Anoa (Bubalus sp.) merupakan mamalia terbesar sekaligus endemik, yang hanya bisa ditemukan di kawasan Pulau Sulawesi dan Buton. Mereka disebut-sebut sebagai “kerbau kerdil” karena bentuk tubuhnya yang mirip namun dengan ukuran yang lebih kecil.
Sejak kolonial Belanda, hewan berordo Artiodactyla ini telah menyandang status satwa dilindungi. Negara menjamin eksistensi satwa ini berdasarkan Ordonansi Perlindungan Binatang mulai tahun 1931.
Sebab hanya bisa tersebar di sekitar kawasan Wallacea (daerah peralihan benua antara benua Asia dan benua Australia), angka populasi fauna tersebut pakar ketahui sangat terbatas.
Berdasarkan data IUCN, populasi anoa di Sulawesi pada tahun 2002 kurang dari 5.000 ekor. Sehingga ia tergolong dalam kategori “endangered,” lalu dilarang untuk diburu serta diperjualbelikan.
Morfologi dan Ciri-Ciri Hewan Anoa
Secara umum, ahli menemukan dua spesies Bubalus sp. yang hidup di habitatnya yakni Anoa Pegunungan (Bubalus quarlesi) dan Anoa Dataran Rendah (Bubalus depressicornis).
Mereka tinggal dalam hutan yang tidak dijamah manusia. Kedua spesies hewan tersebut juga tergolong sebagai satwa yang agresif, serta sulit dijinakkan sebagai hewan ternak (domestikasi).
Melihat morfologinya, kedua jenis hewan ini dapat dibedakan berdasarkan bentuk tanduk dan ukuran tubuhnya. Bubalus quarlesi relatif lebih kecil, ekornya lebih pendek dan juga lebih lembut.
Ia memiliki tanduk yang melingkar, sementara Bubalus depressicornis berekor lebih panjang, memiliki kaki berwarna putih serta tanduk kasar dengan penampang yang berbentuk segitiga.
Tinggi pundah Anoa dataran rendah berkisar 80 – 100 cm, sedangkan spesies dataran tingginya 60 – 75 cm. Bentuk kepala mereka mirip seperti sapi, sedang kaki dan kukunya menyerupai banteng.
Bagian kaki depan tampak seperti sapi Bali, namun dengan corak garis berwarna hitam ke bawah. Tanduk mereka terlihat menyerupai penampang, dengan bagian dasar segitiga mirip tanduk kerbau.
Klasifikasi Anoa berdasarkan Habitat, Makanan, dan Reproduksi
Tidak cuma taksonomi, klasifikasi hewan anoa juga bisa diidentifikasi berdasarkan habitat, kebiasaan, makanan, dan reproduksinya. Agar tidak salah, berikut Greeners rangkum untuk Anda.
1. Habitat dan Kebiasaan
Bila kita lihat dari habitatnya, kerbau kerdil tergolong satwa hutan hujan. Mereka menyukai tempat-tempat yang jauh dari jangkauan manusia, serta memiliki sumber air permanen di sekitarnya.
Hewan ini banyak dijumpai di hutan tropika dataran, sabana, dan rawa-rawa. Mereka termasuk hewan yang soliter, serta sering berpindah-pindah saat mencari makan dan tempat tinggal.
Berendam adalah salah satu kebiasaan favorit kelompok Bubalus sp. Mereka melakukan hal tersebut untuk mendinginkan tubuh, sekaligus menjadi mekanisme pertahanan diri saat diserang musuh.
2. Makanan Hewan Anoa
Seperti sepupunya, Kerbau, Anoa juga termasuk sebagai hewan herbivora. Di alam bebas, mereka mengonsumsi pakanan berair seperti pakis, rumput, tunas pohon, buah-buahan, dan umbi-umbian.
Seperti binatang pemamah biak lainnya mereka juga membutuhkan asupan garam, yang diperoleh dengan cara menjilat bebatuan yang mengandung garam serta mineral alami.
3. Pola Reproduksi
Menurut pakar, induk anoa rata-rata hanya melahirkan satu bayi setiap tahunnya. Satu individu Bubalus sp. diketahui mampu bertahan hidup hingga usia 20 sampai dengan 25 tahun.
Hewan ini mencapai usia dewasa seksual pada umur 3 – 4 tahun. Sifatnya berubah menjadi lebih agresif saat mereka sedang terluka, birahi, baru melahirkan atau sedang menyapih anak.
Masa sapih berlangsung selama 6 – 9 bulan, sedang periode kehamilan terjadi 276 – 315 hari. Saat lahir bayi tersebut memiliki bulu cokelat keemasan, lalu berubah seiring dengan pertumbuhan usia.
Populasi dan Status Konservasi Hewan Anoa
Anoa dilindungi lewat UU No. 5/1990 tentang Konservasi SDA Hayati dan Ekosistemnya. Dalam IUCN Red List, hewan tersebut juga dikategorikan sebagai satwa langka yang dikhawatirkan akan punah.
Meski tinggal jauh dari jangkauan manusia, nyatanya populasi kerbau kerdil terus mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh tingginya pembukaan lahan (deforestasi) dan perburuan liar.
Mirisnya, laju penurunan populasi mereka selama 14 – 18 tahun terakhir mencapai 20%. Salah satu hambatan konservasi Bubalus sp. adalah ketidakpastian status taksonomi dan struktur populasinya.
Dalam rangka meningkatkan usaha pelestarian spesies nasional, Departemen Kehutanan melalui Permen Kehutanan No. 57/2008 menyusun Arahan Strategis Konservasi Spesies Nasional 2008-2018.
Dalam aturan tersebut, kedua jenis anoa dimasukkan dalam kategori spesies prioritas tinggi. Lewat aturan ini pula pemerintah berharap, agar laju penurunan populasi satwa di habitatnya bisa ditekan.
Taksonomi Anoa
Referensi
Diah Irawati Dwi Arini, Balai Penelitian Kehutanan Manado
Reza Ariawan Ranuntu dan Sri Ningsih Mallombasang, Universitas Tadulako
Laman Taman Nasional Bogani Nani Wartabone
Penulis: Yuhan Al Khairi dan Sarah R. Megumi