Jakarta (Greeners) – Dari 127 gunung api aktif di Indonesia, saat ini ada dua gunung api status Awas (level 4) dan 17 gunung api status Waspada (level 2), lainnya adalah Normal. Dua gunung status Awas tersebut adalah Gunung Agung di Kabupaten Karangasem Provinsi Bali yang naik status Awas sejak 22 September 2017, sedangkan Gunung Sinabung status Awas sejak 2 Juni 2015.
Ada ketidakpastian dari kedua gunung tersebut. Gunung Agung tidak dapat diprediksikan kapan akan meletus, sedangkan Gunung Sinabung tidak dapat diprediksikan kapan akan berhenti meletus. Keunikan dari setiap gunung api menciptakan karakter berbeda-beda sehingga penanganan dampak yang ditimbulkan dari letusan gunung juga berbeda.
BACA JUGA: BNPB Jajaki Kerjasama Penggunaan Teknologi Prediksi Gempa dengan Jepang
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, Gunung Agung hingga saat ini belum meletus. Kegempaan yang terjadi masih intensif dan mengalami fluktuatif. Tidak ada tanda-tanda aktivitas menurun. Gempa vulkanik yang sering terjadi menunjukkan ketidakstabilan aktivitas gunung api. Di kawah Gunung Agung bahkan sudah terbentuk rekahan dan keluar asap putih dengan tekanan lemah.
“Secara visual belum terlihat tanda-tanda Gunung Agung meletus dan tidak dapat dipastikan kapan akan meletus. Radius yang ditetapkan PVMBG untuk dikosongkan dari aktivitas masyarakat sendiri adalah di dalam radius 9 kilometer dan 12 kilometer di sektor utara – timur laut dan tenggara – selatan – barat daya,” terangnya, Jakarta, Jumat (13/10).
Begitupun sebaliknya dengan Gunung Sinabung. Sejak status Awas, hingga saat ini hampir setiap hari meletus. Letusan disertai dengan lava pijar, gempa guguran, awan panas dan hujan abu. Tidak dapat diprediksikan kapan letusan akan berhenti. Sebelumnya Gunung Sinabung tidak pernah meletus selama 1.200 tahun. Tahun 2010, tiba-tiba meletus freatik hingga tahun 2011.
Sempat berhenti sesaat, namun kemudian tahun 2013 kembali meletus secara terus-menerus hingga sekarang. Kawasan rawan bencana terus meluas dibandingkan dengan sebelumnya. Radius berbahaya untuk dikosongkan dari aktivitas masyarakat adalah dalam radius 3 km dari puncak, dan dalam jarak 7 km untuk sektor selatan-tenggara, di dalam jarak 6 km untuk sektor tenggara-timur, serta di dalam jarak 4 km untuk sektor utara-timur Gunung Sinabung.
BACA JUGA: BNPB: Proses Relokasi Pengungsi Sinabung Terhambat Ketersediaan Lahan
Pengungsi di Gunung Agung tercatat 141.213 jiwa di 416 titik pengungsian yang tersebar di 9 kabupaten/kota di Bali pada 4/10/2017 pukul 12.00 Wita. Sekitar 2.600 jiwa pengungsi dari desa yang aman telah kembali ke rumahnya.
Sedangkan di Gunung Sinabung, ribuan masyarakat harus mengungsi sejak tahun 2013. Bahkan ribuan pengungsi tidak boleh kembali ke rumahnya karena harus direlokasi. Jadi yang ditangani adalah pengungsi sementara dan pengungsi permanen atau yang harus direlokasi. Namun tidak ada yang tahu kapan mereka boleh pulang karena Gunung Sinabung belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir letusannya.
“Penanganan pengungsi dan relokasi masyarakat sekitar Gunung Sinabung sangat komplek dan rumit. Di satu sisi gunung terus meletus tanpa ada yang tahu kapan akan meletus. Di sisi lain juga ribuan masyarakat harus mengungsi dan direlokasi tetapi terbatasnya lahan untuk relokasi dan usaha taninya menyebabkan penanganan belum tuntas,” tambahnya.
Gerakan Tanah
Selain gunung api, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi memperkirakan bahwa hampir seluruh wilayah Indonesia cenderung mengalami peningkatan potensi tejadi gerakan tanah pada bulan Oktober 2017 dibandingkan bulan September 2017. Melalui keterangan resminya, PLT Kepala Badan Geologi Rida Mulyana mengatakan kalau diperlukan kewaspadaan tinggi terhadap potensi peningkatan kejadian gerakan tanah utamanya di wilayah jawa mengingat pertumbuhan penduduk dan alih fungsi lahan yang cukup masif di wilayah ini dibanding wilayah lain di luar jawa.
PVMBG Badan Geologi juga mencatat pergerakan tanah tahun 2017 sampai dengan bulan Oktober telah terjadi 845 kejadian, 154 diantaranya di Jawa Barat dan menelan korban jiwa sebanyak 41 orang di Jawa Barat. Sebelumnya, dalam kurun waktu 2005 -2016 tercatat sekitar 1.887 kejadian gerakan tanah yang tersebar di seluruh wilayah indonesia mengakibatkan korban jiwa mencapai 3.224 orang.
PVMBG sendiri pada tahun lalu telah menciptakan aplikasi untuk meningkatkan mitigasi bencana yang diberi nama Magma Indonesia. Berbagai informasi tentang kebencanaan geologi bisa dilihat secara real time oleh masyarakat melalui layanan ini. Magma (Multiplatform Application for Geohazard Mitigation and Assesment) ini diklaim menjadi aplikasi mobile pertama di dunia yang menyajikan informasi mengenai kebencanaan geologi terintegrasi dalam satu jendela dan bisa diakses secara real time. Aplikasi ini bisa diakses melalui website magma.vsi.esdm.go.id atau juga bisa diunduh di ponsel Android melalui Play Store.
Penulis: Danny Kosasih