Mungkin nama monyet hanya identik untuk fauna primata, tapi jangan salah nama monyet juga dipakai pada penamaan buah. Ya, buah yang dimaksud adalah Jambu Monyet. Sayang belum ada penjelasan konkrit mengapa tumbuhan ini dinamakan jambu monyet.
Penamaan tumbuhan ini beragam di seluruh Nusantara. Di Sumatera Barat dikenal dengan nama jambu erang atau jambu monyet; gayu (Lampung); jambu mede (Jawa Barat); jambu monyet (Jawa Tengah dan Jawa Timur); jambu jipang atau jambu dwipa (Bali) dan buah yaki (Sulawesi Utara). Tumbuhan ini mempunyai puluhan varietas, diantaranya ada yang berkulit putih, merah, merah muda, kuning, hijau kekuningan dan hijau.
Menurut informasi dan penelitian dari berbagai sumber, tumbuhan jambu monyet (Anacardium occidentale L.) memiliki kandungan dan manfaat hampir di seluruh bagian tubuhnya, mulai dari akar, batang, daun, biji dan buahnya.
Dalam penelitian Tria Novita Tampubolon (2011), Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara, menjelaskan bahwa asal muasal jambu monyet berasal dari Brazil dan tersebar di daerah tropik. Umumnya tumbuhan ini ditemukan pada ketinggian antara 1-1.200 m dpl dan berbuah lebih baik di daerah beriklim kering dengan curah hujan kurang dari 500 mm per tahun. Jambu monyet dapat tumbuh di segala macam tanah asalkan jangan di tanah lempung yang pekat dan tergenang air.
Tinggi pohonnya berkisar 8-12 m, memiliki cabang dan ranting yang banyak. Batang melengkung, berkayu, bergetah, percabangan mulai dari bagian pangkalnya. Daun tunggal, bertangkai, panjang 4-22,5 cm, lebar 2,5 -15 cm. Helaian daun berbentuk bulat telur sungsang, tepi rata, pangkal runcing, ujung membulat dengan lekukan kecil di bagian tengah, pertulangan menyirip, berwarna hijau.
Tanaman jambu monyet menyimpan segudang manfaat bernilai ekonomi tinggi. Kayu pada pohon jambu monyet dapat dijadikan bahan bangunan, peralatan rumah tangga dan kerajinan tangan. Sementara kulit kayunya digunakan pada industri batik atau untuk bahan penyamak.
Berdasarkan penelitian ilmiah Daton (2008), Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, menjelaskan bahwa jambu monyet umumnya menghasilkan biji mete (cernel) yang disebut gelondong dan buah semu yang sering disebut jambu. Gelondong mete dapat diolah menjadi kacang mete dan kulit mete.
Kacang mete memiliki nilai jual yang tinggi. Seperti yang dilansir laman finance.detik.com, bisnis kacang mete beromzet Rp 200 juta per bulan di Kendari. Harga mete gelondongan senilai Rp 20.000/ kg. Jika sudah dipisah dari cangkangnya harganya menjadi rata-rata Rp 95.000/kg dan setelah digoreng harganya naik menjadi Rp 137.000/kg.
Sementara itu, kulit mete diolah untuk menghasilkan minyak laka atau sering disebut Chasew Nut Shell Liquid (CNSL). Jika cairan tersebut mengenai mulut dapat menimbulkan peradangan. Setelah diolah, CNSL dapt digunakan untuk bahan pelumas, insektida, pernis, plastik, dan lain-lain.
Jambu monyet juga dikenal sebagai tanaman obat tradisional. Bagian yang digunakan sebagai obat adalah daun, kulit kayu, biji, minyak biji, kulit biji. Daun jambu monyet berbau aromatik, rasanya kelat, berkhasiat antiradang dan penurun kadar glukosa darah (hipoglemik). Biji berkhasiat sebagai pelembut kulit dan penghilang nyeri (analgesik). Tangkai daunnya berfungsi sebagai pengelat dan akarnya berkhasiat sebagai pencahar (laksatif) (Tampubolon, 2011).
Ekstrak methanol buah jambu monyet mengandung antosianin dan 13 glikosida flavanol, dimana kandungan flavonoida yang terdapat di dalam tumbuhan dapat digunakan sebagai pelindung tubuh manusia dari radikal bebas dan dapat mengurangi risiko penyakit kanker dan peradangan. (Nessa, 2003 dalam Tampubolon, 2011).
Penulis: Sarah R. Megumi