Meski sering dianggap gulma, nyatanya tanaman Ciplukan (Physalis angulata Linn.) memiliki segudang manfaat. Hanya saja, awasi anak Anda ketika mencoba memakan buahnya, sebab flora ini mengandung racun solanine yang bisa berbahaya bagi kesehatan.
Gulma adalah kelompok flora pengganggu yang sering tidak diharapakan pertumbuhannya. Masifnya perkembangbiakkan tumbuhan ini bahkan dapat menurunkan hasil produksi dari lahan perkebunan.
Melansir laman CCRC (Cancer Chemoprevention Research Center) Farmasi, Universitas Gadjah Mada, ciplukan merupakan tumbuhan herba anual (tahunan) yang bisa tumbuh antara 0,1-1 m.
Jenis tumbuhan ini termasuk dalam famili Solanaceae, sebuah tumbuhan hijau yang kerap menjadi campuran obat herbal, serta sumber obat-obatan alami bagi masyarakat lokal.
Walau sangat bermanfaat, pemanfataan Physalis angulata Linn. tidak boleh sembarangan. Bentuk mentah dari tumbuhan ini mengandung zat aktif yang mengancam kesehatan manusia.
Habitat dan Persebaran Pohon Ciplukan
Pohon ciplukan merupakan tanaman asli dari Selatan Amerika yang tersebar secara luas ke daerah-daerah tropis di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri tumbuhan ini mempunyai banyak nama.
Masyarakat Jawa mengenal tumbuhan ini sebagai Ceplukan, masyarakat Sunda menyebutnya sebagai Cecendet, di Madura dikenal sebagai Yor-yoran, sedang suku Sasak memanggilnya sebagai Dedes.
Di kawasan Bali, tumbuhan gulma tersebut memiliki tiga nama berbeda yakni Angket, Kepok-kepokan, dan Keceplokan. Sedang warga Minahasa menyebut tumbuhan ini dengan nama Leletokan.
Umumnya, ciplukan tumbuh dengan sendirinya atau liar di daerah semak-semak, pinggir kebun, tepi jalan, tepi hutan hingga ladang pertanian atau perkebunan warga.
Cukup jarang masyarakat yang khusus menanam flora ini dalam upaya budidaya. Jika Anda memerlukannya, tumbuhan yang satu ini dapat kita temukan dengan mudah di sekitar area yang telah saya sebutkan.
Tumbuh di daerah dengan ketinggian antara 1-1550 m dpl. Tanaman yang menyukai lahan subur dan agak basah ini tumbuh subur saat musim hujan, dengan panjang usia berkisar satu tahun saja.
Morfologi dan Ciri-Ciri Ciplukan
Ciplukan memiliki daun tunggal dan berwarna hijau. Pertulangan daunnya tidak teratur, memiliki tulang daun menyirip serta menjari. Batang tidak jelas, dengan percabangan yang terlihat menggarpu.
Ditambah lagi, batang pohon ini juga tampak bersegi tajam, berusuk, berongga dengan bagian hijau yang berambut pendek atau gundul.
Batangnya sendiri dapat berdiri tegak atau merunduk hingga menyentuh lantai tanah. Keunikan dari pohon ini juga dapat kita lihat dari buahnya yang terbungkus oleh kelopak daun.
Bagian kelopak daun ciplukan tampak menggelembung, berbentuk seperti telur dan berujung runcing. Buah tersebut dapat tumbuh sepanjang 14 mm, berwarna hijau-kuning serta memiliki cita rasa manis.
Bunga dari pohon ini tergolong tunggal, terletak di ujung atau ketiak daunnya. Bentuk bunga tersebut simetri banyak, tangkai bunga tegak dengan ujung yang mengangguk, langsing dan lembayung.
Pertumbuhan bunga tersebut dapat mencapai 8-23 mm pada usia muda. Saat sudah mulai dewasa, bagian tersebut biasanya berkembang atau tumbuh kembali hingga 3 cm.
