Salah satu taman hiburan yang cukup besar dan populer di Indonesia memakai satwa ini sebagai maskot. Ya, satwa yang dimaksud adalah bekantan. Bekantan (Nasalis larvatus) atau Proboscis monkey merupakan primata dengan ciri khas memiliki hidung yang panjang dan besar. Tidak hanya bentuk hidungnya yang khas, satwa ini juga pandai menyelam untuk melewati sungai. Ini dikarenakan bekantan memiliki selaput di sela-sela jari kakinya untuk memudahkannya berenang.
Di Indonesia, bekantan dapat dijumpai di Pulau Kalimantan dan terdiri dari dua subspesies, yaitu Nasalis larvatus larvatus dan Nasalis larvatus orientalis. Nasalis larvatus larvatus terdapat dihampir seluruh bagian pulau Kalimantan sedangkan Nasalis larvatus orientalis terdapat di bagian timur laut dari pulau Kalimantan.
Masyarakat Kalimantan memilki sebutan lokal untuk bekantan, seperti kera Belanda, pika, bahara bentangan, raseng dan kahau. Satwa ini juga memiliki nama yang berbeda di beberapa negara, seperti di Malaysia disebut kera bekantan, di Brunei Darusallam disebut bangkatan, dan di Belanda disebut neusaap.
Tubuh bekantan, mulai dari kepala, leher, punggung dan bahunya diselimuti rambut berwarna cokelat kekuning-kuningan, cokelat kemerah-merahan, atau cokelat tua. Pada bagian perut, dada dan ekornya berwarna putih abu-abu dan putih kekuning-kuningan. Pada individu jantan, pipi bagian belakang berwarna kemerah-merahan dengan bentuk hidung lebih mancung, sedangkan individu betina pipi bagian belakangnya berwarna kekuning-kuningan dengan bentuk hidung lebih kecil.
Individu jantan biasanya memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan individu betina. Tubuh individu jantan dapat mencapai ukuran 75 cm dengan bobot sekitar 24 kg, sedangkan tubuh individu betina berukuran sekitar 60 cm dengan bobot 12 kg.
Di Kalimantan Selatan terdapat mitos bahwa bekantan merupakan jelmaan orang Belanda. Pada zaman dahulu, penjajah Belanda ingin menyerang kerajaan Banjar, pada saat kapal Belanda memasuki Sungai Martapura, mereka dihadang oleh pejuang Banjar. Karena kalah senjata dan hampir kalah, para pejuang Banjar yang tersisa berdoa memohon pertolongan kepada Tuhan dan doa tersebut dikabulkan dengan tenggelamnya kapal Belanda tersebut.
Tidak lama, kapal karam tersebut dipenuhi oleh pepohonan dan terbentuklah pulau. Tanpa diketahui asalnya, muncul primata berbulu oranye dengan muka dan hidung yang besar, layaknya orang Belanda. Dari mitos tersebut, bekantan disebut juga monyet Belanda.
Bekantan termasuk primata yang hidupnya berkelompok. Dalam satu kelompok biasanya dipimpin oleh satu individu jantan yang memang memiliki tubuh yang besar dan kuat (alfamale). Dalam satu kelompok, umumnya terdapat sekitar 10 – 30 ekor. Seekor individu betina, biasanya memiliki masa kehamilan antara 5 – 6 bulan dengan hanya melahirkan satu ekor anak.
Si Hidung Besar ini dapat dijumpai di sekitar pinggiran hutan dekat sungai, hutan rawa gambut, hutan rawa air tawar, hutan bakau dan kadang-kadang sampai jauh masuk daerah pedalaman. Bekantan termasuk satwa yang aktif pada siang hari (diurnal) dan biasanya mengonsumsi jenis daun-daun, biji-bijian dan buah-buahan. Pada siang hari, biasanya monyet Belanda ini lebih menyukai tempat yang agak teduh untuk beristirahat kemudian kembali ke pinggiran sungai pada saat sore hari.
Ancaman utama bagi jenis ini adalah konversi lahan, kebakaran hutan dan perburuan yang dilakukan oleh manusia. Berdasarkan status keterancaman menurut IUCN (International Union for Conservation of Nature), bekantan masuk ke dalam kategori Endangered (Terancam Punah). Selain itu, berdasarkan status perdagangan internasional yang diatur oleh CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) masuk ke dalam Appendiks I, yaitu semua jenis yang terancam punah tidak boleh diperdagangkan secara internasional dan berdampak apabila diperdagangkan.
Penulis: Ahmad Baihaqi/Indonesia Wildlife Photography