Ikan patin (Pangasius sp.) merupakan salah satu jenis ikan air tawar populer. Ikan ini sangat potensial untuk dibudidayakan di Indonesia. Tercatat pada tahun 2011, produksi ikan patin di Indonesia mencapai 229.267 ton dengan kontribusi 16,11% dari produksi patin dunia (FAO, 2013).
Sebagai ikan konsumsi, daging ikan patin memiliki kandungan kalori dan protein cukup tinggi, rasa dagingnya pun gurih. Daging ikan ini rendah sodium sehingga cocok bagi orang yang sedang diet garam. Selain itu, daging ikan ini mudah dicerna oleh usus serta mengandung kalsium, zat besi dan mineral yang sangat baik untuk kesehatan. Kandungan gizi dari ikan patin adalah 68,6% protein, 5,8% lemak, 3,5% abu dan 51,3% air (Hernowo, 2001).
Disamping sebagai ikan konsumsi, ikan patin yang berukuran kecil (5 – 12 cm) umumnya digunakan sebagai ikan hias. Ikan ini sering ditemukan di sungai-sungai besar dan berair.
Ikan patin sering bersembunyi di liang-liang di tepi sungai atau ditemukan di lokasi-lokasi tertentu di bagian sungai, seperti lubuk (lembah sungai) yang dalam. Hebatnya, mereka mampu bertahan hidup di perairan yang buruk. Di Indonesia, penyebaran ikan ini cukup luas, seperti di Sungai Musi, Batanghari, Indragiri, Brantas, Bengawan, Mahakam, Kapuas dan sungai besar Indonesia lainnya.
Secara morfologi ikan patin mempunyai ciri-ciri berbadan panjang, berwarna putih perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Tubuh ikan ini memiliki panjang hingga mencapai 120 cm, bentuk kepala yang relatif kecil, mulut terletak di ujung kepala bagian bawah. Pada kedua sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis yang berfungsi sebagai alat peraba yang merupakan ciri khas ikan jenis catfish, dan memiliki sirip ekor berbentuk cagak (ujungnya bercabang) dan simetris (Oktavianti, 2014).
Dalam siklus hidupnya, ikan patin tergolong hewan yang aktif pada malam hari (nokturnal) dan termasuk jenis pemakan segala (omnivora). Ikan ini termasuk ikan dasar yang dapat dilihat dari bentuk mulut yang agak ke bawah. Mereka cukup responsif terhadap pemberian makanan tambahan.
Melihat dari keunggulan dan potensi yang dimiliki, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berkomitmen untuk menggerakkan industri patin dari hulu ke hilir, menjadi sebuah industri yang stabil, pasti, dan berkesinambungan.
Dilansir dalam berita Greeners.co (11/4/2018), Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan KKP Nilanto Perbowo mengatakan pemerintah, pelaku usaha, pembudidaya, dan asosiasi memiliki sebuah komitmen bahwa ikan patin milik Indonesia harus bisa memberikan kontribusi yang lebih baik lagi kedepannya terutama untuk pertumbuhan ekonomi serta masyarakat.
KKP telah melakukan sejumlah upaya untuk menggerakkan industri patin dari hulu ke hilir meliputi bantuan benih, program pakan mandiri, dan penyediaan induk patin unggul nasional, yaitu patin jambal dan patin pasupati (patin super harapan pertiwi) yang telah dirilis dengan Kepmen KP Nomor 25 Tahun 2006 dan penyusunan Standar Nasional Indonesia (SNI) Fillet Patin. Peluang industri patin untuk konsumsi lokal sangat terbuka luas sebagai dampak dari kebijakan larangan impor patin oleh KKP.
Selain itu, tingginya syarat keamanan pangan yang akan ditetapkan KKP melalui SNI menjadi peluang bagi patin lokal untuk menguasai pasar lokal. Wilayah produksi budidaya patin di Indonesia meliputi Jambi, Palembang, Riau, Lampung, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.
Penulis: Sarah R. Megumi