Nama hewan Dugong (Dugong dugon) tentu sudah tidak asing lagi kita dengar. Mamalia laut yang satu ini terkenal juga sebagai ‘Duyung’ karena cara berenangnya yang anggun serta mirip dengan manusia.
Bahkan, ada pula yang meyakini jika hewan tersebut adalah jelmaan dari putri duyung. Meski erat dengan mitos, namun fauna ini nyatanya memiliki segudang kisah unik lain yang sayang jika terlewatkan.
Duyung merupakan satu-satunya spesies mamalia laut herbivor yang masih eksis di famili Dugongidae. Hewan ini banyak hidup di sekitar Indo-Pasifik, Afrika Timur, hingga Kepulauan Solomon.
Sayangnya, populasi ikan bertubuh buntal tersebut terus menurun setiap tahunnya. Maka dari itu, langkah pelestarian dugong sangat kita butuhkan untuk menjaga habitatnya di laut lepas.
Morfologi dan Ciri-Ciri Dugong
Dugong memiliki kemiripan dengan spesies manatee, hewan ini berbentuk seperti ikan yang tambun dengan bobot sekitar 300-500 kg dan panjang mencapai 3 meter.
Dari segi morfologinya, fauna laut ini memiliki ekor yang pipih, horizontal dengan bentuk yang bercabang – seperti paus dan lumba-lumba. Namun, ia tidak mempunyai sirip punggung.
Selayaknya kelompok mamalia laut pada umumnya, satwa yang dikenal sebagai ‘Lembu Laut’ oleh masyarakat Melayu ini juga berkomunikasi dengan menggunakan suara.
Uniknya dugong bisa menyelam selama 3-5 menit ke dalam air, lalu naik lagi ke permukaan laut untuk bernapas. Hewan ini memiliki puting susu di bagian ketiak yang berfungsi untuk menyusui anaknya.
Mata dugong berukuran kecil, apabila ia keluar dari air bagian tersebut akan mengeluarkan cairan yang mirip dengan air mata. Cairan tersebutlah yang dikenal masyarakat sebagai “air mata duyung.”
Kebiasaan dan Manfaat Ikan Duyung untuk Biota Laut
Salah satu kebiasaan yang paling terlihat dari duyung atau dugong adalah cara ia mencari makan. Biasanya, ia akan menggunakan sirip tebalnya untuk menopang tubuh dan merayap ke dasar laut.
Adapun perilaku makan dugong secara merangkak dan mencabut seluruh tumbuhan lamun sampai ke akar-akarnya. Cara ia makan meninggalkan jejak memanjang di dasar laut atau feeding trail.
Namun, tahukah Anda jika hewan ini termasuk sangat pemilih dalam urusan makanan? Ya, satwa laut ini lebih tertarik pada tanaman lamun yang lembut dan mudah ia cerna ketimbang tumbuhan lainnya.
Oleh sebab itu, jangan heran jika hubungan tumbuhan lamun dan dugong sangat berkaitan. Hewan ini dapat melancarkan siklus nutrisi dan energi untuk pelestarian padang lamun.
Apabila tanaman tersebut tumbuh subur di lautan, maka ekosistem perairan di bumi akan semakin sehat. Jika semakin sehat, maka populasi satwa laut lainnya akan semakin terjaga dan meningkat.
Dugong yang Terancam Punah
Berdasarkan hasil Simposium Nasional Dugong dan Habitat Lamun yang diselenggerakan KKP, LIPI, IPB dan WWF Indonesia, para pakar sepakat keberadaan duyung di Indonesia terus mengalami penurunan.
Hal ini terlihat dari beberapa kasus yang ada di berbagai wilayah di tanah air. Menurunnya populasi ikan ini akibat ancaman dan pemanfaatan ilegal oleh manusia
Kasus-kasus tersebut di antaranya praktik perburuan, konsumsi daging, pemanfaatan tulang, kulit, taring dan air mata secara masif dan turun-temurun oleh masyarakat.
Bahkan, sebagai warga menganggap jika air mata duyung sangat ampuh sebagai bahan obat-obatan, serta dapat berfungsi untuk berbagai aktivitas klenik dan juga magis.
Itu sebabnya, dugong masuk dalam daftar merah IUCN (International Union for The Conservation of Nature) sebagai hewan dilindungi dan harus dijaga kelestarian di alam liar.
Ditambah lagi, hewan ini juga terdaftar pada Lampiran I CITES (Convention on the International Trade in Endangered Species of Fauna and Flora), serta dilindungi oleh negara melalui PP N0. 7/1999.
Baca juga: Udang Windu, Komoditi Unggulan yang Terancam Punah
Cerita Rakyat dan Upaya Pelestarian Dugong
Di sisi lain, ada sebuah tradisi unik dalam masyarakat Kepulauan Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara berhubungan dengan ikan duyung yakni tula-tulana “Wa Ndiu-ndiu”.
Tula-tulana merupakan tradisi lisan dari orang-orang zaman dulu, yang di dalamnya berisi tentang nasihat berbentuk legenda ataupun kisah nyata yang kadang dibaca sambil dilagukan.
Menurut penelitian ahli, dari sekian banyak tula-tulana yang masih eksis hingga saat ini, terdapat “Wa Ndiu-ndiu” yang dalam bahasa setempat bermakna puteri duyung (dugong).
Wa Ndiu-ndiu bercerita tentang putri duyung yang adalah sesosok perempuan (ibu) pengasih. Suatu hari, ia pergi ke laut untuk mencari ikan untuk kedua anaknya sebagai bahan makanan.
Namun, dalam pencariannya ia tidak kunjung kembali dan berubah menjadi seekor ikan duyung. Dari situlah, masyarakat Buton percaya jika menyakiti dugong sama saja dengan menyakiti seorang ibu.
Dampaknya, ketimbang di daerah lain populasi hewan tersebut di Buton terbilang masih cukup banyak. Hingga saat ini, sangat minim laporan bahwa hewan pendiam tersebut terganggu oleh ulah manusia.
Penghormatan masyarakat Buton terhadap mamalia ini dapat menjadi contoh dari upaya pelestarian dan perlindungan populasi dugong yang berdasarkan kearifan lokal.
Referensi:
- Laman Kementerian Kelautan dan Perikanan
- Laman LIPI
- Retfi Wiseli dalam Jurnal Sumber Daya Perairan
- Laporan Survei Dugong dan Habitat Lamun 2017
Penulis: Yuhan Al Khairi, Sarah R. Megumi