Jakarta (Greeners) – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) meminta masyarakat Aceh mewaspadai gempa susulan pasca gempa di Aceh pukul 03.52 WIB berkekuatan magnitudo (M)6,4. Apalagi historis gempa di Aceh menimbulkan tsunami.
BMKG pun kemudian memperbarui analisisnya, gempa di Aceh tersebut tidak menimbulkan tsunami. Dari analisis terbaru gempa ini berkekuatan M6,2 dengan kedalaman 53 kilometer (km). Berlokasi di laut pada jarak 46 km arah Selatan Kota Meulaboh, Aceh. Masyarakat pun merasakan guncangan gempa ini.
Deputi Bidang Geofisika BMKG Suko Prayitno mengatakan, dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalamannya, gempa di Aceh ini jenis gempa bumi dangkal.
“Hal ini akibat adanya aktivitas subduksi Lempeng Indo-Australia ke Lempeng Eurasia,” katanya dalam konferensi pers secara virtual, Sabtu (24/9).
Berdasarkan hasil analisis mekanisme sumber, gempa di Aceh ini memiliki mekanisme pergerakan naik (thrust fault). Dugaan kuat pemicu gempa ini adalah aktivitas subduksi lempeng segmen Megathrust Aceh-Andaman.
Suko memastikan berdasarkan pemodelan tsunami maka gempa di Aceh tersebut tidak menimbulkan tsunami.
“Permukaan laut di Calang dan Meulaboh tidak menunjukkan adanya kenaikan. Di sana kita mempunyai alat pengamatan muka air laut dan itu dinyatakan normal. Tidak timbul adanya perubahan signifikan pada permukaan air laut, sehingga ini menunjukkan bahwa tidak terjadi tsunami,” paparnya.
Meski begitu, karena tergolong gempa dangkal, masyarakat tetap perlu meningkatkan kewaspadaan. Mengingat rekam historis gempa bumi dan tsunami di Aceh.
“Kalau potensinya ada, tapi kalau terjadinya kami belum bisa memprediksi. BMKG belum bisa memprediksi akan terjadi gempa dan tsunami lebih besar. Akan tetapi berdasarkan sejarah yang ada, potensi itu ada sehingga saran saya kepada masyarakat terus waspada. Kita yang penting siap evakuasi mandiri,” ungkapnya.
Tiga Kejadian Gempa dan Tsunami di Aceh
Berdasarkan data BMKG, terdapat tiga kejadian gempa bumi besar dan tsunami di Aceh. Pertama, pada 26 Desember 2004 gempa berkekuatan M9,0 menyebabkan 283.100 orang meninggal, 14.100 orang hilang dan 1,12 juta orang mengungsi.
Selanjutnya, pada 28 Maret 2005 terjadi gempa berkekuatan M8,6 menimbulkan tsunami besar, 1.303 orang meninggal, lebih dari 3.400 orang luka-luka dan lebih dari 300 bangunan rusak.
Lalu pada 7 April 2010, gempa berkekuatan besar M7,6 menimbulkan tsunami menyebabkan 5 orang luka berat, 17 orang luka ringan, 64 unit rumah rusak berat, 275 unit rumah rusak sedang, dan 824 unit rumah rusak ringan.
Plt Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono menyatakan, gempa susulan sangat mungkin terjadi setelah gempa berkekuatan di atas magnitudo di atas 6.
Sebab hal yang lazim pasca terjadinya pergeseran batuan dari sumber, maka rekahan itu akan bergerak kembali mencari keseimbangan. Namun, ia belum bisa memprediksi terkait potensi besarnya gempa susulan selanjutnya.
“Itu bisa terjadi rekahan baru. Pergerakan baru sehingga tetap menghasilkan sebuah disformasi pergerakan dan memancarkan energi gempa,” ucapnya.
Tsunami Purba di Aceh Sejak Tahun 1100 Masehi
Berdasarkan katalog BMKG, gempa bumi dan tsunami besar pernah terjadi sebanyak enam kali di Aceh, yakni tahun 1861, 1886, 1907, 2004, 2005, dan 2012. Lebih jauh, berdasarkan hasil kajian tsunami purba, mengungkap, tsunami pernah terjadi di Aceh pada prasejarah pada periode 1100 – 1390 Masehi.
“Ini menunjukkan keberulangan tsunami di Aceh sering kali terjadi dan menunjukkan kalau kita perlu mewaspadainya,” imbuhnya.
BMKG meminta masyarakat tetap tenang dan waspada. Masyarakat diimbau untuk tidak tinggal di dekat bangunan yang retak atau rusak. Selain itu waspadai kawasan perbukitan dengan tebing yang curam karena gempa susulan dapat memicu longsoran.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin