Ikan belida atau Chitala lopis yang pernah dinyatakan punah sebelumnya, kini muncul kembali di Pulau Jawa. Baru-baru ini, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) merilis hasil temuan ikan belida di Pulau Jawa serta menjawab persoalan taksonominya di Indonesia.
Belida atau The giant featherback merupakan ikan air tawar bernilai penting di Indonesia. Selain itu, ikan belida juga menjadi simbol budaya di Sumatra dan Kalimantan. Tekstur dagingnya yang lembut dan rasanya yang khas, membuat ikan ini kerap masyarakat konsumsi sebagai pempek dan kerupuk ikan (kemplang).
BACA JUGA: Plethodon cinereus, Salamander Bioindikator Ekosistem Hutan
Namun, tingginya permintaan dan penangkapan yang berlebihan, menyebabkan pemerintah Indonesia memasukannya ke dalam daftar ikan terlindungi. Hal ini berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 1/2021.
Sirip Ikan Belida Seperti Kipas
C. lopis memiliki rahang yang terus bertambah panjang selama hidupnya. Tubuhnya berbentuk simetri bilateral dan bungkuk di tengkuknya. Permukaan tubuhnya licin dengan bagian atas berwarna kehitaman kelabu, dan bagian bawahnya berwarna keperakan.
Selain itu, ikan Belida dapat tumbuh panjang hingga 150 cm dengan berat tubuh mencapai 7 kg. Salah satu ciri khas ikan belida ialah memiliki sirip seperti kipas. Ikan omnivora yang aktif berburu pada malam hari ini memiliki beberapa variasi morfologi di daerah persebarannya.
Chitala lopis, Penghuni Sungai Dataran Rendah
Ikan belida menghuni sungai di dataran rendah, dengan dadasr berbatu, cekung, dan alirannya dinaungi vegetasi hutan. Saat musim hujan tiba, biasanya ikan belida akan bermigrasi ke rawa-rawa dan sawah untuk bertelur dan mencari makan.
BACA JUGA: Hiu Banteng, Dapat Hidup di Air Laut dan Tawar
Di Indonesia, C. lopis terdistribusi di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Jawa, dan Kalimantan. Masyarakat lokal menyebutnya “pipih” di Kalimantan dan “belida” atau “belido” di Palembang.
Maskot Kota Palembang
Pada tahun 2017, pemkot Palembang membangun sebuah monumen ikan belida raksasa di Plaza Benteng Kuto Besak Palembang. Monumen tersebut berupa kepala ikan yang mengarah ke Sungai Musi. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan kelangkaan ikan C. lopis.
Penulis: Anisa Putri
Editor: Indiana Malia