Jakarta (Greeners) – Wisata ziarah berbasis keagamaan di Indonesia disebut telah menarik minat masyarakat dunia. Untuk itu, wisata ziarah sudah harus memiliki nilai keekonomian selain nilai-nilai spiritual yang selama ini dikedepankan agar memberikan manfaat untuk masyarakat di sekitarnya. Hal ini dinyatakan oleh Menteri Pariwisata Arief Yahya.
Selain promosi dan acara, kata Arief, ada hal lain yang juga perlu diperhatikan, yaitu permasalahan sanitasi. Arief mengakui bahwa yang seringkali mendapat penilaian buruk dari destinasi wisata Indonesia, termasuk wisata ziarah, adalah sanitasi.
Menurutnya, ada tiga hal yang harus dipenuhi untuk mewujudkan pengembangan pariwisata berkelanjutan, termasuk untuk situs wisata ziarah, yaitu lingkungan, ekonomi dan komunitas.
“Wisata ziarah juga harus memperhatikan tiga hal tersebut khususnya permasalahan lingkungan serta kesejahteraan masyarakat dan komunitas-komunitas di sekitarnya. Banyak tempat wisata, termasuk masjid-masjid yang menjadi tujuan wisata ziarah mendapat keluhan kalau toiletnya jorok. Padahal, kata orang Islam, kebersihan adalah sebagian dari iman. Kita perlu fokus memperbaiki itu,” jelasnya, Jakarta, Rabu (18/11).
Mengenai potensi wisata ziarah, Menpar menyontohkan situs Walisongo yang berpotensi untuk dikembangkan secara serius. Situs Walisongo yang berada di delapan kabupaten/kota pada provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat memiliki potensi sebagai jalur rute ziarah (pilgrimage route) terbesar dan terpanjang melebihi Camino de Santiago yang saat ini menjadi kebanggaan Eropa.
“Selain sebagai warisan budaya berbasis Islam, situs-situs tersebut juga merepresentasikan keberagaman budaya dan toleransi antar umat beragama di Indonesia,” ujarnya.
Sebagai informasi, Kementerian Pariwisata memproyeksikan kunjungan wisatawan di Situs Walisongo pada 2019 mampu mencapai 18 juta orang wisatawan nusantara atau sekitar 15 persen dari target wisatawan nusantara, dengan pengeluaran wisatawan per kunjungan rata-rata Rp 400 ribu atau senilai Rp 7,2 triliun dalam setahunnya.
Penulis: Danny Kosasih