Bila berbicara tentang burung, maka kita akan membayangkan hewan yang dapat terbang dengan sayapnya. Tapi tunggu dulu! Tidak semua burung itu bisa terbang, salah satunya kasuari.
Burung kasuari gelambir ganda (Casuarius casuarius) merupakan salah satu jenis satwa khas Papua yang dapat dijumpai di kawasan hutan Papua. Selain di Papua, burung ini juga dapat ditemukan di pulau Seram, Maluku dan Australia bagian Timur Laut.
Sejak tahun 1994, IUCN Redlist memasukkan burung kasuari gelambir ganda dalam status konservasi rentan (vulnerable). Namun di tahun 2017 status burung ini berubah menjadi berisiko rendah (least concern).
Berdasarkan penelitian Yohanes Y. Rahawarin, et al, pada Jurnal Manusia dan Lingkungan (2014), kasuari dalam bahasa masyarakat suku Nduga, Distrik Sawaerma, Kabupaten Asmat disebut dengan “Tue Saro”. Keberadaan burung ini masih menjadi incaran para pemburu. Bagian-bagian tubuh kasuari yang dimanfaatkan adalah daging, bulu, tulang, kuku, gemuk (lemak) serta telur. Dalam kehidupan masyarakat suku Nduga, bulu kasuari dimanfaatkan sebagai pelengkap aksesoris pakaian adat.
Kasuari memiliki morfologi yang unik dan indah. Kulit wajah dan kepalanya berwarna biru sampai keunguan bercampur merah atau kadang-kadang kuning. Mahkotanya tinggi dan tebal membentuk kurva, leher bergelambir dua (ganda) berwarna merah dan bulu hitam. Bulunya berwarna coklat muda dengan garis tebal coklat tua membujur sepanjang badan.
Kasuari memiliki sepasang kaki yang kuat dan kokoh beruas dengan jari depan berjumlah tiga serta memiliki kuku yang tajam. Saat berdiri, kasuari memiliki tinggi 1,2 -1,5 m. Sayapnya tidak tumbuh sempurna dan sangat kecil, hal itulah yang menyebabkan burung besar ini tidak dapat terbang.
Selain terkenal akan kakinya yang kuat, burung kasuari memiliki bobot lebih dari 60 kg. Tak heran jika burung ini terlihat bongsor. Adapun perbedaan bentuk tubuh antara kasuari betina dan jantan yaitu kasuari betina lebih besar dibandingkan kasuari jantan dengan warna yang lebih terang dan gelambir yang lebih panjang.
Dari pola hidupnya, kasuari merupakan hewan soliter dan memiliki daerah teritorial tertentu. Mereka hidup di lantai hutan untuk mencari makan atau melakukan aktifitas lainnya. Burung ini makan pada pagi dan sore hari di hutan sekunder. Ia menyukai buah-buahan yang jatuh ke lantai hutan seperti buah matoa (Pometia sp.), beringin (Ficus sp.), nibun (Pigafettafilaris), palem-paleman (Arecaceae), rotan (Calamus sp.), jambu hutan (Sizygium sp.), pala hutan (Palaquium sp.), kenari (Canarium sp.) dan buah-buahan lainya.
Biasanya burung kasuari mulai berhenti makan sekitar jam sepuluh pagi atau berhenti akibat teriknya matahari, atau karena cukup kenyang. Pada siang hari kasuari melakukan aktifitas bermain dan istirahat, dan mereka banyak dijumpai di hutan primer. Hutan primer sudah menjadi tempat bermain dan istirahat yang baik bagi spesies satwa liar yang hidup di alam bebas.
Dikutip pada laman tabloidjubi.com, burung kasuari bisa hidup hingga 50 tahun. Meskipun dapat bertahan hidup lama, burung ini mengalami penurunan populasi. Selain faktor perburuan secara masif, habitat alami kasuari rusak oleh adanya konversi lahan.
Hutan yang merupakan habitat kasuari berubah menjadi permukiman maupun ladang investasi. Ladang investasi dapat berupa perkebunan kelapa sawit. Konversi lahan dari hutan menjadi perkebunan kelapa sawit tentunya tidak hanya merugikan burung endemik ini, namun satwa-satwa lain yang dominannya hidup di hutan Papua juga terkena imbasnya.
Penulis: Sarah R. Megumi