Walau umum digunakan sebagai penghias, bunga alamanda ternyata cukup efektif sebagai obat tradisional. Flora ini dipercaya memiliki efek pencahar yang dapat melancarkan pencernaan. Selain itu, getahnya juga memiliki sifat antibakteri sehingga baik untuk kesehatan.
Alamanda merupakan satu dari 1.000 lebih spesies Apocynaceae yang tersebar di daerah tropis. Tumbuhan ini berasal dari genus Allamanda, sehingga mempunyai nama ilmiah Allamanda cathartica.
Di Indonesia, alamanda dikenal juga sebagai bunga terompet emas, lonceng kuning, atau bunga buttercup. Mereka sejatinya berasal dari Amerika Tengah dan Selatan, tetapi dibudidayakan ke berbagai daerah.
Tidak cuma kuning, beberapa jenis alamanda juga dikenal mempunyai warna berbeda. Seperti spesies A. blanchetti misalnya, tanaman hias ini dianggap sangat unik karena memiliki kelopak berwarna ungu tua.
Morfologi dan Ciri-Ciri Bunga Alamanda
Ciri-ciri bunga alamanda juga dapat kita identifikasi dari bentuk daun, bunga, buah, dan akarnya. Agar tidak keliru, baca uraiannya berikut ini:
- Daun: panjangnya berkisar 5–15 cm dengan lebar 2–5 cm. Ini merupakan jenis daun tunggal, bertangkai pendek dan tersusun berhadapan. Warna daun hijau, berbentuk jorong dan tebal. Ujung dan pangkalnya tampak meruncing, sedangkan permukaan tas dan bawahnya halus tapi mengandung getah.
- Bunga: diameternya mencapai 5–7,5 cm. Ini merupakan jenis bunga majemuk, berbentuk tandan dan muncul di ketiak daun atau ujung batang. Mahkotanya berbentuk corong dan berwarna kuning, dengan panjang berkisar 8–12 mm.
- Buah dan akar: panjang buah berkisar 1,5 cm, bentuknya bulat dengan biji segitiga. Warna buah hijau pucat ketika muda, tetapi berubah menjadi hitam saat sudah tua. Sementara akarnya tergolong sebagai jenis tunggang.
Bunga alamanda tergolong sebagai tanaman perdu. Penampilannya tampak berkayu-kayu, selalu hijau (evergreen), serta dapat berkembang biak hingga setinggi 2 meter.
Permukaan batang sendiri terlihat cukup halus. Batangnya yang sudah tua akan berwarna kecokelatan karena pembentukan kayu, sementara tunas mudanya tetap berwarna hijau.
Habitat dan Distribusi Bunga Alamanda
Di habitatnya, bunga alamanda dapat ditemukan di sekitar sungai dan daerah terbuka dengan pancaran matahari penuh. Mereka menyukai lingkungan dengan curah hujan cukup serta kelembapan yang tinggi.
Diperkirakan tanaman alamanda tumbuh pada ketinggian 0–700 meter di atas permukaan laut (dpl). Curah hujan yang mereka butuhkan rata-rata berkisar 1.000 hingga 2.800 mm per tahun.
Tumbuhan ini tidak dapat tumbuh pada tanah bergaram atau terlalu basa. Mereka juga tidak tahan terhadap cuaca beku di bawah -1 derajat Celsius, sehingga cukup sukar dibiakkan pada negara empat musim.
Selain memerlukan sinar matahari penuh, alamanda juga serasi dengan tanah berpasir yang kaya bahan organik. Pertumbuhannya pun dinilai cukup cepat, sehingga dianggap sebagai gulma di beberapa daerah.
Brasil adalah salah satu sentral pembudidayaan spesies A. cathartica. Mereka dipelihara dan diperjualbelikan sebagai tanaman hias, baik untuk mempercantik pekarangan, tembok, hingga pagar.
Kandungan dan Manfaat Bunga Alamanda
Selain cantik, bunga alamanda juga menyimpan segudang manfaat. Seperti yang telah disebutkan, getahnya mempunyai sifat antibakteri sehingga sangat efektif untuk mencegah kuman dan penyakit.
Bahkan melansir berbagai sumber, getah tersebut berpotensi sebagai obat penyakit kanker. Sedangkan bunganya bisa mencegah tumbuhnya bakteri Staphylococcus, yang dapat menyebabkan gangguan kulit.
Daun alamanda mengandung alkaloida, sementara kulit batang dan buahnya menyimpan saponin. Karena itu, tanaman ini sangat baik jika diolah sebagai obat komplikasi malaria dan pembengkakan limpa.
Di samping itu kulit batangnya juga mengandung tanin. Lalu, buahnya mengandung flavonoida dan polifenol sehingga sangat baik untuk mencegah berbagai macam penyakit.
Menurut penelitian terbaru, akar dari bunga alamanda bisa mencegah penyakit kuning. Sehingga, tidak heran jika tumbuhan satu ini banyak dilibatkan dalam praktik pengolahan obat.
Taksonomi Allamanda Cathartica
Penulis : Yuhan al Khairi