Familiar dengan lagu daerah khas Betawi yang berjudul Jali-jali? Judul lagu tersebut ternyata terinspirasi dari naman sebuah tanaman yang bernama jali. Seperti apa yah tanaman jali? Simak pembahasan selengkapnya dalam artikel ini.
Jali dengan nama latin Coix lacryma-jobi L. merupakan tanaman yang sudah dikenal lama oleh masyarakat lokal di Indonesia. Bersumber dari buku “Tanaman Bekhasiat Obat di Indonesia” karya Hembing, Jali memiliki beragam penamaan lokal. Di Sumatra saja tanaman ini memiliki begitu banyak nama, misalnya penggong iteum, singkoru batu, cingkeru dan lingkih-lingkih. Di Jawa, tanaman ini dipanggil hanyere, hanjeli, jali-jali, jali watu dan japen. Di Kalimatan tanaman ini dinamakan jelei, pelindas dan luwong. Dan di Maluku, jail dipanggil kaselore, baba, samond, gafu, dan rore.
Secara morfologi tanaman ini adalah tanaman berumpun banyak. Dia memiliki batang tegak dan besar dengan tinggi 1-3 meter. Akarnya kasar dan kuat sehingga sukar dicabut. Bagian daunnya terletak berselingan dengan helaian daun berbentuk pita atau lanset. Bunganya keluar dari ketiak daun dan berbentuk bulir. Untuk buahnya berbentuk lonjong dan memiliki kulit yang keras, bila sudah tua akan berwarna putih atau biru-ungu.
Tumbuhan jali termasuk dalam famili Poaceae. Menurut kajian ilmiah Irawanto, dkk (2017) dari Kebun Raya Purwodadi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), jali secara alami ditemukan di daerah lahan basah (wetland) di tepian sungai/riparian. Dia juga termasuk tumbuhan akuatik emergent. Jali merupakan salah satu koleksi tumbuhan akuatik di Kebun Raya Purwodadi.
Baca juga: Ikan Sapu-sapu, Tukang Bersih-bersih yang Jago Invasi
Jali, Tumbuhan Akuatik yang Mulai Langka
Tumbuhan akuatik sangat digemari masyarakat sebagai tanaman hias taman, karena keindahan bentuk dan warna, baik pada daun maupun bunga. Selain sebagai penghias, tanaman akuatik juga berfungsi secara ekologi dalam menciptakan keseimbangan ekosistem yang baik, sumber makanan organik, media pemijahan ikan, ataupun biota air lainnya. Peran tumbuhan akuatik di lingkungan perairan diantaranya sebagai indikator kualitas air serta akumulator dalam menyaring/menyerap kotoran (limbah) dalam air yang digunakan untuk pertumbuhan.
Keunggulan tanaman jali tidak hanya berhenti sebagai bio-indikator, tetapi tanaman ini bermanfaat juga sebagai sumber pangan mempunyai khasiat sebagai tanaman obat. Berdasarkan kajian ilmiah Titi Juhaeti (2015) Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi LIPI, jali merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang potensial untuk diversifikasi pangan sumber karbohidrat.
Jali merupakan tanaman bijian yang bernutrisi, dengan kandungan protein dan lemak yang lebih tinggi dibandingkan beras dan gandum. Masyarakat lokal di Indonesia mengolah jali menjadi berbagai makanan misalnya nasi, bubur, aneka macam kue (baik basah maupun kering), dan makanan terfermentasi seperti tape.
Sebagai tanaman obat, bagian yang dimanfaatkan adalah biji, akar dan daun. Buku Tanaman Bekhasiat Obat di Indonesia, menjelaskan racikan dari tanaman jali dapat mengobati berbagai macam penyakit seperti diara, radang usus, sakit usus buntu, bengkak, biri-biri, tumor, keputihan, sakit kuning dan kutil.
Sayangnya, menurut kajian Juhaeti, jali yang tergolong dalam tanaman palawija semakin lama mulai ditinggalkan petani, bahkan statusnya hampir punah. Padahal di tahun 1980-an, jali masih banyak dijumpai ditanam di pematang-pematang sawah di banyak tempat di Pulau Jawa, seperti di lahan kering Gunung Kidul.
Penulis: Sarah R. Megumi
Editor: Ixora Devi