpingkal-pingkal.
Namun, coba bayangkan jika di tengah-tengah keceriaan tersebut tiba-tiba sesosok serangga kecil pipih, berwarna coklat kehitaman, berkaki enam yang bergerigi, dan mempunyai dua antena di kepalanya terbang melintas. Mungkin, kebanyakan dari anda akan melakukan hal yang sama dengan keluarga tersebut. Panik, histeris, dan segera lari terbirit-birit berusaha menghindari binatang yang akrab disebut Kecoak itu.
Karena umumnya, kemunculan serangga yang juga dikenal dengan sebutan Lipas ini kerap membuat orang jijik melihatnya. Mereka tinggal di dalam rumah, menyusup ke sela-sela rumah, merangkak di bawah meja, memanjat saluran dan pipa-pipa pembuangan, terbang di antara sampah dan dinding-dinding ruangan rumah, sampai berkeliaran di dasar hutan lebat.
Menurut beberapa sumber yang Greeners dapatkan, menyebutkan bahwa saat ini lebih dari 3.000 spesies Kecoak menghuni planet Bumi. Mereka diyakini sudah ada sejak 300 juta tahun silam tanpa banyak berevolusi. Serangga ini juga bisa bertahan di segala musim dan iklim, baik panas menyengat atau dingin membeku. Mereka bahkan lebih resisten terhadap radiasi dibandingkan dengan makhluk lain. Faktanya, hanya Kecoak yang selamat pada Perang Dunia II.
Ketahanan Lipas ditunjang pula dengan kecepatan berkembang biak. Dalam sebulan ia bisa menghasilkan Lipas yunior lebih dari 40 ekor. Mereka kaum omnivora, atau makan apa saja. Feses, lem, sisa makanan di dapur, organisme mati –termasuk mayat manusia, keturunannya sendiri, bahkan bir semua dilahapnya.
Hewan yang memiliki nama latin Periplaneta americana ini cukup banyak ditemukan di kota-kota besar, dan keberadaannya sering dianggap mengganggu. Seorang penulis, Hazmirullah, mengungkapkan dalam tulisannya di harian umum Pikiran Rakyat edisi Minggu, 21/09/03 mengatakan bahwa Kecoak dianggap mengganggu karena memang lingkungan tempatnya bernaung selalu berhubungan dengan sesuatu yang kotor, jorok, dan tak terawat. Kecoak menghuni selokan-selokan, gudang-gudang, loteng, dan sebagainya. Hewan arthopoda ini dapat menyelinap di balik lemari dan kadang menyelusup ke bawah tempat tidur. Bahkan, tubuh mungil yang dimilikinya memungkinkan kecoak untuk bisa menyelip-nyelipkan diri di antara tumpukan baju, buku, koran, dan majalah. Di tempat-tempat serupa itulah kecoak hidup, tumbuh dan berkembang biak meneruskan keturunannya. Sehingga tanpa disadari, Kecoak telah mendaulat dirinya menjadi “maskot” kotor, jorok, dan tak terawat.
Hewan ini bisa kita temui hampir di segala sudut kota, populasinya kerap bertambah karena mereka sedikit bahkan nyaris tidak mempunyai musuh. Kalaupun ada, populasi musuhnya di kota tidak terlalu banyak. Berdasarkan situs islamuda.com, di alam bebas Kecoa biasa menjadi santapan burung, mamalia kecil dan binatang amfibi seperti Katak. Kita jarang menemukan Burung bertengger atau Katak melompat-lompat di lingkungan rumah-rumah di kota-kota besar seperti Bandung. Oleh karena itu Kecoak keberadaannya relatif ”aman” karena pemangsa mereka tidak terlalu banyak di perkotaan.
Selain itu, Kecoa merupakan serangga yang sulit dibasmi. Punggung Kecoak memiliki pelindung yang kuat. Kalau Anda mengira kecoak langsung mati ketika dipukul, Anda salah besar! Beberapa menit berselang, Lipas itu akan kembali berjalan dan kabur entah ke mana.
Kecoak yang dianggap merugikan itu ternyata memiliki kelebihan. Seperti penelitian Prof. Christopher Comer, ahli saraf dari Universitas Illinois di Chicago AS, menunjukan bahwa Kecoa mempunyai kecepatan reaksi sistem senso-motorik yang mengagumkan dalam menanggapi rangsangan dari luar. Jika sistem penala getaran di kaki belakang atau antena di kepala mendapat rangsangan tiba-tiba, reaksinya terjadi hanya dalam waktu 15 sampai 20 milidetik. Atau lebih cepat dari kedipan mata. Sebelum mata kita sempat berkedip, Kecoa sudah lari dan menghilang di bawah lemari atau meja.
Bandingkan dengan kecepatan reaksi manusia, ffindonesiaonline.com menegaskan bahwa otak manusia memerlukan waktu sekitar 200 milidetik untuk menanggapi rangsangan dari luar. Situs ini menambahkan juga bahwa Kecoak memiliki dua sistem senso-motorik yang terpisah dan independen. Jika salah satu sistemnya disabot atau dimatikan, sistem yang lain masih tetap aktif dan berfungsi. Atau bila kepala kecoak dipotong, reaksinya masih secepat semula.
Penelitian tersebut juga menginspirasi para peneliti robotik di Universitas Case Western di Cleveland Ohio, AS. Seperti Daniel Kingsley, Roger Quinn dan Roy Ritzman yang menunjukkan bahwa dengan meniru sistem ganda saraf Kecoak, terbukti robot ciptaannya menjadi lebih handal. Robot berbentuk mobil atau rover seperti penjelajah Mars yang mereka ciptakan sebelumnya, biasanya akan mengalami kesulitan besar jika salah satu rodanya macet atau sistem pengendaliannya rusak. Namun dengan meniru sistem saraf motorik Kecoak, hambatan semacam itu dapat ditanggulangi segera.
Sosok Kecoak juga dapat menjadi ciri dari rumah bersih. Jika anda sudah membersihkan rumah tetapi masih melihat Kecoak menginvasi dapur anda, maka bergembiralah. Percaya atau tidak, ini sesungguhnya bukti bahwa lingkungan rumah anda sudah bersih. Saking bersihnya, sampai tidak menyediakan makanan bagi sejumlah kecil koloni kecoak. Makanya, sampai ada Kecoak yang nekat mengorek-ngorek sisa makanan di dapur.
Cerita lain di Thailand. Masyarakat di Negeri Gajah Putih ini percaya bahwa serangga yang selalu dicemooh ini kaya akan protein. Mereka kerap menjadikan Kecoa sebagai penganan yang renyah. Selain itu, Kecoak juga dapat dijadikan sebagai pakan ternak.