Tumbuh secara liar di hutan dan di ladang, tanaman Brotowali (Tinospora crispa, L.) memiliki keunggulan sebagai tanaman obat tradisional (herbal). Industri jamu umumnya memiliki kebun brotowali mengingat manfaatnya yang tinggi. Beberapa manfaat brotowali diantaranya dapat digunakan untuk mengobati berbagai penyakit, melancarkan fungsi organ pernafasan, menambah nafsu makan dan menurunkan kadar gula.
Penduduk Filipina dan Malaysia menggunakan seduhan tanaman ini sebagai “pemberian nyawa” (Makabuhai, bahasa Tagalog), dan juga sering digunakan untuk mengatasi gangguan perut termasuk diare, bahkan terkadang digunakan sebagai minuman koktail dalam suatu acara resmi (Agoes, 2010).
Brotowali menyebar merata hampir di seluruh wilayah Indonesia dan beberapa negara lain di Asia tenggara dan India. Tanaman ini mempunyai banyak nama lokal yaitu antawali, bratawali, putrawali, daun gadel, andawali (Jawa), bitter grape (Inggris), shen jin teng (Cina). Selain ditemukan tumbuh liar di hutan dan ladang, brotowali sengaja ditanam sebagai tanaman hias.
Tanaman ini menyukai tempat terbuka dan membutuhkan banyak sinar matahari. Ia dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi dengan ketinggian 1.700 m di atas permukaan laut (dpl).
Secara morfologi brotowali memiliki tinggi batang hingga 2,5 meter dengan besar batang sebesar jari kelingking, berbintil-bintil rapat dan memiliki rasa yang pahit. Tangkai dari tanaman brotowali berciri-ciri daun menebal pada pangkal dan ujung, pertulangan daun menjari dan berwarna hijau. Tanaman ini merupakan tumbuhan berdaun tunggal, dengan bentuk daun seperti jantung atau agak mirip seperti bundar telur berujung lancip, dengan panjang daun 7-12 cm dan lebar 5-10 cm.
Bunga brotowali bersifat majemuk berbentuk tandan, terletak pada batang kelopak ketiga, bunga berwarna hijau muda kecil (Septiatin, 2008). Memiliki enam mahkota, berbentuk benang berwarna hijau. Benang sari pada bungga brotowali berjumlah enam, tangkai bunga berwarna hijau muda dengan kepala sari kuning. Buahnya keras seperti batu, berwarna hijau.
Tanaman brotowali dapat diperbanyak dengan dua cara, yaitu secara generatif (menggunakan biji) dan vegetatif (stek), tetapi kebanyakan menggunakan stek. Cara stek lebih banyak dipilih orang karena bahan untuk membuat stek hanya sedikit, tetapi dapat diperoleh bibit tanaman dalam jumlah yang banyak. Alasan lainnya adalah karena caranya yang sederhana, tidak memerlukan teknik yang rumit, sehingga dapat dilakukan oleh siapa saja.
Tanaman yang rasanya sangat pahit ini berkhasiat untuk mengobati berbagai macam penyakit. Batangnya digunakan untuk pengobatan rematik, memar, demam, merangsang nafsu makan, sakit kuning, cacingan, dan batuk. Air rebusan daunnya dimanfaatkan untuk mencuci luka atau penyakit kulit seperti kudis dan gatal- gatal, sedangkan air rebusan daun dan batang untuk penyakit kencing manis. Ekstrak etanol daun brotowali ini bisa digunakan untuk menurunkan kadar glukosa darah (Pujilestari dan Pratiwi, 2009).
Berdasarkan kajian pustaka, brotowali mengandung damar lunak, pati, glikosida, pikroretosid, zat pahit pikroretin, harsa, alkaloid berberin dan palmatin. Bagian akarnya mengandung alkaloid berberin dan kolumbin. Daun mengandung alkaloid, saponin, dan tannin, sedangkan batangnya mengandung flavanoid.
Brotowali sebagai salah satu contoh tanaman pestisida nabati dapat dimanfaatkan menggantikan insektisida sintetis. Kandungan zat pahit, glikosida, dan alkaloida merupakan zat yang tidak disukai oleh nyamuk. Berdasarkan penelitian ilmiah, pemanfaatan ekstrak akar wangi brotowali digunakan untuk pengendalian nyamuk Aedes aegypti dan Anopheles. Ekstrak akar wangi brotowali dengan konsentrasi 0,20 % dan 0,25 % mampu membunuh larva Aedes aegypti dalam kurun waktu 2 jam.
Penulis: Sarah R. Megumi