Jakarta (Greeners) – World Aquatic Animal Day atau Hari Hewan Air Sedunia yang jatuh pada 3 April 2023 didedikasikan untuk meningkatkan kesadaran global tentang pentingnya keberadaan hewan air. Bertajuk “Alternatif Pemanfaatan Hewan Air”, harapannya ada pemanfaatan secara berkelanjutan sehingga tak memengaruhi populasi hewan air.
Hewan air hidup di berbagai tempat, seperti laut, samudera, sungai, danau hingga kolam. Jenisnya berbagai macam mulai dari amfibi, mamalia, reptil, moluska, burung air, krustasea, hingga serangga. Jika salah satu spesies punah, tentu akan memengaruhi seluruh sistem biologis yang ada.
World Aquatic Animal Day Tekankan Pemanfaatan Berkelanjutan
Berdasarkan laporan IUCN, lebih dari 1.550 dari 17.903 hewan dan tumbuhan laut berisiko punah. Selain faktor antropogenik, perubahan iklim memicu setidaknya 41 % spesies laut terancam.
Kepala Organisasi Riset Kebumian dan Maritim BRIN Ocky Karna Radjasa menyatakan salah satu target Sustainable Development Goals (SDGs) yakni Life Below Water.
Ia menyebut, sudah menjadi rahasia umum banyak kegiatan manusia yang mengancam pelestarian hewan air, baik penyu, paus hingga avertebrata dan terumbu karang. “Padahal kita harusnya memanfaatkan mereka secara berkelanjutan,” katanya kepada Greeners, Senin (3/4).
Ancaman Pencemaran Plastik di Laut
Lebih jauh, berbagai faktor antropogenik dapat mengancam baik secara langsung maupun tak langsung pada keberlanjutan hewan air. Misalnya, marine debris yang sejatinya bersumber dari darat lalu mengalir melalui sungai hingga ke laut. Pencemaran sampah plastik ini mengancam hewan-hewan di laut.
Laporan Forum Ekonomi Dunia pada tahun 2020 menyebut, sebanyak 400 juta ton plastik global diproduksi tiap tahunnya. Namun, sebagian besar plastik tersebut akan berakhir menjadi sampah dan berisiko merusak lingkungan, termasuk perairan.
Studi Lourens J. J. Meijer, dkk bertajuk More than 1000 rivers account for 80% of global riverine plastic emissions into the ocean tahun 2021 menyebut, Indonesia menempati peringkat ke-5 dalam daftar negara dengan polusi sampah plastik di laut terbesar di dunia.
Berdasarkan data, sampah plastik dari Indonesia yang bermuara di laut mencapai 56.333 metrik ton per tahunnya. Ironisnya temuan World Wild Fund (WWF) sekitar 25 % spesies ikan laut telah mengandung bahan mikroplastik yang bersumber dari plastik di lautan.
Selain itu, Ocky juga menyatakan ancaman hewan laut secara langsung seperti penangkapan paus, overfishing atau penangkapan hiu berlebihan hingga pembantaian penyu yang menurunkan populasi hewan laut secara drastis.
Mengacu pada data statistik Badan Pangan Dunia (FAO), Indonesia berkontribusi lebih dari 10 % terhadap tangkapan hiu dunia. Ocky menyebut, jika hiu di laut berkurang maka ekosistem di laut tak seimbang.
Pemanfaatan Hewan Air dalam Bidang Riset Berkelanjutan
Potensi keanekaragaman hayati di air, termasuk laut sangat kaya. Meski demikian, Ocky menekankan agar pemanfaatannya harus secara berkelanjutan.
Dalam bidang riset misalnya, terkait bahan farmasi laut seperti antikanker dari spons laut. Agar tak menurunkan populasinya, peneliti tengah mencari alternatif sumbernya dari mikroba simbion yang berasosiasi dengan spons laut tersebut.
“Jadi sedianya ancamannya bisa berton-ton spons laut kita ambil kini cukup beberapa gram tisu spons laut sebagai sumber mikroba simbion yang kita isolasi dari spons laut,” ungkapnya.
Demikian pula pendekatan berbasis molekuler seperti metagenomik yang mengekstrak langsung DNA dari air laut. Kemudian melalui sekuensing dan pencarian klaster gen penghasil bioproduk. Ini berperan penting dalam industri dan kesehatan bersama dengan ilmu synthetic biology bisa menjadi alternatif.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin