Jakarta (Greeners) – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengimbau masyarakat mewaspadai potensi hujan berintensitas sedang hingga lebat di sejumlah wilayah Indonesia. Potensi ini karena pengaruh munculnya bibit siklon tropis Teratai di sebelah barat daya Lampung.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, intensitas sistem bibit siklon 92S telah mengalami peningkatan. Berdasarkan analisis tanggal 1 Desember 2021 sekitar pukul 16.00 WIB, bibit siklon 92S ini sudah berada di sekitar Samudera Hindia Barat daya Lampung tepatnya di 9.0 Lintang Selatan (LS) dan 103.0 Bujur Timur (BT).
“Menurut analisis BMKG, dalam waktu tiga jam bibit siklon ini akan semakin menguat dan akan lahir menjadi siklon. Jakarta Tropical Cyclone Warning Center (TCWC) telah menyiapkan nama apabila bibit siklon ini lahir menjadi siklon tropis. Akan diberi nama menjadi Siklon Tropis Teratai,” katanya dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Rabu (1/12) sore.
Ia menambahkan, saat ini terdapat tiga sistem yang sedang terjadi yaitu siklon tropis Nyatoh di utara Papua, siklon tropis Teratai di sebelah Barat Daya Lampung, dan bibit siklon yang ada di sebelah Barat Laut Sumatera Utara.
“Ini untuk memberikan peringatan dini dalam waktu tiga jam akan terjadi badai tropis Teratai. Sebagai halnya yang telah terjadi di sebelah utara Papua. Sebelumnya, sudah terjadi badai tropis Nyatoh. Saat ini masih ada di sebelah Barat Laut Sumatera Utara masih ada bibit siklon 94 W. Sehingga saat ini ada tiga sistem yang sedang terjadi,” paparnya.
Waspadai Dampak Siklon Tropis Teratai
Dwikorita menjelaskan kecepatan angin di sekitar siklon terbentuk mencapai 30 knot atau sekitar 56 km/jam dengan tekanan udara minimum di sekitar pusatnya mencapai 1006 hPa. BMKG memprediksi kecepatan angin tersebut akan meningkat menjadi 35 knot atau sekitar 65 km/jam. Sehingga bibit siklon berpotensi menjadi siklon tropis dengan arah pergerakan tenggara-selatan menjauhi wilayah Indonesia.
Meski begitu, bibit siklon yang akan menjadi siklon tropis Teratai ini juga akan berdampak pada sejumlah wilayah di Indonesia seperti di bagian Selatan Sumatera yaitu Bengkulu dan Lampung, Selat Sunda, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan kemungkinan juga di sebagian Jawa Timur.
“Dampaknya di sini berupa potensi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat disertai kilat petir ataupun angin kencang di wilayah Bengkulu, Lampung, Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat. Kemudian tinggi gelombang dengan ketinggian 2,5 sampai 4 meter di perairan Barat Lampung, Selat Sunda bagian Selatan dan Barat. Perairan Selatan Banten, Samudera Hindia Selatan Banten hingga Jawa Barat,” ungkapnya.
Dengan dampak tersebut, BMKG mengimbau kepada masyarakat dan semua pihak untuk menghindari kegiatan pelayaran di wilayah perairan yang terdampak. Kemudian juga menghindari daerah rentan bencana seperti di lembah sungai, lereng rawan longsor, pohon yang mudah tumbang, tepi pantai dan tempat-tempat rentan lainnya.
Latar Belakang Penamaan Siklon Tropis Teratai
Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG Fachri Radjab mengungkapkan, alasan di balik penamaan bibit siklon tropis Teratai ini. Fachri mengatakan TCWC Jakarta memiliki kewenangan memberi nama siklon tropis ini.
Hal ini mengacu pada panduan Badan Meteorologi Dunia bahwa wilayah yang menjadi wewenang TCWC Jakarta yaitu dari 0 hingga 10 derajat lintang selatan (LS) dan 90 sampai 141 derajat bujur timur (BT).
“Jadi ketika ada siklon tropis tumbuh di wilayah tersebut maka TCWC Jakarta yang punya kewenangan untuk memberi nama. Nama ini sudah ada di listnya Organisasi Meteorologi Dunia (WMO). Sebelumnya, siklon tropis terakhir yang tumbuh di wilayah TCWC Jakarta adalah Seroja. Kemudian urutan berikutnya adalah Teratai. Itulah mengapa namanya Teratai,” kata Fachri.
Di samping itu, Fachri menyebut bahwa saat ini merupakan periode pertumbuhan siklon tropis khususnya di bagian bumi selatan atau di Samudra Hindia sebelah selatan Indonesia. Musim pertumbuhan siklon tropis diperkirakan akan terus berlangsung sampai dengan April 2022 mendatang.
Masyarakat Harus Siaga Bencana Hidrometeorologi
Sementara itu, secara terpisah, dalam menghadapi potensi bencana hidrometeorologi, Unit Pelaksana Teknis Kesehatan, Keselamatan kerja dan Lingkungan (K3L) Universitas Indonesia (UI) dalam keterangannya, mengimbau seluruh warga UI agar waspada terhadap dampak fenomena La Nina yang masuk di wilayah Indonesia.
Sepanjang Januari hingga awal November 2021, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat terdapat 2.242 kejadian bencana di Indonesia. Lebih dari 90 % kejadian tersebut merupakan bencana hidrometeorologi seperti banjir dan longsor. Waspadai juga angin kencang dan potensi pohon tumbang.
Selain risiko hujan lebat, angin kencang dan petir, hujan dengan durasi yang panjang dapat menimbulkan potensi bencana banjir dan tanah longsor.
Penulis : Fitri Annisa