Jakarta (Greeners) – Sejak 21 Februari lalu, pemerintah telah resmi menerapkan uji coba kantong plastik berbayar pada sektor retail modern di 23 Kota. Konsumen akan dikenakan minimal Rp 200 untuk membayar satu kantong plastik yang digunakan konsumen saat berbelanja di toko retail modern.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengungkapkan, demi menjaga dan mengurangi tingkat kerusakan lingkungan yang lebih parah, penerapan kantong plastik berbayar bisa diterima dan merupakan hal yang rasional untuk dilakukan. Apalagi, konsumsi bungkus plastik di Indonesia tergolong sangat rakus, yakni 9,8 miliar bungkus plastik per tahunnya dan tingkat konsumsi ini nomor dua di dunia setelah China.
Meski demikian, YLKI menganggap bahwa nominal Rp 200 per kantong sepertinya belum akan memberikan dorongan bagi konsumen untuk tidak menggunakan kantong plastik. Oleh karena itu, YLKI menyarankan kebijakan ini harus dievaluasi secara rutin per tiga bulan, sehingga penerapan kantong plastik berbayar benar-benar bisa menjadi disinsentif bagi konsumen dengan tetap memperhatikan aspek daya beli konsumen.
“Pemerintah harus adil dan bersikap seimbang. Produsen juga harus diberikan disinsentif agar tidak rakus dengan konsumsi plastik saat berproduksi,” ujar Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi ketika dihubungi oleh Greeners, Jakarta, Selasa (23/02).
Produsen, katanya, harus diwajibkan menarik dan mengumpulkan bekas kemasan plastik di pasaran yang jelas-jelas merusak lingkungan. Produsen juga wajib membuat kemasan dan bungkus plastik yang mudah diurai oleh lingkungan (degradable) dan bisa digunakan ulang. Menurut Tulus, di negara-negara Eropa hal semacam ini adalah hal yang biasa dan bisa menekan konsumsi plastik hingga 70 persen.
“Diharapkan dengan mengenakan kebijakan plastik berbayar maka akan terjadi perubahan perilaku konsumen saat berbelanja di retailer modern, misalnya membawa bungkus atau wadah sendiri saat berbelanja dan atau tidak meminta bungkus plastik secara berlebihan sehingga konsumsi bungkus plastik bisa berkurang,” tukasnya.
Penulis: Danny Kosasih