Banyak jenis burung yang dipelihara karena keindahan warna bulunya dan ada juga yang dipelihara untuk didengarkan kicauannya. Diantara banyaknya jenis burung kicauan, burung cucak rawa merupakan salah satu burung kicauan yang populer di kalangan masyarakat umum. Burung ini pun menginspirasi sebuah lagu yang populer dinyanyikan oleh penyayi campursari Didi Kempot.
Cucak rawa (Pycnonotus zeylanicus) merupakan burung kicau bernilai ekonomi tinggi. Walaupun sosoknya kurang menarik, burung ini memiliki kicauan yang merdu. Di wilayah Jawa Barat burung cucak rawa dikenal dengan nama cangkurawah, sedangkan di Sumatera dan Melayu disebut sebagai barau-barau. Dalam penamaan bahasa Inggris burung ini disebut Straw-headed Bulbul.
Cucak rawa banyak tersebar di Indonesia. Di pulau Jawa, burung ini sudah sangat jauh menyusut populasinya karena perburuan yang ramai sejak tahun 80-an. Burung-burung yang diperdagangkan di Jawa kebanyakan didatangkan dari Sumatera dan Kalimantan. Di sepanjang wilayah Batang Bungo, Jambi, populasi burung kicau ini terus mengalami penurunan (Gunawan, 2013).
Salah satu penyebab menurunnya populasi cucak rawa dikarenakan rusaknya ekosistem hutan dan habitat alaminya. Burung ini bisa menjadi langka di alam dan tidak menutup kemungkinan akan terjadi kepunahan bila tidak ada upaya pelestarian yang tepat dan berkelanjutan.
IUCN pada tahun 2014 menyatakan cucak rawa dalam status rentan (vulnerable). Sedangkan pada tahun 1998, Convention on International Trade in Endangered Species of wild fauna and flora (CITES) menyatakan cucak rawa termasuk dalam kategori Appendix II yaitu jenis burung yang perlu diatur dan dibatasi perdagangannya, serta perdagannya hanya diperbolehkan dari hasil penangkaran (breeding).
Secara morfologi, burung ini berukuran sedang dengan panjang tubuh total mulai dari ujung paruh hingga ujung ekor yaitu sekitar 28 cm. Sisi atas kepala dan penutup telinganya memiliki warna jingga atau kuning pucat. Iris matanya berwarna kemerahan. Paruhnya berwarna hitam dan kakinya coklat gelap. Bagian sayap dan ekor berwarna kehijauan atau hijau coklat zaitun.
Berdasarkan karakternya, cucak rawa tergolong ke dalam burung semi fighter atau bukan burung petarung murni. Burung ini termasuk burung yang sulit beradaptasi pada lingkungan yang baru. Disamping itu, burung ini mudah kaget apabila disekitarnya ada sesuatu yang mengganggu ketenangannya. Mereka memiliki tingkat stres yang tinggi, bahkan dalam kondisi tertentu burung ini mudah panik dan stres apabila merasa terancam. Istimewanya, burung ini akan menjadi jinak ketika diberikan perlakuan dan perawatan yang baik oleh manusia.
Pada tanggal 29 Juni 2018, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya telah menandatangani Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. Pada peraturan baru ini terdapat 921 jenis tumbuhan dan satwa dalam status dilindungi, termasuk diantaranya 563 jenis burung.
Berdasarkan lampiran tersebut, burung jalak suren (Gracupica jalla), kucica hutan atau dikenal juga sebagai murai batu (Kittacincla malabarica), dan cucak rawa ditetapkan sebagai jenis burung yang dilindungi. Namun baru dua bulan Permen LHK 20/2018 ini berjalan, lampiran dalam peraturan tersebut direvisi melalui Permen LHK 92/2018 dan mengeluarkan murai batu, cucak rawa, jalak suren, anis bentet kecil dan anis bentet sangihe dari daftar jenis burung yang dilindungi.
Penulis: Sarah R. Megumi