Waspada Kemarau! Indonesia Berpotensi Alami Kekeringan

Reading time: 2 menit
Ilustrasi kemarau. Foto: Freepik
Ilustrasi kemarau. Foto: Freepik

Jakarta (Greeners) –  Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut sejumlah wilayah di Indonesia berpotensi mengalami kekeringan meteorologis pada musim kemarau. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu siap siaga mengantisipasi fenomena ini.

“Laporan kepada presiden perihal kondisi iklim dan kesiap-siagaan kekeringan 2024 sudah kami sampaikan, agar mendapat atensi khusus pemerintah. Sehingga, risiko dan dampak yang timbul dapat diantisipasi dan diminimalisasi sekecil mungkin,” ungkap Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di Jakarta, Selasa (28/5).

BACA JUGA: BPBD Siapkan Beragam Antisipasi Kekeringan di Jawa Barat

Dwikorita menyampaikan, mayoritas wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara sudah mengalami Hari Tanpa Hujan (HTH) sepanjang 21-30 hari atau lebih panjang. Selain itu, berdasarkan analisis curah hujan dan sifat hujan oleh BMKG, kondisi kering sudah mulai memasuki wilayah Indonesia, khususnya di bagian Selatan Khatulistiwa.

“Sebagian wilayah Indonesia sebanyak 19% dari Zona Musim sudah masuk Musim Kemarau. Diprediksi sebagian besar wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara segera menyusul memasuki musim kemarau dalam tiga dasarian ke depan. Kondisi kekeringan ini saat musim kemarau akan mendominasi wilayah Indonesia sampai akhir bulan September,” paparnya.

BMKG menyebut sejumlah wilayah di Indonesia berpotensi mengalami kekeringan meteorologis pada musim kemarau. Foto: BMKG

BMKG menyebut sejumlah wilayah di Indonesia berpotensi mengalami kekeringan meteorologis pada musim kemarau. Foto: BMKG

Munculnya Hotspot Karhutla

Sementara itu, Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan menyampaikan daerah dengan potensi curah hujan bulanan sangat rendah dengan kategori kurang dari 50mm per bulan perlu mendapatkan perhatian khusus. Hal itu untuk mitigasi dan antisipasi dampak kekeringan.

“Daerah tersebut meliputi sebagian besar Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Bali, dan Nusa Tenggara. Begitu juga dengan Pulau Sulawesi, dan sebagian Maluku serta Papua,” ungkapnya.

Selain itu, hasil monitoring hotspot yang dengan menggunakan satelit, menunjukkan telah muncul beberapa hotspot awal pada daerah-daerah rawan kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Sehingga, hal tersebut perlu perhatian khusus untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran di sepanjang musim kemarau.

BMKG Berikan Rekomendasi

Berkaca dari hal tersebut, BMKG memberikan sejumlah rekomendasi teknis yang bisa pemerintah daerah lakukan sebagai langkah mitigasi dan antisipasi. Di antaranya, penerapan teknologi modifikasi cuaca untuk pengisian waduk-waduk di daerah yang berpotensi mengalami kondisi kering saat musim kemarau.

BMKG juga merekomendasikan supaya pemerintah daerah membasahi dan menaikkan muka air tanah pada daerah yang rawan mengalami karhutla ataupun pada lahan gambut.

BACA JUGA: Sulit Lakukan Hujan Buatan Saat Puncak Musim Kemarau

Dwikorita mengimbau, bagi daerah yang masih mengalami hujan atau transisi dari musim hujan ke musim kemarau, untuk dapat segera mengoptimalkan secara lebih masif upaya untuk memanen air hujan. Pemanenan dapat pemerintah dan masyarakat lakukan melalui tandon atau tampungan air, embung-embung, kolam-kolam retensi, sumur-sumur resapan, dan lain sebagainya.

“Terkait pertanian, maka pola dan waktu tanam untuk iklim kering pada wilayah terdampak dapat menyesuaikan. Oleh karena itu, BMKG akan berkoordinasi lebih lanjut dengan menteri pertanian dan gubernur provinsi terdampak,” imbuhnya.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top