Baru-baru ini gempabumi mengguncang kota Palu dan Donggala di Sulawesi Tengah. Gempabumi yang terjadi di wilayah pesisir tersebut kemudian membangkitkan tsunami di pantai Donggala dan pantai Talise Palu. Gelombang tsunami dapat bergerak ke segala arah dengan jarak hingga beribu-ribu kilometer. Dampak yang dirasakan oleh bencana ini bisa menyapu seisi kota dan memakan banyak korban jiwa.
Untuk mengantisipasi kondisi demikian, bagi masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir diimbau untuk menanam tumbuhan pantai. Salah satunya adalah jenis vegetasi cemara udang atau cemara laut. Cemara udang (Casuarina equisetifolia) atau yang memiliki sebutan lain yaitu Australian pine dan beach she-oak terkenal sebagai benteng alami penghadang tsunami.
Berdasarkan penelitian Prof. Dr. Suhardi, MSC, guru besar Fakultas Kehutanan UGM, pembuatan lapisan cemara udang di sepanjang pantai berfungsi sebagai benteng pelindung dari abrasi pantai dan tsunami. Hutan cemara udang juga menjadi tempat berkembangnya satwa yang sangat peka dengan tanda-tanda terjadinya tsunami, sehingga dapat memberi isyarat kepada masyarakat akan datangnya tsunami.
Cemara udang merupakan tanaman dengan banyak manfaat. Tanaman ini mampu menahan tiupan angin kencang, hempasan gelombang laut, dan terpaan pasir yang bergulung di sepanjang pantai. Oleh karena itu, cemara udang sangat baik digunakan sebagai pemecah angin (windbarrier) di kawasan pantai yang rentan terhadap bahaya angin kencang dan tsunami.
Secara morfologi cemara laut berukuran besar dengan tinggi mencapai 50 m. Batang tanaman tegak lurus dengan diameter batang sekitar 100 cm. Sedikit berbanir pada bagian pangkal. Kulit kayu luar berwarna abu-abu kecokelatan hingga cokelat gelap, bagian kulit dalam berwarna kemerahan.
Ranting tanaman berbentuk jarum dan mempunyai panjang sampai 30 cm. Bagian daun cemara berbentuk sisik dan tersusun melingkar 6-10 helai pada setiap buku. Cemara laut merupakan tumbuhan berumah satu dan perbungaannya mengerucut (runjung). Runjung jantan berada di ujung cabang dan runjung betina berada di bagian bawah. Buahnya berbentuk kerucut, bulat memanjang dan didalamnya terdapat banyak biji yang bersayap.
Dilansir pada laman forda-mof.org, peneliti Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS, Surakarta, Beny Haryadi, menjelaskan bahwa cemara laut merupakan jenis tanaman khas pantai yang potensial untuk rehabilitasi lahan dan konservasi tanah (RLKT) pantai berpasir. Jenis ini mampu menahan angin laut dan uap air laut yang mengandung garam sehingga mampu mendorong perbaikan lingkungan.
Selain untuk mitigasi tsunami, vegetasi hutan cemara udang sangat baik untuk membuat lahan sekitar pantai menjadi produktif. Kawasan di sekitar hutan cemara udang pun bisa dijadikan sebagai tambak udang dan peternakan karena kemampuan pohon ini mengikat nitrogen (biasanya disebut pupuk urea alami). Tanaman cemara laut juga dapat berfungsi sebagai peneduh dari sinar matahari bagi wisatawan yang berkunjung ke pantai.
Penulis: Sarah R. Megumi