Manfaat Pohon Ciplukan
Seperti yang telah saya sebutkan, meskipun tergolong sebagai tanaman liar ciplukan memiliki banyak sekali manfaat dan khasiat khususnya di bidang kesehatan tradisional.
Tidak cuma itu, tumbuhan yang satu ini juga bermanfaat bagi bidang pendidikan tanaman herbal, terutama sebagai acuan ilmu pengetahuan tentang kimia bahan-bahan alam.
Berdasarkan beberapa penelitian, senyawa-senyawa aktif yang terkandung dalam Physalis angulata Linn. di antaranya saponin, flavanoid, polifenol hingga fisalin.
Senyawa-senyawa ini merupakan antioksidan alami yang terkandung dalam tumbuhan. Antioksidan dapat mengeliminasi radikal bebas dalam tubuh sehingga tidak menginduksi suatu penyakit.
Jika demikian, bagian apa saja sih yang bisa kita manfaatkan dari pohon tersebut? Berikut di antaranya:
- Akar ciplukan pada umumnya berguna sebagai obat cacing dan penurun demam;
- Daunnya sebagai penyembuh patah tulang, busung air, borok, penguat jantung, keseleo, nyeri perut serta kencing nanah; serta
- Apabila Anda mengonsumsinya, pakar obat herbal percaya buah ciplukan dapat mengobati epilepsi, susah dan penyakit kuning.
Bahkan di kawasan selatan benua Amerika (seperti Peru dan Chili), flora ini banyak awam olah menjadi saus/sambal untuk kudapan dan isian salad.
Bahaya Ceplukan dan Cara Mengolahnya
Melansir berbagai sumber, ahli menyimpulkan jika buah ciplukan mengandung solanine atau racun alami yang jamak terdapat pada tanaman solanaceae atau jenis sayuran Nightshades.
Solanine sendiri dapat menyebabkan gangguan pencernaan, termasuk kram dan diare. Bahkan dalam kasus yang sangat parah, sayuran ini juga berpotensi mengancam kesehatan hidup seseorang.
Dalam sebuah penelitian, tikus jantan menerima suntikan jus buah ceplukan dengan dosis 2.227 mg setiap hari. Hasilnya, tikus tersebut mengalami kerusakan jantung, meski tidak terjadi pada tikus betina.
Maka dari itu, pakar menyarankan kepada masyarakat agar mengonsumsi buah tersebut saat sudah matang saja. Hal ini dapat terlihat dari warna buah yang sudah berubah menjadi kuning keemasan.
Pada dasarnya, manfaat dari tumbuhan ini dapat kita rasakan jika dikonsumsi dan diolah secara benar. Supaya tidak keliru, berikut langkah-langkah yang harus Anda ketahui:
- Untuk mengetahui tingkat kematangan buah ceplukan, Anda bisa mengupas daun yang menjadi kuncup buahnya, lalu perhatikan warna dari buah tersebut;
- Jika sudah cukup matang, cuci menggunakan air sampai benar-benar bersih;
- Kita bisa memakan secara langsung buah ciplukan yang sudah matang dan dicuci;
- Apabila ingin mengolahnya menjadi makanan, Anda dapat mencampur buah tersebut ke dalam salad atau diblender dengan buah-buahan lainnya hingga menjadi jus.
Perlu Anda ketahui, buah ciplukan sendiri mengandung karbohidrat, protein, serat, riboflavin, vitamin A, lemak, vitamin C, zat besi, fosfor serta vitamin K yang penting bagi kesehatan tulang, gigi, dan kulit.
Taksonomi Ciplukan
Referensi:
Alifah Hasna, Universitas Muhammadiyah Malang
Laman Farmasi, Universitas Negeri Gajah Mada
Ratna Frida Susanti, Ph.D, dkk., Universitas Katolik Parahyangan
Penulis: Yuhan Al Khairi, Sarah R. Megumi