Pohon Baobab Afrika atau Adansonia digitata dalam penamaan lokal disebut juga sebagai Asem Buto. Flora ini merupakan salah satu jenis pohon tertua dan terbesar dari keluarga Angiospermae. Dengan bentuk fisik terbesar di dunia, pohon Baobab diibaratkan seperti brokoli raksasa.
Pohon ini umumnya ditemukan di hutan semak berduri yang cenderung terletak di dataran rendah dengan musim kemarau selama 4-10 bulan per tahun. Habitat aslinya berada di daratan Afrika dan Semenanjung Arab. Namun, anggota familinya juga seringkali ditemukan di daerah Madagaskar dan Australia.
Di Indonesia, pohon Baobab memiliki banyak julukan. Dalam Bahasa Jawa, misalnya, pohon ini dikenal dengan nama Asem Buto. Sementara dalam Bahasa Sunda dikenal dengan nama Ki Tambleg.
Baca juga: Krokot, Tanaman Gulma dengan Segudang Khasiat
Secara morfologi, tinggi rata-rata pohon bisa mencapai 25 meter dengan diameter batang sekitar 10 meter. Tanaman ini dapat menyimpan air di dalam batang sebanyak 120 liter untuk bertahan dalam kondisi kering berkepanjangan.
Menariknya, pohon kuno ini dapat dibudidayakan dan dibutuhkan waktu 15 sampai 20 tahun untuk dapat berbuah. Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa dengan mencangkokkan cabang pohon yang berbuah ke bibit, pohon ini mampu berbuah dalam kurun waktu 5 tahun.
Kulit batangnya yang berserat dapat digunakan sebagai bahan pembuatan tali, jaring ikan, karung, dan pakaian. Selain itu, kulitnya juga dapat digunakan sebagai bahan tambahan pemberi aroma pada makanan tradisional. Daunnya juga dapat digunakan sebagai ragi dan sayuran. Sementara buahnya baru aman dikonsumsi setelah melalui proses pengeringan. Buah Baobab dinilai memiliki kadar vitamin C lebih tinggi dibandingkan jeruk dan mengandung kalsium 50 persen lebih tinggi dari bayam.
Pohon yang merupakan salah satu spesies tertua di Bumi ini mampu hidup hingga hampir 5.000 tahun. Umur yang panjang diduga akibat kemampuannya menghasilkan batang baru secara berkala. Batang baru itu seiring waktu ini menyatu menjadi struktur berbentuk cincin dan menciptakan rongga palsu di tengah badan pohon.
Baca juga: Cincau Hijau, Tanaman Rambat yang Kaya Antioksidan
Namun, saat ini pohon Baobab tidak bisa hidup selama itu. Sebanyak 9 dari 13 pohon Baobab tertua dan terbesar di Afrika telah mati dalam beberapa dekade terakhir. Pohon-pohon tadi diperkirakan menjadi korban dari krisis iklim.
Sejumlah ilmuwan juga berspekulasi bahwa memanasnya suhu Bumi telah ikut andil dalam membuat pohon ini memiliki jangka waktu hidup yang lebih singkat. Penyebabnya antara lain fenomena pemanasan global yang membunuh pohon secara langsung atau membuatnya menjadi lebih rentan terhadap kekeringan, penyakit, api atau angin.
Penulis: Ida Ayu Putu Wiena Vedasari