Berkat peran burung Halo, sang penyebar biji itu, hutan-hutan tropis Indonesia mampu menyembuhkan dirinya dari berbagai kerusakan. Jumlah burung Halo di hutan-hutan Sulawesi dianggap masih cukup banyak karena burung ini tidak dianggap sebagai hama petani. Namun karena pertimbangan ekologis serta penyebaranya yang terbatas, burung ini termasuk satwa yang dilindungi oleh Undang-Undang, yang artinya siapa pun dilarang menangkap, melukai, menyimpan, memelihara dan memperdagangkan burung Halo dalam keadaan baik maupun mati.
LSM Opwall menaruh perhatian terhadap kelestarian burung Halo dengan cara melestarikan hutan Lambusango yang menjadi habitat berbagai jenis burung, termasuk burung Halo. Selain itu, Opwall juga melalukan sosialisasi pada warga sekitar Lambusango atas keberadaan burung Halo. Berdasarkan pantauan di lapangan, terdapat beberapa plang yang berisi imbauan untuk melestarikan burung Halo dan habitatnya di sejumlah sudut jalan menuju hutan Lambusango.
Lalu bagaimana burung Halo melestarikan keturunannya? Burung Halo, merupakan satwa monogami. Burung dewasa yang telah memiliki pasangan, ke manapun selalu berdua, semua kegiatan dilakukan dengan penuh kerja sama, gotong royong dan kasih sayang.
Kerja sama dan komitmen yang tinggi antara si jantan dan si betina nampak begitu jelas saat si betina mengerami dan menetaskan telur serta membesarkan anaknya di dalam sarang.
Setelah kawin dan saatnya menetaskan telur, pasangan burung Halo memilih lubang pohon yang sesuai untuk sarangnya. Setelah lubang yang sesuai ditemukan, si betina kemudian memasuki lubang. Burung Halo jantan lalu akan menutup sarang dari luar dengan lumpur. Si betina kemudian memperkuat sarangnya dari dalam menggunakan kotorannya, sedemikian rupa sehingga hanya menyisakan lubang kecil, tempat si jantan menyuapkan makanan kepada si betina dan anaknya.
Burung Halo betina biasanya mulai bersarang sekitar bulan Juni. Jumlah telurnya maksimun dua buah, namun yang menetes biasanya hanya satu. Setiap hari, si jantan mengumpulkan buah yang disimpan di dalam gelambir leher dan paruhnya yang panjang. Setelah sampai di sarang, melalui lubang kecil, satu demi satu biji tersebut dikeluarkan dari gelambirnya, kemudian dengan penuh kasih sayang disuapkan ke paruh betinanya.
Saat telur yang dierami Halo betina telah menetas, si jantan semakin getol mencari makan. Ia mengumpulkan buah-buahan pohon ara terbaik dengan ukuran yang sesuai dengan paruh sang anak yang masih kecil. Berdasarkan penelitian radio-telemetri, daya jelajah terbang burung Halo jantan dalam pencarian buah bisa mencapai 37 km per hari. Setelah mengumpulkan buah seharian, kemudian selama berjam-jam si jantan mesti menyuapkan buah yang ada di paruhnya ke betinanya, kemudian si betina berganti menyuapkan ke paruh anaknya. Rata-rata burung Halo jantan mampu mengumpulkan 270 buah ara dalam satu hari.
Setelah si anak berumur 50-60 hari, si betina dan anaknya keluar dari sarang. Namun karena kondisinya yang masih lemah, mereka belum mampu mencari makan. Dalam kondisi ini, si jantan dengan setia terus memenuhi kewajibannya sebagai seorang “ayah” yang baik dan bertanggung jawab.
Setelah 20 hari keluar dari sarang, Halo betina biasanya telah kuat mencari makan. Kemudian pasangan ini akan bersama-sama mencari makan untuk anaknya. “Burung Halo layak menjadi cermin dalam membangun rumah tangga yang penuh tanggung jawab dan kasih sayang dan keharmonisan yang menakjubkan,” kata Edi Purwanto yang juga pernah aktif di Wildlife Conservation Society (WCS) Indonesia, sebuah LSM internasional yang konsen dalam pelestarian kehidupan liar.
Persiapan Pengamatan Burung di Lambusango
Jika ingin melakukan pengamatan lebih serius, bawalah alat tulis, kamera, atau handycam untuk mencatat dan merekam objek yang menarik. Bawa pula buku panduan lapangan yang berisi berbagai jenis burung, agar bisa mengamati dan mencocok jenis burung-burung di Kawasan Wallacea mengingat hutan Lambusango merupakan salah satu daerah yang masuk kawasan Wallacea.