Indonesia adalah salah satu negara dengan angka keberagaman kelelawar (Chiroptera) terbesar di dunia. Setidaknya ada 230 spesies Chiroptera yang tersebar ke berbagai daerah. Sedangkan 70 jenis di antaranya berada di Sulawesi, seperti halnya kalong Sulawesi.
Kalong Sulawesi dikenal sebagai Acerodon celebensis. Ini merupakan kelelawar pemakan buah berukuran besar (Megachiroptera), yang tergabung ke dalam famili Pteropodidae dan subfamili Pteropodinae.
Di tanah air, kelompok kelelawar ini biasa disebut kalong. Begitu juga dengan A. celebensis, sebab spesies tersebut mempunyai ukuran tubuh yang besar dan suka mengonsumsi buah-buahan.
Meskipun sangat penting bagi kelestarian alam, kalong endemis dari Sulawesi itu diketahui makin terancam. Populasinya terus mengalami penurunan, seiring meningkatnya aktivitas perburuan satwa liar.
Morfologi dan Ciri-Ciri Kalong Sulawesi
Kalong Sulawesi dapat dikenali dengan mudah. Hewan ini memiliki bulu bahu berwarna kuning yang kontras dengan bulu pada bagian tubuh lainnya, yakni berwarna abu-abu, cokelat kekuningan atau kehitaman.
Jika dibandingkan kelelawar atau kalong pada umumnya, ukuran tubuh A. celebensis memang terhitung cukup besar. Namun bobotnya sendiri cenderung sangat ringan, sebab hanya berkisar 200–250 gram.
Panjang lengan bawah sayap mencapai 120,5–144,3 mm, sedangkan panjang telinga antara 28,2–31,1 mm. Panjang betis disinyalir berkisar 50,2–54,3 mm, sedangkan total tengkoraknya mencapai 62,5–64,9 mm.
Sebagai perbandingan, kalong kapauk (Pteropus vampyrus) adalah spesies terbesar dari famili Pteropodidae. Hewan ini memiliki rentang sayap antara 1.400–1.500 mm dengan bobot tubuh 645–1.100 gram.
Melansir berbagai sumber, lebar satu sayap A. celebensis mencapai 57,07 cm. Apabila keduanya kita buka, maka rentang sayap kelelawar tersebut berkisar 114 cm atau hanya 1.141 mm saja.
Habitat dan Karakteristik Kalong Sulawesi
Seperti yang telah disebutkan, kalong Sulawesi adalah spesies endemis yang berasal dari wilayah Buton, Sulawesi, serta beberapa pulau kecil di sekitarnya seperti Mangole, Sanana, Siau, Sangihe, dan Selayar.
Jenis kelelawar ini menyukai habitat dataran rendah sampai ketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut (dpl). Biasanya spesies A. celebensis tampak bergantung di pohon-pohon, terutama kawasan hutan bakau.
Mereka hidup berdampingan dengan spesies kalong lainnya, yakni P. alecto. Spesies P. alecto umumnya bergantung pada percabangan yang rendah, sedangkan P. celebensis menempati percabangan teratas.
Beberapa sumber juga menyebut bahwa spesies P. celebensis tinggal di hutan bambu. Mereka bisa kita jumpai di sepanjang bibir pantai, serta dikenal cukup sensitif–meski sudah familiar–terhadap manusia.
Di alam liar spesies ini memakan berbagai jenis buah-buahan, salah satunya kelapa. Mereka juga bertugas sebagai agen penyerbuk alami, sehingga sangat penting bagi ekosistem yang ada di sekitarnya.
Populasi dan Perburuan Kalong Sulawesi
Merujuk IUCN Red List, status konservasi kalong Sulawesi berada pada kategori “vulnerable” atau rentan. Mereka juga masuk dalam apendiks II CITES, sebab tren populasinya terus menurun dan mengkhawatirkan.
Namun ironisnya, spesies A. celebensis belum dilindungi oleh peraturan perundang-undangan Indonesia. Sehingga meski menyandang status rentan, upaya pencegahaan perburuannya masih sering terkendala.
Menurut ahli, masyarakat memburu kalong dan kelelawar untuk mereka jual dan konsumsi. Beberapa bagian tubuhnya diduga memiliki khasiat obat, sehingga jamak diperjualbelikan di pasar-pasar tradisional.
Harga kalong per ekornya dibanderol mulai dari Rp 30.000–60.000 . Semakin besar bobot kalong, maka harganya akan semakin mahal. Inilah yang mendasari terjadi perburuan satwa, di mana adanya permintaan pasar.
Padahal memakan daging hewan liar meningkatkan risiko zoonosis. Jika tidak dipayungi dengan aturan yang tepat, maka bisa berisiko terhadap kesehatan masyarakat, upaya konservasi, hingga kelestarian satwa.
Taksonomi Spesies Acerodon Celebensis
Penulis : Yuhan al Khairi