Ekidna Moncong Pendek, Hewan Mamalia yang Bisa Bertelur

Reading time: 3 menit
Meski tergolong mamalia, uniknya hewan ini bertelur. Foto: Shutterstock

Berbicara soal hewan aneh, ekidna moncong pendek mungkin masuk sebagai salah satunya. Mereka merupakan hewan mamalia bertelur yang ada di bumi. Tampilannya sangat mirip dengan landak, tetapi justru berasal dari famili yang berbeda.

Ekidna dikenal juga sebagai landak semut. Hewan berduri ini berasal dari famili Tachyglossidae dan ordo Monotremata, sebuah kelompok mamalia yang bereproduksi dengan cara bertelur.

Selain ekidna, publik telah mengenal platipus sebagai mamalia petelur lainnya. Kedua hewan itu tergabung dalam ordo Monotremata, serta didaulat sebagai dua mamalia petelur yang bisa tersisa di dunia.

Kelompok ekidna sebenarnya terbagi atas dua genus; Zaglossus punya tiga spesies hidup dan dua spesies punah, sementara ekidna moncong pendek merupakan satu-satunya anggota dari genus Tachyglossus.

Morfologi dan Ciri-Ciri Ekidna Moncong Pendek

Ciri-ciri ekidna moncong pendek tercermin jelas dari arti nama latinnya; Tachyglossus aculeatus. Tachyglossus berarti “lidah cepat,” sedangkan aculeatus bermakna “berduri” atau “dilengkapi dengan duri”.

Tak dimungkiri, sebagian besar tubuh T. aculeatus memang tertutupi oleh bulu dan duri. Panjang tubuh mereka sekitar 30–45 cm, sementara bobot tubuhnya hanya mencapai 2–7 kg.

Duri-duri tersebut sebenarnya adalah rambut yang telah termodifikasi. Panjangnya mencapai 50 mm, dengan corak warna mulai dari kuning kecokelatan, cokelat kemerahan gelap, hingga kehitaman.

Wajah, perut dan kaki merupakan area tubuh yang tidak tertutupi duri, tetapi diselimuti bulu cokelat kemerahan. Mulutnya tidak dapat terbuka lebih lebar dari 5 mm, sedangkan diameter hanya mencapai 9 mm.

Layaknya kelompok ekidna lain, spesies satu ini juga memiliki moncong berbentuk pipa dengan panjang 75 mm. Ukuran mereka memang lebih kecil daripada sepupunya, yakni ekidna moncong panjang.

Habitat dan Distribusi Ekidna Moncong Pendek

Ekidna moncong pendek berasal dari Australia dan sebagian wilayah Papua. Di Bumi Cendrawasih, hewan mamalia itu umumnya dapat kita jumpai di daerah pantai dan dataran tinggi sebelah barat daya.

Berbeda dengan ekidna moncong panjang yang endemis, penyebaran ekidna ini memang cukup luas. Status konservasinya pun masuk dalam kategori “least concern” atau risiko rendah menurut IUCN Red List.

Di habitatnya sendiri, setidaknya ada lima subspesies T. aculeatus yang berhasil ahli temukan. Berikut nama-nama beserta distribusinya:

  • Subspesies a. multiaculeatus ditemukan di Pulau Kanguru;
  • Subspesies a. setosus ditemukan di Tasmania dan beberapa pulau di Selat Bass;
  • Subspesies a. acanthion ditemukan di Teritorial Utara Australia dan Australia Barat;
  • Subspesies a. aculeatus ditemukan di Queensland, New South Wales, Australia Selatan dan Victoria;
  • Subspesies a. lawesii ditemukan di wilayah pantai dan dataran tinggi New Guinea, serta kemungkinan berada di hutan hujan tropis Queensland bagian utara.

Perilaku dan Kebiasaan Ekidna Moncong Pendek

Ekidna moncong pendek memakan spesies semut dan rayap. Mereka memiliki cakar panjang dan tajam untuk menggali tanah, lalu lidah yang sangat lengket untuk menyergap mangsanya.

Lidah ekidna dapat menjulur hingga 180 mm. Bagian itu mengandung glikoprotein yang tinggi, sehingga cukup efisien untuk menangkap mangsa yang bersembunyi di balik rerumputan.

Sejatinya, spesies T. aculeatus sendiri merupakan satwa diurnal. Namun mereka tidak kuat terhadap cuaca panas karena tidak memiliki kelenjar keringat, sehingga mulai terbiasa beraktivitas pada malam hari.

Selain itu, hewan yang dikenal sebagai mungwe oleh warga Daribi dan Chimbu ini hidup secara soliter. Waktu berkembang biaknya tergantung pada lokasi geografis, tetapi biasanya antara Mei hingga September.

Nenek moyang ekidna diduga hidup sejak zaman Jurassic atau sekitar 160 juta tahun silam. Sehingga menurut sejumlah pakar, struktur mata dan beberapa tulang tengkoraknya mirip seperti reptilia.

Taksonomi Spesies Tachyglossus Aculeatus

 

Penulis : Yuhan al Khairi

Top